Kemenhub Dinilai Belum Paham Keuntungan Penerbangan
A
A
A
JAKARTA - Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo mengatakan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) belum memahami tentang perhitungan keuntungan dari penerbangan.
Menurutnya, Kemenhub masih menganggap bahwa semakin banyak maskapai penerbangan, semakin banyak keuntungan yang didapat.
Semakin banyaknya maskapai penerbangan di Indonesia sebenarnya sangat merugikan jika dilihat dari aspek keamanan penerbangan.
"Semakin banyak maskapai penerbangan sebetulnya Indonesia banyak dirugikan," katanya di Jakarta, Minggu (25/1/2015).
Dia mengatakan, perhitungan keuntungan penerbangan bukan dilihat dari aspek maskapai penerbangan, melainkan dari segi keamanan penerbangan dan aspek lainnya, termasuk jalur penerbangannya.
Sementara, pemerhati kebijakan publik Agus Pambagio menilai Ditjen Perhubungan menyimpan segudang masalah sehingga tidak efektif sebagai regulator.
Menurutnya, lembaga bisnis praktis akan berjalan baik jika regulatornya menerapkan UU yang baik.
"Lembaga pebisnis itu taat pada regulator, jika regulatornya bagus maka akan berjalan baik," ujarnya.
Menurutnya, Indonesia adalah satu dari tiga negara yang dilarang unit penerbangannya dipakai di luar negeri karena buruknya sistem regulasi penerbangan.
Karena itu, sistem yang buruk harus segera diperbaiki dan tidak ada urusannya dengan politisasi.
"ini tidak ada urusan politik, ini urusan keselamatan sipil, jangan bicara politis kerjakan saja sebagai perbaikan," ujarnya.
Dia menambahkan, yang bertanggung jawab alam hal ini adalah regulator yang membawahi air navigate dan sumber daya manusianya harus perbaiki. Kemudian jadikan dan lengkapi bandara dengan elektronik sistem sehingga bisa dengan baik melakukan kerjanya.
"Maskapai LCC (Low Cost Carrier) tidak dikenal di UU, namun kehadirannya harus menjadi saingan penerbangan yang tetap mengedepankan keamanan," tegas Agus.
Menurutnya, Kemenhub masih menganggap bahwa semakin banyak maskapai penerbangan, semakin banyak keuntungan yang didapat.
Semakin banyaknya maskapai penerbangan di Indonesia sebenarnya sangat merugikan jika dilihat dari aspek keamanan penerbangan.
"Semakin banyak maskapai penerbangan sebetulnya Indonesia banyak dirugikan," katanya di Jakarta, Minggu (25/1/2015).
Dia mengatakan, perhitungan keuntungan penerbangan bukan dilihat dari aspek maskapai penerbangan, melainkan dari segi keamanan penerbangan dan aspek lainnya, termasuk jalur penerbangannya.
Sementara, pemerhati kebijakan publik Agus Pambagio menilai Ditjen Perhubungan menyimpan segudang masalah sehingga tidak efektif sebagai regulator.
Menurutnya, lembaga bisnis praktis akan berjalan baik jika regulatornya menerapkan UU yang baik.
"Lembaga pebisnis itu taat pada regulator, jika regulatornya bagus maka akan berjalan baik," ujarnya.
Menurutnya, Indonesia adalah satu dari tiga negara yang dilarang unit penerbangannya dipakai di luar negeri karena buruknya sistem regulasi penerbangan.
Karena itu, sistem yang buruk harus segera diperbaiki dan tidak ada urusannya dengan politisasi.
"ini tidak ada urusan politik, ini urusan keselamatan sipil, jangan bicara politis kerjakan saja sebagai perbaikan," ujarnya.
Dia menambahkan, yang bertanggung jawab alam hal ini adalah regulator yang membawahi air navigate dan sumber daya manusianya harus perbaiki. Kemudian jadikan dan lengkapi bandara dengan elektronik sistem sehingga bisa dengan baik melakukan kerjanya.
"Maskapai LCC (Low Cost Carrier) tidak dikenal di UU, namun kehadirannya harus menjadi saingan penerbangan yang tetap mengedepankan keamanan," tegas Agus.
(izz)