ARLI Nilai Dukungan Pemerintah Sangat Minim
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI), Safari Azis Husain mengungkapkan, selama ini peran pemerintah dalam meningkatkan daya saing produk rumput laut sangat minim.
Bahkan, dapat dikatakan sejumlah kebijakan yang dikeluarkan tidak mendorong daya saing. Tak hanya itu, pemerintah juga terlalu banyak ikut campur dengan mengeluarkan kebijakan tak berpihak pada petani maupun pengusaha.
Safari mencontohkan, dari sisi hulu pemerintah berjanji mendorong pengembangan rumput laut, tapi tidak disiapkan zonasi tata ruang. Akibatnya, jika ada kepentingan bisnis kebanyakan petani yang jadi tumbal.
"Kalau ada pengusaha mau bangun hotel, mau membangun pelabuhan dan PLN mau membangun di area pantai pasti petani rumput laut yang diminta untuk pindah," ujarnya, saat berkunjung ke Makassar, Jumat (16/1/2015).
Belum lagi, kata Pengusaha Runput Laut Sulsel ini, kalau pengusaha ada rencana membangun pabrik, pengurusan izinnya berbelit-belit. Karena banyak lembaga dan kementerian yang terlibat sehingga membutuhkan waktu lama dan biaya lebih besar.
"Untuk ekspor saja, masih diperdebatkan apakah rumput laut masuk kategori bahan baku atau olahan saja. Padahal, rumput laut merupakan tanaman sustainable atau berkelanjutan dan banyak menyerap tenaga kerja besar. Jangan hilirisasi saja yang digenjot, tapi dari hulu juga," tegasnya.
Meski terkendala kebijakan, Safari optomistis dapat menggenjot ekspor tahun ini dengan peningkatan 300% sampai 2019.
Hal itu didukung pula dengan kontribusi ekspor Sulsel setiap tahunnya sekitar 65,75% terhadap nasional dan diharapkan terus tumbuh.
Bahkan, dapat dikatakan sejumlah kebijakan yang dikeluarkan tidak mendorong daya saing. Tak hanya itu, pemerintah juga terlalu banyak ikut campur dengan mengeluarkan kebijakan tak berpihak pada petani maupun pengusaha.
Safari mencontohkan, dari sisi hulu pemerintah berjanji mendorong pengembangan rumput laut, tapi tidak disiapkan zonasi tata ruang. Akibatnya, jika ada kepentingan bisnis kebanyakan petani yang jadi tumbal.
"Kalau ada pengusaha mau bangun hotel, mau membangun pelabuhan dan PLN mau membangun di area pantai pasti petani rumput laut yang diminta untuk pindah," ujarnya, saat berkunjung ke Makassar, Jumat (16/1/2015).
Belum lagi, kata Pengusaha Runput Laut Sulsel ini, kalau pengusaha ada rencana membangun pabrik, pengurusan izinnya berbelit-belit. Karena banyak lembaga dan kementerian yang terlibat sehingga membutuhkan waktu lama dan biaya lebih besar.
"Untuk ekspor saja, masih diperdebatkan apakah rumput laut masuk kategori bahan baku atau olahan saja. Padahal, rumput laut merupakan tanaman sustainable atau berkelanjutan dan banyak menyerap tenaga kerja besar. Jangan hilirisasi saja yang digenjot, tapi dari hulu juga," tegasnya.
Meski terkendala kebijakan, Safari optomistis dapat menggenjot ekspor tahun ini dengan peningkatan 300% sampai 2019.
Hal itu didukung pula dengan kontribusi ekspor Sulsel setiap tahunnya sekitar 65,75% terhadap nasional dan diharapkan terus tumbuh.
(dmd)