Penghapusan Premium Paling Cepat Empat Tahun Lagi
A
A
A
JAKARTA - Wacana penghapusan premium (RON 88) dan mengalihkan sepenuhnya ke bahan bakar setara pertamax (RON 92) dinilai paling cepat direalisasikan empat tahun ke depan. Hal itu berkaitan dengan keharusan membangun kilangkilang minyak baru untuk memproduksi RON 92 dalam jumlah yang memadai.
”Pemerintah jangan terburuburu menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis premium karena banyak kilang Pertamina masih memproduksinya,” kata anggota Komisi VII DPR Kurtubi di Jakarta kemarin. Menurut dia, penghapusan premium jika dipaksakan dalam waktu singkat berpotensi menimbulkan kerugian.
Sebab jika dipaksakan dalam waktu beberapa bulan, pemerintah harus mengimpor dalam jumlah besar dan hal itu bisa dimainkan pengusaha BBM di Singapura. Karena itu, langkah yang paling aman adalah menunggu Pertamina mengubah produksi premiumnya ke pertamax. Menurutnya, paling cepat dibutuhkan waktu empat tahun untuk merealisasikan penghapusan premium.
”Kita dorong pemerintah membangun kilang minyak agar bisa swasembada BBM,” katanya. Sementara, Direktur Eksekutif Center for Energy and Strategic Resources (Cesri) Prima Mulyasari Agustini mengatakan, tren pengalihan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium ke pertamax harus disikapi oleh pemerintah dengan cara mengurangi impor premium. Pasalnya, pengalihan konsumsi itu menandakan bahwa ada keinginan masyarakat untuk mendapatkan BBM yang lebih berkualitas.
”Mengurangi impor premium merupakan pilihan yang rasional untuk dipikirkan oleh pemerintah. Dengan mengurangi impor premium, berarti pemerintah mengarahkan masyarakat untuk mengonsumsi bahan bakar yang lebih berkualitas serta ikut mendidik masyarakat untuk kurang mengonsumsi BBM yang merusak lingkungan. Kendati itu pilihan yang tepat, Prima berpendapat, tidak berarti kebijakan strategis lainnya tidak diambil. Beberapa upaya yang bisa dilakukan setelah impor premium dibatasi adalah membangun kilang baru.
Nanang wijayanto
”Pemerintah jangan terburuburu menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis premium karena banyak kilang Pertamina masih memproduksinya,” kata anggota Komisi VII DPR Kurtubi di Jakarta kemarin. Menurut dia, penghapusan premium jika dipaksakan dalam waktu singkat berpotensi menimbulkan kerugian.
Sebab jika dipaksakan dalam waktu beberapa bulan, pemerintah harus mengimpor dalam jumlah besar dan hal itu bisa dimainkan pengusaha BBM di Singapura. Karena itu, langkah yang paling aman adalah menunggu Pertamina mengubah produksi premiumnya ke pertamax. Menurutnya, paling cepat dibutuhkan waktu empat tahun untuk merealisasikan penghapusan premium.
”Kita dorong pemerintah membangun kilang minyak agar bisa swasembada BBM,” katanya. Sementara, Direktur Eksekutif Center for Energy and Strategic Resources (Cesri) Prima Mulyasari Agustini mengatakan, tren pengalihan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium ke pertamax harus disikapi oleh pemerintah dengan cara mengurangi impor premium. Pasalnya, pengalihan konsumsi itu menandakan bahwa ada keinginan masyarakat untuk mendapatkan BBM yang lebih berkualitas.
”Mengurangi impor premium merupakan pilihan yang rasional untuk dipikirkan oleh pemerintah. Dengan mengurangi impor premium, berarti pemerintah mengarahkan masyarakat untuk mengonsumsi bahan bakar yang lebih berkualitas serta ikut mendidik masyarakat untuk kurang mengonsumsi BBM yang merusak lingkungan. Kendati itu pilihan yang tepat, Prima berpendapat, tidak berarti kebijakan strategis lainnya tidak diambil. Beberapa upaya yang bisa dilakukan setelah impor premium dibatasi adalah membangun kilang baru.
Nanang wijayanto
(bbg)