Kenaikan Tarif Listrik Rumah Tangga Dievaluasi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berencana mengevaluasi kembali kenaikan tarif untuk golongan pelanggan listrik rumah tangga 1.300 volt ampere (VA) dan 2.200 VA yang telah diberlakukan mulai 1 Januari 2015.
Evaluasi tersebut didasarkan pada penurunan harga minyak dunia dalam beberapa waktu terakhir. Penurunan harga minyak dunia dipastikan berpengaruh terhadap biaya produksi listrik sehingga berakibat pada turunnya harga keekonomian. Seperti diketahui, pemerintah sejak awal bulan ini menghapus subsidi listrik untuk pelanggan rumah tangga golongan 1.300 VA dan 2.200 VA.
Selanjutnya pemerintah menerapkan mekanisme tariff adjustment, tarif listrik untuk golongan ini bergerak mengikuti harga keekonomiannya. Alhasil, mulai 1 Januari lalu, tarif listrik pelanggan 1.300 VA dan 2.200 VA naik menjadi Rp1.352 per kilowatt hour (kWh).
“Substansinya memang kita punya alasan untuk melakukan penundaan tariff adjustment,” ungkap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said di Jakarta, kemarin. Sudirman menyatakan bahwa pertimbangan evaluasi pengenaan mekanisme tariff adjustment terhadap dua golongan pelanggan listrik itu juga berkaitan dengan pengaruh inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) belum lama ini.
Tercatat, selain BBM, dalam tiga bulan terakhir kebijakan pemerintah menyebabkan harga dua komoditas energi juga naik, yakni elpiji dan listrik. “Karena itu, kami sedang meminta untuk dipertimbangkan, apakah (tariff adjustment ) bisa ditunda. Sedang akan dibicarakan dengan PLN,” ungkapnya.
Usulan penundaan tariff adjustment bagi golongan R1 dan R2 sebetulnya datang dari PLN. Direktur PLN Murtaqi Syamsudin belum lama ini mengatakan, alasan pengajuan penundaan kenaikan tarif untuk kedua golongan tersebut adalah PLN masih mempertimbangkan daya beli masyarakat yang saat ini sedang terguncang oleh naiknya harga elpiji dan bahanbahan pokok.
Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun mengungkapkan, evaluasi penundaan tariff adjustment masih menunggu persetujuan dari menteri ESDM. Sebagai informasi, mulai 1 Januari 2015, selain untuk pelanggan 1.300 VA dan 2.200 VA, tarif listrik untuk 10 golongan lainnya juga menggunakan mekanisme pasar seperti harga BBM. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No 33/2014.
Ada tiga faktor yang menjadi penentu tarif listrik bagi 12 golongan pelanggan listrik tersebut, yakni nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di mana acuannya adalah kurs dari Bank Indonesia (BI), lalu harga minyak mentah Indonesia (ICP), dan inflasi. Setiap bulan PLN akan mengkaji harga listrik yang harus dibayar pelanggan. Penetapan tarif listrik dilakukan setiap tanggal 1 mulai pukul 00:00 WIB.
Elpiji Subsidi
Sementara, kenaikan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg dinilai perlu diikuti dengan pembenahan peraturan terkait distribusi dan penggunaan elpiji bersubsidi kemasan 3 kg. Pelaksanaan distribusi tertutup terhadap elpiji 3 kg sebagaimana diatur dengan Peraturan Bersama Mendagri No 17/2011 dan Menteri ESDM No 5/2011 dinilai hanya efektif di atas kertas, namun nyaris mustahil untuk dilaksanakan.
“Distribusi tertutup hanya bisa dilaksanakan apabila penyalur elpiji 3 kg sedikit jumlahnya, seperti penyaluran BBM bersubsidi dulu oleh SPBU yang jumlahnya hanya 5.300-an,” ujar pengamat kebijakan energi Sofyano Zakaria, kemarin. Dia mengingatkan, dengan jumlah SPBU hanya sebanyak itu, pemerintah tidak pernah berhasil menghapus penyelewengan BBM bersubsidi.
Berkaca dari contoh itu, sulit bagi pemerintah untuk menerapkan distribusi tertutup elpiji dengan agen yang jumlahnya lebih dari 7.000 dan dengan jumlah pangkalan elpiji yang mencapai sekitar 150.000-an, plus sekitar 750.000 pengecer di seluruh Indonesia. “Saya sangat yakin programdistribusitertutupinimustahil bisa terwujud,” tandasnya.
Demi mengatasi kemungkinan membengkaknya kuota elpiji 3 kg, pemerintah dan DPR mau tak mau harus mengkaji ulang besaran subsidi elpiji yang sejak tahun 2007 tidak pernah dikoreksi. Di luar kemungkinan migrasi pengguna elpiji nonsubsidi, kata Sofyano, peningkatan konsumsi elpiji 3 kg secara alami sangat mungkin terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.
Berkaitan dengan itu, dia menilai sistem alokasi anggaran subsidi untuk elpiji 3 kg sebaiknya tidak lagi ditetapkan dengan sistem kuota namun dalam bentuk nominal besaran subsidi per tahun. Penetapan kuota selalu menimbulkan masalah ketika terlampaui sebelum tutup tahun dan sangat berisiko menimbulkan gejolak atas suplai ketika belum adanya kesepakatan penambahan kuota.
“Sebaiknya, pemerintah menetapkan kebijakan yang sama dengan subsidi solar dan minyak tanah, yakni subsidi tetap. Tapi ini harus segera disosialisasikan agar dapat diterima masyarakat,” tuturnya. Tercatat, sejak dilakukannya konversi minyak tanah ke elpiji pada 2007 hingga 2014, pemerintah sudah berhasil menghemat subsidi sebesar kurang lebih Rp164,7 triliun. Besaran subsidi untuk elpiji 3 kg per tahun berkisar antara Rp40-50 triliun, sementara kuota elpiji 3 kg sekitar 5 juta metrik ton per tahun.
Nanang wijayanto
Evaluasi tersebut didasarkan pada penurunan harga minyak dunia dalam beberapa waktu terakhir. Penurunan harga minyak dunia dipastikan berpengaruh terhadap biaya produksi listrik sehingga berakibat pada turunnya harga keekonomian. Seperti diketahui, pemerintah sejak awal bulan ini menghapus subsidi listrik untuk pelanggan rumah tangga golongan 1.300 VA dan 2.200 VA.
Selanjutnya pemerintah menerapkan mekanisme tariff adjustment, tarif listrik untuk golongan ini bergerak mengikuti harga keekonomiannya. Alhasil, mulai 1 Januari lalu, tarif listrik pelanggan 1.300 VA dan 2.200 VA naik menjadi Rp1.352 per kilowatt hour (kWh).
“Substansinya memang kita punya alasan untuk melakukan penundaan tariff adjustment,” ungkap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said di Jakarta, kemarin. Sudirman menyatakan bahwa pertimbangan evaluasi pengenaan mekanisme tariff adjustment terhadap dua golongan pelanggan listrik itu juga berkaitan dengan pengaruh inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) belum lama ini.
Tercatat, selain BBM, dalam tiga bulan terakhir kebijakan pemerintah menyebabkan harga dua komoditas energi juga naik, yakni elpiji dan listrik. “Karena itu, kami sedang meminta untuk dipertimbangkan, apakah (tariff adjustment ) bisa ditunda. Sedang akan dibicarakan dengan PLN,” ungkapnya.
Usulan penundaan tariff adjustment bagi golongan R1 dan R2 sebetulnya datang dari PLN. Direktur PLN Murtaqi Syamsudin belum lama ini mengatakan, alasan pengajuan penundaan kenaikan tarif untuk kedua golongan tersebut adalah PLN masih mempertimbangkan daya beli masyarakat yang saat ini sedang terguncang oleh naiknya harga elpiji dan bahanbahan pokok.
Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun mengungkapkan, evaluasi penundaan tariff adjustment masih menunggu persetujuan dari menteri ESDM. Sebagai informasi, mulai 1 Januari 2015, selain untuk pelanggan 1.300 VA dan 2.200 VA, tarif listrik untuk 10 golongan lainnya juga menggunakan mekanisme pasar seperti harga BBM. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No 33/2014.
Ada tiga faktor yang menjadi penentu tarif listrik bagi 12 golongan pelanggan listrik tersebut, yakni nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di mana acuannya adalah kurs dari Bank Indonesia (BI), lalu harga minyak mentah Indonesia (ICP), dan inflasi. Setiap bulan PLN akan mengkaji harga listrik yang harus dibayar pelanggan. Penetapan tarif listrik dilakukan setiap tanggal 1 mulai pukul 00:00 WIB.
Elpiji Subsidi
Sementara, kenaikan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg dinilai perlu diikuti dengan pembenahan peraturan terkait distribusi dan penggunaan elpiji bersubsidi kemasan 3 kg. Pelaksanaan distribusi tertutup terhadap elpiji 3 kg sebagaimana diatur dengan Peraturan Bersama Mendagri No 17/2011 dan Menteri ESDM No 5/2011 dinilai hanya efektif di atas kertas, namun nyaris mustahil untuk dilaksanakan.
“Distribusi tertutup hanya bisa dilaksanakan apabila penyalur elpiji 3 kg sedikit jumlahnya, seperti penyaluran BBM bersubsidi dulu oleh SPBU yang jumlahnya hanya 5.300-an,” ujar pengamat kebijakan energi Sofyano Zakaria, kemarin. Dia mengingatkan, dengan jumlah SPBU hanya sebanyak itu, pemerintah tidak pernah berhasil menghapus penyelewengan BBM bersubsidi.
Berkaca dari contoh itu, sulit bagi pemerintah untuk menerapkan distribusi tertutup elpiji dengan agen yang jumlahnya lebih dari 7.000 dan dengan jumlah pangkalan elpiji yang mencapai sekitar 150.000-an, plus sekitar 750.000 pengecer di seluruh Indonesia. “Saya sangat yakin programdistribusitertutupinimustahil bisa terwujud,” tandasnya.
Demi mengatasi kemungkinan membengkaknya kuota elpiji 3 kg, pemerintah dan DPR mau tak mau harus mengkaji ulang besaran subsidi elpiji yang sejak tahun 2007 tidak pernah dikoreksi. Di luar kemungkinan migrasi pengguna elpiji nonsubsidi, kata Sofyano, peningkatan konsumsi elpiji 3 kg secara alami sangat mungkin terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.
Berkaitan dengan itu, dia menilai sistem alokasi anggaran subsidi untuk elpiji 3 kg sebaiknya tidak lagi ditetapkan dengan sistem kuota namun dalam bentuk nominal besaran subsidi per tahun. Penetapan kuota selalu menimbulkan masalah ketika terlampaui sebelum tutup tahun dan sangat berisiko menimbulkan gejolak atas suplai ketika belum adanya kesepakatan penambahan kuota.
“Sebaiknya, pemerintah menetapkan kebijakan yang sama dengan subsidi solar dan minyak tanah, yakni subsidi tetap. Tapi ini harus segera disosialisasikan agar dapat diterima masyarakat,” tuturnya. Tercatat, sejak dilakukannya konversi minyak tanah ke elpiji pada 2007 hingga 2014, pemerintah sudah berhasil menghemat subsidi sebesar kurang lebih Rp164,7 triliun. Besaran subsidi untuk elpiji 3 kg per tahun berkisar antara Rp40-50 triliun, sementara kuota elpiji 3 kg sekitar 5 juta metrik ton per tahun.
Nanang wijayanto
(bbg)