Pertamina Tingkatkan Kapasitas Kilang
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina tengah mengerjakan Refining Development Program Masterplan Progam (RDMP) guna meningkatkan kapasitas kilang bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.
Vice President Strategic Planning, Business Development, and Operation Risk Direktorat Pengolahan Pertamina Achmad Fathoni Mahmud mengatakan, pegembangan kapasitas kilang tahap pertama akan dilakukan di tiga kilang, yakni Balongan, Cilacap, dan Balikpapan, yang ditargetkan beroperasi pada 2020-2021.
Sedangkan dalam tahap kedua dilakukan di Kilang Dumai dan Plaju, dengan target rampung pada 2025.
"Apabila proyek ini tuntas maka akan memiliki daya saing tinggi di kawasan Asia Pasifik," kata dia di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Jumat (23/1/2015).
Menurut Achmad, program RDMP telah berhasil menggaet tiga calon investor, yaitu Saudi Aramco, Sinopec dan JX Nippon Oil and Energy Japan. Perusahaan ini digaet untuk mengolah minyak mentah sour yang memiliki kandungan sulfur tinggi.
"Dengan demikian, program kilang Pertamina ini akan dapat memanfaatkan minyak mentah lebih murah sekaligus dengan hasil produk yang lebih banyak," katanya.
Dia menuturkan, saat ini kilang BBM Pertamina banyak menggunakan minyak mentah light sweet crude yang harganya relatif lebih mahal, sehingga penerapan RDMP kilang-kilang Pertamina akan mampu mengolah minyak-minyak sour crude yang lebih murah.
"Di dukung dengan kompleksitas yang tinggi, margin akan semakin baik, sehingga secara rata-rata akan menjadi yang paling kompetitif di kawasan Asia Pasifik," terang Achmad.
Tidak hanya itu, program RDMP juga akan mendongkrak kapasitas pengolahan minyak mentah dari posisi saat ini sekitar 820 ribu barel per hari (bph) menjadi 1,68 juta bph atau dua kali lipat.
Di samping itu, fleksibilitas kilang juga akan meningkat, di antaranya kemampuan untuk mengolah minyak mentah dengan tingkat kandungan sulfur setara 2%, di mana saat ini kandungan sulfur pada minyak mentah yang dapat ditoleransi hanya 0,2%.
Dengan kompleksitas tinggi, produksi BBM yang dihasilkan akan naik sekitar 2,5 kali lipat dari 620 ribu bph saat ini menjadi 1,52 juta bph dengan produk utama gasoline dan diesel.
"Produk-produk tersebut akan memiliki kualitas tinggi yang comply terhadap standar Euro IV," terangnya.
VP Refining Technology Direktorat Pengolahan Budi Santoso Syarif mengungkapkan, kilang-kilang yang didirikan antara tahun 1920-1990, desain awalnya untuk mengolah minyak mentah lokal, umumnya light sweet crude.
"Hasilnya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia pada saat itu, yaitu premium, kerosene, dan solar," terangnya.
Budi mengatakan dengan fluktuasi harga minyak mentah, regulasi produk yang berubah, dan tuntutan akan perlindungan terhadap lingkungan yang semakin ketat maka program RDMP menjadi sangat relevan untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut.
"RDMP juga akan meningkatkan ketahanan energi nasional karena akan mengurangi Indonesia terhadap ketergantungan impor BBM," kata dia.
Vice President Strategic Planning, Business Development, and Operation Risk Direktorat Pengolahan Pertamina Achmad Fathoni Mahmud mengatakan, pegembangan kapasitas kilang tahap pertama akan dilakukan di tiga kilang, yakni Balongan, Cilacap, dan Balikpapan, yang ditargetkan beroperasi pada 2020-2021.
Sedangkan dalam tahap kedua dilakukan di Kilang Dumai dan Plaju, dengan target rampung pada 2025.
"Apabila proyek ini tuntas maka akan memiliki daya saing tinggi di kawasan Asia Pasifik," kata dia di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Jumat (23/1/2015).
Menurut Achmad, program RDMP telah berhasil menggaet tiga calon investor, yaitu Saudi Aramco, Sinopec dan JX Nippon Oil and Energy Japan. Perusahaan ini digaet untuk mengolah minyak mentah sour yang memiliki kandungan sulfur tinggi.
"Dengan demikian, program kilang Pertamina ini akan dapat memanfaatkan minyak mentah lebih murah sekaligus dengan hasil produk yang lebih banyak," katanya.
Dia menuturkan, saat ini kilang BBM Pertamina banyak menggunakan minyak mentah light sweet crude yang harganya relatif lebih mahal, sehingga penerapan RDMP kilang-kilang Pertamina akan mampu mengolah minyak-minyak sour crude yang lebih murah.
"Di dukung dengan kompleksitas yang tinggi, margin akan semakin baik, sehingga secara rata-rata akan menjadi yang paling kompetitif di kawasan Asia Pasifik," terang Achmad.
Tidak hanya itu, program RDMP juga akan mendongkrak kapasitas pengolahan minyak mentah dari posisi saat ini sekitar 820 ribu barel per hari (bph) menjadi 1,68 juta bph atau dua kali lipat.
Di samping itu, fleksibilitas kilang juga akan meningkat, di antaranya kemampuan untuk mengolah minyak mentah dengan tingkat kandungan sulfur setara 2%, di mana saat ini kandungan sulfur pada minyak mentah yang dapat ditoleransi hanya 0,2%.
Dengan kompleksitas tinggi, produksi BBM yang dihasilkan akan naik sekitar 2,5 kali lipat dari 620 ribu bph saat ini menjadi 1,52 juta bph dengan produk utama gasoline dan diesel.
"Produk-produk tersebut akan memiliki kualitas tinggi yang comply terhadap standar Euro IV," terangnya.
VP Refining Technology Direktorat Pengolahan Budi Santoso Syarif mengungkapkan, kilang-kilang yang didirikan antara tahun 1920-1990, desain awalnya untuk mengolah minyak mentah lokal, umumnya light sweet crude.
"Hasilnya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia pada saat itu, yaitu premium, kerosene, dan solar," terangnya.
Budi mengatakan dengan fluktuasi harga minyak mentah, regulasi produk yang berubah, dan tuntutan akan perlindungan terhadap lingkungan yang semakin ketat maka program RDMP menjadi sangat relevan untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut.
"RDMP juga akan meningkatkan ketahanan energi nasional karena akan mengurangi Indonesia terhadap ketergantungan impor BBM," kata dia.
(rna)