Ekonom: Target Pajak Jokowi Bisa Lumpuhkan Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah sepakat untuk mematok target pajak non migas sebesar Rp1.489,7 triliun dan pajak migas Rp139,3 triliun. Ekonom menilai angka ini berpotensi melumpuhkan ekonomi.
Ekonom senior Didik J Rachbini mengemukakan, dalam anggaran APBNP 2015 yang disetujui DPR RI, target penerimaan pajak pemerintah akan menjadi sektor paling kritis. Target pajak ini naik signifikan dibanding tahun anggaran 2014.
"Kalau APBNP paling kritis penerimaan, pemerintah dalam hal ini presiden mau menggenjot pajak sebesar-besaran dengan tambahan pajak Rp600 triliun yang ingin diminta. Secara teroritis, seperti kita tahu, kalau pajak digenjot maka akan jadi buruk bagi perekonomian," ujar Didik dalam diskusi Perspektif Indonesia di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu (14/2/2015).
Didik menuturkan, jika penerimaan negara dari sektor pajak terlalu tinggi, maka para investor akan berpikir dua kali untuk berinvestasi di Indonesia. Jika ini terjadi, maka rencana-rencana anggaran dana desa dan infrastruktur Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan sulit terlaksana.
"Tidak ada yang signifikan, kecuali penerimaan negara akan bermasalah, harga-harga turun, pajak turun. Kalau tidak semua budget untuk dana desa dan infrastruktur tidak mencapai sasaran," jelas Didik.
Sebelumnya, Komisi XI DPR RI tidak yakin target pajak akan tercapai pemerintah. Ini karena banyaknya masalah internal dan eksternal yang masih menjadi bayang-bayang di Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Anggota Komisi XI Roswinda Manurung menjelaskan, faktor utama adalah sumber daya manusia (SDM) di intern pegawai pajak yang belum mencukupi jumlah pantas. Saat ini, pegawai pajak di Indonesia baru mencapai 32.000.
"Itu kalau kita lihat rasionya begini 1 SDM:8.000 dengan wajib pajak (WP). Apa iya target pajak itu akan tercapai? Nanti kalau sudah begitu, alasan di akhir tahun disebut gara-gara masalah SDM lagi. Itu lagu lama," ujarnya, Kamis (12/2/2015) malam.
Dia juga meminta penjelasan lebih lanjut dari Ditjen Pajak tentang penambahan SDM untuk WP dan perluasan kapasitas organisasi. Karena, optimisme Ditjen Pajak di awal tahun selalu kandas, dengan alasan yang sama saat target tidak tercapai. "Jadi, bagaimana caranya Ditjen Pajak mewujudkan hal tersebut," tandasnya.
Ekonom senior Didik J Rachbini mengemukakan, dalam anggaran APBNP 2015 yang disetujui DPR RI, target penerimaan pajak pemerintah akan menjadi sektor paling kritis. Target pajak ini naik signifikan dibanding tahun anggaran 2014.
"Kalau APBNP paling kritis penerimaan, pemerintah dalam hal ini presiden mau menggenjot pajak sebesar-besaran dengan tambahan pajak Rp600 triliun yang ingin diminta. Secara teroritis, seperti kita tahu, kalau pajak digenjot maka akan jadi buruk bagi perekonomian," ujar Didik dalam diskusi Perspektif Indonesia di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu (14/2/2015).
Didik menuturkan, jika penerimaan negara dari sektor pajak terlalu tinggi, maka para investor akan berpikir dua kali untuk berinvestasi di Indonesia. Jika ini terjadi, maka rencana-rencana anggaran dana desa dan infrastruktur Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan sulit terlaksana.
"Tidak ada yang signifikan, kecuali penerimaan negara akan bermasalah, harga-harga turun, pajak turun. Kalau tidak semua budget untuk dana desa dan infrastruktur tidak mencapai sasaran," jelas Didik.
Sebelumnya, Komisi XI DPR RI tidak yakin target pajak akan tercapai pemerintah. Ini karena banyaknya masalah internal dan eksternal yang masih menjadi bayang-bayang di Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Anggota Komisi XI Roswinda Manurung menjelaskan, faktor utama adalah sumber daya manusia (SDM) di intern pegawai pajak yang belum mencukupi jumlah pantas. Saat ini, pegawai pajak di Indonesia baru mencapai 32.000.
"Itu kalau kita lihat rasionya begini 1 SDM:8.000 dengan wajib pajak (WP). Apa iya target pajak itu akan tercapai? Nanti kalau sudah begitu, alasan di akhir tahun disebut gara-gara masalah SDM lagi. Itu lagu lama," ujarnya, Kamis (12/2/2015) malam.
Dia juga meminta penjelasan lebih lanjut dari Ditjen Pajak tentang penambahan SDM untuk WP dan perluasan kapasitas organisasi. Karena, optimisme Ditjen Pajak di awal tahun selalu kandas, dengan alasan yang sama saat target tidak tercapai. "Jadi, bagaimana caranya Ditjen Pajak mewujudkan hal tersebut," tandasnya.
(dmd)