Ratusan Suplier Makanan Inggris Terancam Bangkrut

Minggu, 18 Januari 2015 - 09:09 WIB
Ratusan Suplier Makanan Inggris Terancam Bangkrut
Ratusan Suplier Makanan Inggris Terancam Bangkrut
A A A
Lebih dari 100 suplier makanan terancam bangkrut saat sejumlah supermarket memangkas biaya untuk mempertahankan konsumennya. “Saat ini ada semakin banyak perusahaan yang mengalami masalah keuangan di sektor ini dibandingkan di sektor lain,” ungkap laporan firma analis bisnis Begbies Traynor.

“Jumlah perusahaan makanan yang mengalami tekanan berat saat ini hampir dua kali lipat dalam tiga bulan terakhir 2014.” Industri ritel makanan juga menunjukkan tanda masalah keuangan. Laporan menyatakan, sekitar 4.550 bisnis penjualan makanan sedang menghadapi masalah pada 2014 dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 2.878. Jumlah yang mengalami krisis berat meningkat dari 733 pada kuartal IV/2013, menjadi 1.410 pada kuartal IV/2014.

Peningkatan kesulitan keuangan itu lebih dirasakan perusahaan-perusahaan kecil. Para retailer makanan kecil yang mengalami tekanan selama kuartal IV/2014 naik 61% menjadi 4.388. Adapun, manufaktur kecil makanan dan minuman yang mengalami masalah meningkat 113% menjadi1.240.

Tekanan yang dialami para produsen makanan berasal dari kesepakatan suplai dengan para pembeli besar, seperti supermarket yang dapat berupa diskon besar, lama pembayaran atau permintaan untuk potongan harga. Bulan lalu Newsnight mengungkapkan, penerapan program “pay-to-stay “ oleh Premier Foods pada para suplier-nya.

Premier kemudian menjelaskan, berbagai persyaratan program itu disalahartikan dan disalahpahami tapi pihaknya akan menyederhanakan pelaksanaannya. Premier Foods yakin program itu tidak melanggar aturan apapun dalam undang-undang kompetisi. Pemerintah Inggris juga telah menyatakan kekhawatirannya atas laporan terbaru itu.

Perusahaan yang memiliki brand seperti Mr Kipling, Ambrosia, Bisto and Oxo, meminta pembayaran dari suplier di penjuru negeri. Newsnight mendapatkan surat yang dikirim Chief Executive Officer (CEO) Premier Foods Gavin Darby bertanggal 18 November. “Kami bertujuan bekerja sama dengan suplier strategis dalam jumlah lebih kecil di masa depan yang dapat memberikan dukungan lebih baik dan berinvestasi pada ide-ide pertumbuhan kami.

Kami akan meminta Anda melakukan pembayaran investasi untuk mendukung pertumbuhan kami. Saya paham pendekatan ini mungkin memicu beberapa pertanyaan,” tulisnya. “Meski demikian, penting bahwa kami mengambil langkah tepat sekarang untuk mendukung pertumbuhan masa depan kami,” tulis Darby.

Namun, saat satu suplier bertanya di email tentang pembayaran tahunan itu, pegawai Premier lainnya menjawab, “Kami meminta pembayaran investasi dari semua basis suplai kami dan sayangnya bagi yang tidak berpartisipasi akan dinominasikan untuk dihapus dari daftar.” Salah satu dari 1.000 suplier itu, Bob Horsley, mengaku kaget menerima surat tersebut.

Horsley yang memiliki kontrak dengan Ambrosia di Devon selama lebih dari 10 tahun menjelaskan, “Saya pikir ini seperti pemerasan. Apa yang mereka katakan ialah, “Kecuali Anda membayar uang, Anda tidak dapat melakukan pekerjaan itu.”

Pengamat menilai, sejumlah supermarket harus membantu para suplier -nya. “Kecuali berbagai supermarket memperlakukan suplier mereka lebih adil dan mencari solusi jangka panjang pada upaya pemangkasan biaya, kami perkirakan lebih dari 100 dari 1410 suplier makanan dan minuman yang mengalami tekanan berat akan bangkrut sebelum akhir tahun,” papar Julie Palmer dari Begbies Traynor.

“Yang mengkhawatirkan, dengan 3,6 juta orang pegawai di jaringan suplai makanan Inggris, risiko ekonomi dan politik terkait perang harga sekarang mencapai puncak menjelang pemilu Mei.” “Para produsen dan pemasok makanan di Inggris tidak dapat melihat keuntungan apapun dari peningkatan popularitas toko diskon Jerman, Aldi and Lidl, karena sebagian besar produk kalengan mereka berasal dari luar negeri,” ujarnya.

Begbies Traynor menggunakan data keuangan untuk menyelidiki berbagai perusahaan di sektor itu yang telah berlangsung selama lebih dari setahun. Mereka memberi label “significant distress “ pada perusahaan yang memiliki rangking kredit buruk. Kondisi serupa juga dialami supermarket Tesco yang akan menutup 43 toko yang merugikan di penjuru Inggris.

Lebih dari setengah jumlah tersebut ialah toko lokal yang disebut Tesco Express. Perusahaan juga menunda rencana membuka 49 toko baru dengan ukuran sangat besar. Selain itu, Tesco menghentikan skema pensiun pegawai yang akan memangkas 250 juta pound dan mengurangi beban biaya hingga 30%. Langkah ini disambut pasar dengan kenaikan harga saham saat langkah ini diumumkan.

Langkah ini diambil setelah dua tahun masalah yang dialami Tesco yang menderita penurunan penjualan dan mengeluarkan peringatan laba. Dalam perkembangan lainnya, badan rating kredit Moody’s menurunkan peringkat Tesco menjadi Ba1, setara dengan status junk atau sampah. Ini merupakan tindakan pertama yang dilakukan Moody’s.

Syarifudin
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5894 seconds (0.1#10.140)