Kontroversi Kata Bijak Bob Sadino

Kamis, 22 Januari 2015 - 10:10 WIB
Kontroversi Kata Bijak Bob Sadino
Kontroversi Kata Bijak Bob Sadino
A A A
“IPK di atas 3 koma, alamat Anda akan jadi calon karyawan.” “Kuliah itu hanya memasukkan sampah ke kepala anda.”

“Kuliah itu kegiatan gobl*k, besok jangan masuk kuliah.” Itu kata-kata bijak yang disampaikanolehBobSadinodalam berbagai acara di kampus-kampus. Bisa dibayangkan betapa pucatnya wajah para dosen yang telah mengundang Bob Sadino dan bagaimana kepanikan mengatur strategi untuk mengembalikan mindset mahasiswanya, ke “pemikiran yang benar”.

Saya juga pernah merasakan duduk di kursi panas saat seseorang menyanggah “Mengapa Ibu repot-repot mengajarkan riset kepada kami? Steve Jobs tidak pernah riset, tetapi produkproduknya sangat sukses.” Betapa tidak? Kalimat yang sering saya sampaikan di kelas dan di setiap workshop yang diselenggarakan oleh ETNOMARK adalah: “Riset. Riset. Riset! Ini adalah tiga hal terpenting agar bisa sukses dalam bisnis.”

Momen kehilangan Bob Sadino untuk selama-lamanya membuat saya merenung untuk memahami kata-kata bijaknya. Sama seperti saat saya mencoba memahami Steve Jobs yang sangat visioner. Bob Sadino, sama seperti Jobs, adalah tokoh dan sosok visioner yang dimiliki oleh negeri ini. Nasihat dan kata-kata bijak mereka adalah peninggalan yang sangat berarti. Kedua tokoh ini adalah sosok yang unik yang beda dari lainnya (keluar dari mainstream).

Bob Sadino dan Steve Jobs bukanlah orang biasa. Mereka adalah kelompok jenius. Cara seorang jenius berkomunikasi memang tidak sama dengan yang lain. Kalimat Steve Jobs yang kontroversial adalah, “We do no market research. With great products, business will follow.” Bob Sadino tidak kalah kontroversial, “Tidak perlu sekolah untuk bisa sukses.”

Read Between the Lines

Penting bagi kita untuk read between the lines dan memaknai dasar filosofi kalimat-kalimat kaum visioner seperti Steve Jobs dan Bob Sadino. Untuk bisa menghayati makna percakapan mereka, kita perlu mengerti konteks pembahasannya secara lebih luas dan holistis. Kalimat kontroversi, “We do no market research “ itu disampaikan oleh Steve Jobs dalam sebuah interviu dengan majalah Fortune.

Kalimat ini diulang lagi pada peluncuran iPad, saat ditanya oleh jurnalis apakah dia melakukan riset pasar. Dia menjawab tidak satu pun riset dilakukan, dan bukan tugas konsumen untuk tahu apa yang mereka inginkan. Dari banyak membaca pidato Steve Jobs, sampai pada analisa “tidak riset” itu berarti: jika ingin sukses dalam pengembangan produk baru, jangan melakukan riset-riset konvensional.

Gunakan kreativitas dalam riset, think out-of-the box , jangan mengerjakan riset dengan teknik yang itu-itu saja. Kenyataan berbicara bahwa Apple tidak mengerjakan lagi kegiatan riset konvensional seperti memahami konsumen melalui rangkaian survei. Hal yang dikerjakan oleh Apple masuk ke dalam keseharian konsumen untuk mengerti mereka.

Bahwa Apple percaya riset itu bisa dikonfirmasi dari pidato Jobs lain berikut: “Weve spoken to a lot of our customers and we think weve come up with something youll like.” Berbicara dengan konsumen adalah murni kegiatan riset. Memang bukan melalui metode survei atau focus group yang konvensional. Berada di alam konsumen dalam toko-toko Apple Stores dan berbicara dengan konsumennya merupakan riset pemasaran dengan metode kontemporer, via etnografi.

Mengapa Om Bob tidak menganjurkan kuliah karena output -nya adalah “orang pintar”. Dari berbagai makalahnya, ternyata yang dimaksud oleh Om Bob sebagai “orang pintar” adalah orang yang keminter alias merasa pintar. Menurut Bob Sadino, “orang pintar” biasanya tidak menghargai orang lain, tidak mau belajar dari situasi, terlalu banyak ide tetapi tidak melaksanakannya, tidak berani memulai sesuatu, berkutat pada analisis dan bukan action -nya, tidak paham konsumennya, merasa mampu padahal belum bisa, dst.

Tentu Om Bob tahu bahwa tidak semua orang pintar merasa pintar. Dia hanya ingin menyampaikan pesan secara terselubung agar para peserta workshop ikut berpikir bersamanya. Bob Sadino mengerti betul bahwa orang pintar dalam arti yang luas adalah orangorang yang bukan hanya mengerti ilmu secara akademik, tetapi bisa menerapkan ilmunya dalam praktik.

Orang pintar yang merasa pintar jumlahnya sedikit dan bukan hasil dari pendidikan yang benar. Dalam kerangka yang lebih luas, definisi orang pintar sebenarnya adalah orang yang pintar dalam segala bidang yang dia pelajari sendiri dari jalanan (smart street ) dan dia pelajari dari dosen-dosen dan para tutornya. Pelajaran dari para tutor adalah jalan pintas menjadi orang pintar sejati.

Pintar luar dalam. Marilah kita baca ulang katakata Om Bob. Sebenarnya pesan yang terselubung adalah, “Kuliah itu percuma jika dengan cara- cara yang Anda lakukan sekarang. Hanya membaca diktat tanpa mengerti dan memahami pelajarannya.” “Kalau mau kuliah, galilah kemampuan diri sendiri. Aktiflah mencari informasi. Tidak menunggu disuapi dan dikuliahi para dosen.” Kesimpulannya, Bob Sadino menjelaskan secara tidak langsung bahwa sekolah itu hanyalah untuk orang-orang yang tahu bagaimana “sekolah” yang benar.

Tidak usah sekolah atau kuliah jika hanya membuangbuang waktu. Karena kesuksesan hanya datang pada orangorang yang mengerjakan segala sesuatunya dengan tekun, konsisten, dan persisten. Orang pintar adalah orang yang bergerak cepat memanfaatkan kesempatan. Seperti kata Om Bob, “Berhentilah membuat rencana. Bergeraklah.”

Amalia E. Maulana. PH.D.
Brand Consultant & Ethnographer ETNOMARK Consulting www.amaliamaulana.com @etnoamalia
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6993 seconds (0.1#10.140)