Industri Keramik Oversupply

Selasa, 03 Februari 2015 - 14:41 WIB
Industri Keramik Oversupply
Industri Keramik Oversupply
A A A
JAKARTA - Industri keramik nasional saat ini mengalami kelebihan produksi (oversupply) karena pertumbuhan investasi yang besar-besaran dalam dua tahun terakhir mengikuti pertumbuhan properti yang berkembang pesat.

”Kita harus dapat menjaga dan mengurangi impor keramik ke Indonesia. Impor keramik mencapai 15% dari total kebutuhan dalam negeri atau sekitar 75 juta meter persegi per tahun,” kata Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga di Jakarta kemarin. Dia menambahkan, kapasitas produksi keramik industri dalam negeri meningkat 70% dibandingkan pada 2012.

”Sekarang kapasitas kita 550 juta meter persegi per tahun. Sementara kebutuhan pasar dalam negeri 490 juta hingga 500 juta meter persegi per tahun,” sebutnya. Pasokan ini masih ditambah dengan ada impor keramik yang tiap tahun trennya mengalami peningkatan. Karena itu, pihaknya mengusulkan ke pemerintah agar mengendalikan impor keramik.

”Kami mengusulkan agar pelabuhan itu tidak bisa dimasuki secara langsung. Misalnya importir harus melewati pelabuhan tertentu sehingga pembatasan itu dapat dipantau,” katanya. Dia melanjutkan, keramik Indonesia yang sudah diekspor sekitar 11% ke Asia Tenggara. ”Kita hampir ekspor ke 49 negara, cuma volumenya masih kecilkecil. Paling banyak ke Asia, sebagian ke Australia,” lanjutnya.

Di sisi lain, industri keramik juga menghadapi kendala pada harga gas yang tinggi sehingga mengakibatkan biaya produksi menjadi tinggi. Dia membandingkan harga gas di Indonesia lebih mahal ketimbang di Malaysia, Singapura, maupun Thailand.

”Kita harapkan bagaimana manufaktur dapat dibantu dari harga energinya sehingga manufaktur mendapat nilai tambah,” ujarnya. Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Harjanto mengatakan, memang tidak bisa begitu saja menghalangi impor keramik kalau tidak punya dasar yang cukup kuat.

”Pengawasannya harus lebih terintegrasi sehingga tidak tercerai- berai. Kami juga akan mengusulkan agar industri ini dimasukkan dalam list DNI (daftar negatif investasi) melihat sudah banyaknya industri yang terlibat sehingga daya saingnya juga tumbuh,” tuturnya. Sementara harga gas, lanjutnya, akan diupayakan untuk mendapatkan harga yang kompetitif.

”Kita akan hitung dari hulu sampai hilir sehingga nanti usulan ini lebih konkret dan industri ini bisa survive. Memang nyatanya industri manufaktur turun. Ini menjadi kekhawatiran kita mengingat perbandingan harga dengan negara lain di antar ASEAN harga gas kita paling mahal,” pungkasnya.

Oktiani endarwati
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0519 seconds (0.1#10.140)