Bergesernya Destinasi Bisnis Kondotel
A
A
A
Bila sebelumnya destinasi untuk bisnis kondotel lebih mengarah kota wisata, maka kini trennya sudah bergeser ke daerah bisnis dan pendidikan. Seperti apa kondisi riilnya? Sudah sejak beberapa tahun terakhir ini investasi di bisnis kondominium hotel (kondotel) dianggap makin menjanjikan.
Faktanya, nilai sewa kondotel paling tinggi dibandingkan rumah, apartemen, ataupun ruko. Kenaikan nilai kondotel berkisar antara 80% hingga 100% dalam waktu tiga tahun dari harga perdana. Pemilik juga memperoleh pembagian keuntungan yang diterima secara berkala. Di samping itu, pemilik tidak perlu repot mencari penyewa, membayar service charge , dan lain-lain.
Bahkan, pemilik juga memperoleh point menginap yang bisa digunakan suatu waktu sesuai ketentuan yang berlaku. Bisnis kondotel lantas kian mewabah ke beberapa daerah atau kota besar di Indonesia yang dinilai menjanjikan. Hal itu tidak terlepas dari potensi wisata di daerah setempat.
Meski awalnya mengandalkan potensi wisata, belakangan bisnis kondotel malah mulai bergeser ke daerah bisnis dan pendidikan. “Saat ini justru kondotel lebih tinggi dan stabil pertumbuhannya di daerah bisnis dan pendidikan dibandingkan daerah wisata,” ujar Sekretaris PT Wika Realty Wijanarko Yuwono. Alasannya, kata dia, biasanya daerah wisata masih didominasi oleh vila dan resor, ditambah lagi tingkat ramai huniannya hanya saat musim liburan.
“Kalau daerah bisnis dan pendidikan itu tidak mengenal peak season sebagaimana daerah wisata. Sebab, orang datang untuk berbisnis hampir setiap hari dan lagi terkadang banyak tempat pendidikan yang juga mengandalkan kondotel,” jelas Wijanarko. Daerah yang masih menjadi sasaran empuk untuk pembangunan sebuah kondotel adalah daerah yang notabene kotakota besar di Indonesia.
Misalnya, Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Medan, dan Denpasar. Menurut pengamat properti dari Savills PCI Anton Sitorus, Jakarta dan Bali masih sangat berpotensi untuk bisnis kondotel, sekali pun lahan yang ada di dua kawasan tersebut, terutama Jakarta, semakin langka. Khusus di Bali, menurut General Manager Marketing Grand Orange Condotel Ratdi Gunawan, masih mengutamakan jumlah wisatawan yang datang ke kawasan tersebut, baik dari dalam maupun luar negeri.
“Hal ini menyebabkan Bali menjadi salah satu surga bagi para investor kondotel karena income atau pendapatan yang diperoleh dari investasi kondotel tersebut masih sangat menjanjikan,” tuturnya. Pertumbuhan kondotel saat ini rata-rata mencapai angka 30% sampai 40% dari tahun sebelumnya.
Bahkan, menurut survey konsultan properti Chusman & Wakefield, harga kondotel terus meningkat seiring dengan kenaikan harga tanah. Di Bali telah naik sebesar lebih dari 25%. Hal ini juga dibuktikan lewat tingginya permintaan kondotel di Pulau Dewata, yang mana tercermin dari nilai penjualan Grand Orange Condotel Pandawa Beach yang sudah mencapai 85%.
Juga kondotel milik PT Wijaya Karya (Persero) Tbk lewat proyeknya Tamansari Jineng yang berlokasi di Jalan Sunset Road, Kuta, Bali, yang kini sudah terjual lebih dari 70%. Bahkan, PT Wika Realty berencana membangun kondotel serupa di wilayah Makassar, Samarinda, dan Balikpapan. Dengan menelan dana investasi sebesar Rp300 miliar hingga Rp450 miliar, proyek tersebut akan mulai digarap pada kuartal pertama tahun ini.
Rehdian khartika
Faktanya, nilai sewa kondotel paling tinggi dibandingkan rumah, apartemen, ataupun ruko. Kenaikan nilai kondotel berkisar antara 80% hingga 100% dalam waktu tiga tahun dari harga perdana. Pemilik juga memperoleh pembagian keuntungan yang diterima secara berkala. Di samping itu, pemilik tidak perlu repot mencari penyewa, membayar service charge , dan lain-lain.
Bahkan, pemilik juga memperoleh point menginap yang bisa digunakan suatu waktu sesuai ketentuan yang berlaku. Bisnis kondotel lantas kian mewabah ke beberapa daerah atau kota besar di Indonesia yang dinilai menjanjikan. Hal itu tidak terlepas dari potensi wisata di daerah setempat.
Meski awalnya mengandalkan potensi wisata, belakangan bisnis kondotel malah mulai bergeser ke daerah bisnis dan pendidikan. “Saat ini justru kondotel lebih tinggi dan stabil pertumbuhannya di daerah bisnis dan pendidikan dibandingkan daerah wisata,” ujar Sekretaris PT Wika Realty Wijanarko Yuwono. Alasannya, kata dia, biasanya daerah wisata masih didominasi oleh vila dan resor, ditambah lagi tingkat ramai huniannya hanya saat musim liburan.
“Kalau daerah bisnis dan pendidikan itu tidak mengenal peak season sebagaimana daerah wisata. Sebab, orang datang untuk berbisnis hampir setiap hari dan lagi terkadang banyak tempat pendidikan yang juga mengandalkan kondotel,” jelas Wijanarko. Daerah yang masih menjadi sasaran empuk untuk pembangunan sebuah kondotel adalah daerah yang notabene kotakota besar di Indonesia.
Misalnya, Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Medan, dan Denpasar. Menurut pengamat properti dari Savills PCI Anton Sitorus, Jakarta dan Bali masih sangat berpotensi untuk bisnis kondotel, sekali pun lahan yang ada di dua kawasan tersebut, terutama Jakarta, semakin langka. Khusus di Bali, menurut General Manager Marketing Grand Orange Condotel Ratdi Gunawan, masih mengutamakan jumlah wisatawan yang datang ke kawasan tersebut, baik dari dalam maupun luar negeri.
“Hal ini menyebabkan Bali menjadi salah satu surga bagi para investor kondotel karena income atau pendapatan yang diperoleh dari investasi kondotel tersebut masih sangat menjanjikan,” tuturnya. Pertumbuhan kondotel saat ini rata-rata mencapai angka 30% sampai 40% dari tahun sebelumnya.
Bahkan, menurut survey konsultan properti Chusman & Wakefield, harga kondotel terus meningkat seiring dengan kenaikan harga tanah. Di Bali telah naik sebesar lebih dari 25%. Hal ini juga dibuktikan lewat tingginya permintaan kondotel di Pulau Dewata, yang mana tercermin dari nilai penjualan Grand Orange Condotel Pandawa Beach yang sudah mencapai 85%.
Juga kondotel milik PT Wijaya Karya (Persero) Tbk lewat proyeknya Tamansari Jineng yang berlokasi di Jalan Sunset Road, Kuta, Bali, yang kini sudah terjual lebih dari 70%. Bahkan, PT Wika Realty berencana membangun kondotel serupa di wilayah Makassar, Samarinda, dan Balikpapan. Dengan menelan dana investasi sebesar Rp300 miliar hingga Rp450 miliar, proyek tersebut akan mulai digarap pada kuartal pertama tahun ini.
Rehdian khartika
(bbg)