Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Jum'at, 23 Januari 2015 - 11:06 WIB
Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
A A A
Disadari atau tidak, disukai atau tidak, siap atau tidak, dengan kita memasuki tahun 2015, maka berarti pula kita memasuki era baru dalam kehidupan sebagai masyarakat ASEAN dengan terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan penerapan AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) yang seyogianya di mulai tahun 2020 namun dipercepat menjadi tahun 2015 ini.

Dunia perdagangan atau bisnis yang paling dulu dan pertama akan merasakan dampaknya sebelum masyarakat luas, baik sebagai konsumen maupun pemasok. MEA menjadi pasar tunggal terbuka meliputi sepuluh negara yang bergabung (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand selaku negara- negara pemrakarsa ditambah Laos, Kamboja, Myanmar dan Vietnam).

Tujuan membentuk MEA pada prinsipnya ada dua: a. Ke dalam, membuka diri bagi semua negara anggota, tidak lagi eksklusif. “Satu untuk semua, semua untuk satu” dilihat dari konteks peluang (opportunity), di samping ancaman (threat) terhadap masingmasing negara, b. Keluar, mengimbangi dan membentengi diri terhadap kelompok masyarakat ekonomi lain seperti masyarakat ekonomi Eropa (EU) dan Amerika Utara (NAFTA), dan juga dua negara raksasa ekonomi; Tiongkok dan India.

Indonesia dengan jumlah penduduk 250 juta menjadi pasar terbesar dan incaran negara anggota MEA lainnya, dan jika kita tidak berbenah diri dan bersiap, terlena dan berbangga sebagai negara besar, sayangnya hanya menjadi pasar bagi negara lain bukan atau belum sebaliknya.

Negara-negara yang agresif dan didukung pemerintahnya akan menyerbu negara lain dengan berbagai strategi seperti: a. pilihan produk yang banyak dipakai dan dikonsumsi orang banyak, b. produksi massal dengan mesin-mesin berkapasitas tinggi atau besar untuk menjamin suplai, c. harga yang ditekan untuk lebih kompetitif dengan harga yang ditawarkan oleh negara lain.

Tiga strategi tersebut diterapkan oleh Tiongkok dan berhasil memasuki pasar mana saja di seluruh dunia. Ke negara mana kita pergi, di situ kita menemui produk “Made in China atau Made in the People Republic of China.” Dalam situasi pasar terbuka era MEA, pembeli atau konsumen akan lebih memakai pemikiran rasional mereka; bebas memilih dengan faktor harga yang menjadi pertimbangan utama khususnya di negara dengan mayoritas penduduk menengah ke bawah seperti Laos, Myanmar, Vietnam, dan sebagian penduduk Indonesia.

Perlu dicamkan bahwa hanya negara yang kuat bertahan melindungi diri terhadap ancaman yang dapat melihat dan memanfaatkan peluang di negara lain. Ada beberapa hal yangperlumenjadicatatandalam usaha kita mempertahankan diri dan memanfaatkan peluang: a. sektor pariwisata, kita memiliki begitu banyak pemandangan yang indah dan budaya yang melegenda, dan itu sulit ditandingi dan disaingi karena keunikannya.

Namun perlu didukung dengan sarana (infrastruktur); jalan, listrik, air bersih, hotel, restoran, dan yang terpenting sarana komunikasi dan keamanan (safety and security). Produk-produk kerajinan tangan setempat juga merupakan daya tarik bagi turis untuk berbelanja sebagai oleh-oleh. b. makanan khas daerah; kita memilikiberbagaijenismakanan khas daerah yang telah menjadi makanan nasional walaupun dengan sedikit modifikasi seperti masakan padang, sate, nasigoreng, nasigudeg, nasiliwet dan lainnya yang dapat dikemas dan siap dimakan.

Juga camilan seperti lemper, dodol, ledre, kerupuk, lumpia dan lain-lain yang nikmat dan lezat, demikian pula dengan minuman seperti bandrek, markisa, air tebu, dan lain-lain. c. produk-produk kesenian khas daerah seperti wayang, angklung, gendang, dan replika- replika sejarah setempat. Pada intinya semakin unik baik dalam rasa maupun dalam bentuk jika diolah dan ditempatkan dalam kemasan menarik, akan dapat dijual kepada turis yang datang.

Pemerintah perlu membantu dalam sarana dan permodalan untuk mengembangkan sektor pariwisata dan produkproduk terkait, dan membatasi bahkan melarang kepemilikan asing dalam industri tersebut, setidaknya itu masih tetap menjadi kebanggaan kita sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Tulisan ini dimaksudkan untuk menyadarkan kita atas kenyataan yang ada, dan perlunya kita berbuat sesuatu yang tidak biasanya dalam mengimbangi serbuan asing dan sebaliknya memanfaatkan peluang di era MEA yang tidak lagi bisa ditunda.

Tidak hanya dalam politik, nasionalisme dan jiwa patriotik juga diperlukan dalam dunia bisnis; bagaimana kita dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri dengan memanfaatkannya untuk kepentingan kita. Selamat bergabung dalam komunitas dan Masyarakat Ekonomi ASEAN!

DR Eliezer H Hardjo PhD, CM
Ketua Dewan Juri Rekor Bisnis (ReBi) & The Institute of Certified Professional Managers (ICPM)
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6519 seconds (0.1#10.140)