Pemerintah Diminta Fokus Perpanjangan Kontrak
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta tidak lengah terhadap masalah utama PT Freeport Indonesia yakni perpanjangan kontrak yang akan berakhir pada 2021.
Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Budi Santoso menilai pemerintah terlalu asyik terhadap amendemen kontrak karya (KK) pertambangan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). Namun, pemerintah lupa masalah strategis justru perpanjangan kontrak.
“Langkah pemerintah memperpanjang negosiasi amendemen kontrak dengan Freeport menunjukkan pemerintah terjebak pada substansi kontrak karya,” kata dia di Jakarta kemarin. Padahal, Freeport selama hampir 50 tahun tidak mendorong manfaat ekonomi yang lebih besar. Freeport seharusnya tidak hanya memberikan kontribusi pada pemerintah, tetapi juga memberikan multiplier effectyang lebih besar.
“Pemerintah harus lebih banyak menyiapkan strategi bagaimana manfaat ekonomi lebih besar bagi bangsa ini dan tidak merengek-rengek lagi tentang smelter,” ungkapnya. Budi menegaskan, pemerintah seharusnya mempertimbangkan kemampuan mengelola sumber daya alam sendiri bukan merengek-rengek ke Freeport. “Efek ini jauh lebih penting yakni kedaulatan dan kemandirian daripada merengek- rengek pada Freeport. Bangsa ini sudah mampu mengelola sumber daya alamnya,” tandasnya.
Ia juga mengatakan, kontribusi Freeport terhadap negara perlu memerhatikan pendapatan asli daerah (PAD). Pasalnya, kegiatan tambang memiliki kendala keekonomian dan risiko. “Manfaat ekonomi harus dilihat dari value chain. Industri yang harus dibangun, sehingga kegiatan ekonomi nasional terlibat. Ini memang harus mengubah paradigma pemerintah yang hanya fokus pada pendapatan pemerintah menjadi economic booster,” tutur Budi.
Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoedin mengatakan, Freeport tetap akan menghormati kedaulatan negara melalui aturan yang berlaku.“ Padaakhirkontrakdi2021 Freeport tidak akan mengenal kontrak karya tapi izin pertambangan khusus,” ungkapnya.
Sebagai informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memperpanjang amendemen renegosiasi KK pertambangan Freeport hingga 25 Juli 2015. Keduanya telah menandatangani nota kesepahaman amendemen KK dengan pemerintah pada 25 Juli 2014. Nota kesepahaman menyangkut enam poin pokok, di antaranya luas wilayah, royalti, pajak dan bea ekspor, pengolahan dan pemurnian dalam negeri, divestasi saham, penggunaan tenaga kerja lokal, barang dan jasa dalam negeri, dan masa berlaku kontrak.
Di samping itu, Freeport juga mengajukan perpanjangan kontrak hingga 2041 namun belum disetujui pemerintah.
Nanang wijayanto
Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Budi Santoso menilai pemerintah terlalu asyik terhadap amendemen kontrak karya (KK) pertambangan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). Namun, pemerintah lupa masalah strategis justru perpanjangan kontrak.
“Langkah pemerintah memperpanjang negosiasi amendemen kontrak dengan Freeport menunjukkan pemerintah terjebak pada substansi kontrak karya,” kata dia di Jakarta kemarin. Padahal, Freeport selama hampir 50 tahun tidak mendorong manfaat ekonomi yang lebih besar. Freeport seharusnya tidak hanya memberikan kontribusi pada pemerintah, tetapi juga memberikan multiplier effectyang lebih besar.
“Pemerintah harus lebih banyak menyiapkan strategi bagaimana manfaat ekonomi lebih besar bagi bangsa ini dan tidak merengek-rengek lagi tentang smelter,” ungkapnya. Budi menegaskan, pemerintah seharusnya mempertimbangkan kemampuan mengelola sumber daya alam sendiri bukan merengek-rengek ke Freeport. “Efek ini jauh lebih penting yakni kedaulatan dan kemandirian daripada merengek- rengek pada Freeport. Bangsa ini sudah mampu mengelola sumber daya alamnya,” tandasnya.
Ia juga mengatakan, kontribusi Freeport terhadap negara perlu memerhatikan pendapatan asli daerah (PAD). Pasalnya, kegiatan tambang memiliki kendala keekonomian dan risiko. “Manfaat ekonomi harus dilihat dari value chain. Industri yang harus dibangun, sehingga kegiatan ekonomi nasional terlibat. Ini memang harus mengubah paradigma pemerintah yang hanya fokus pada pendapatan pemerintah menjadi economic booster,” tutur Budi.
Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoedin mengatakan, Freeport tetap akan menghormati kedaulatan negara melalui aturan yang berlaku.“ Padaakhirkontrakdi2021 Freeport tidak akan mengenal kontrak karya tapi izin pertambangan khusus,” ungkapnya.
Sebagai informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memperpanjang amendemen renegosiasi KK pertambangan Freeport hingga 25 Juli 2015. Keduanya telah menandatangani nota kesepahaman amendemen KK dengan pemerintah pada 25 Juli 2014. Nota kesepahaman menyangkut enam poin pokok, di antaranya luas wilayah, royalti, pajak dan bea ekspor, pengolahan dan pemurnian dalam negeri, divestasi saham, penggunaan tenaga kerja lokal, barang dan jasa dalam negeri, dan masa berlaku kontrak.
Di samping itu, Freeport juga mengajukan perpanjangan kontrak hingga 2041 namun belum disetujui pemerintah.
Nanang wijayanto
(ftr)