APEI Genjot Kompetensi Profesi Bidang Tenaga Kelistrikan
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Profesionalis Elekterikal-Mekanikal Indonesia atau APEI terus menggenjot kompetensi di bidang Tenaga Kelistrikan, mengingat besarnya potensi pasar listrik Indonesia jelang dibukanya Pasar ASEAN 2015.
Ketua APEI Provinsi DKI Jakarta Puji Muhardi mengatakan, potensi pasar yang besar tersebut harus diikuti dengan kompetensi tenaga kelistrikan agar bisa bersaing dengan tenaga kelistrikan negara lain di ASEAN.
“Pasar ASEAN itu kan kesepakatan di antara negara-negara ASEAN membuka pasar. Kalau kita di pasar konstruksi bidang ketenagalistrikan, melihat itu merupakan potensi yang besar. Sebab, proyek kelistrikan di Indonesia itu sangat besar. Yang perlu dilakukan yaitu mengantisipasi masuknya tenaga asing. Caranya, dengan melakukan uji kompetensi agar bisa bersaing dengan tenaga konstruksi listrik dari negara lain,” ujar dia, usai Seminar Penilai Ahli Konstruksi Ketenagalistrikan yang digelar APEI DKI Jakarta, di Kantor APEI, kemarin.
Menurut dia, dengan adanya kompetensi yang terertifikasi, baik melalui tenaga terampil maupun tenaga ahli, peluang merebut pasar bagi tenaga kerja kelistrikan di dalam negeri akan semakin besar. Di Provinsi DKI Jakarta sendiri jumlah tenaga kelistrikan yang memiliki sertifikasi kompetensi mencapai kurang lebih 2.400 anggota, dari jumlah anggota APEI DKI yang terdaftar sebanyak 3.500 anggota.
“Jumlah anggota yang memiliki kompetensi macam-macam. Ada tenaga ahli dengan jumlah kurang lebih 1.600 orang dan tenaga terampil kurang lebih 1.800,” ucapnya. Di tempat yang sama Ketua Umum APEI Nasional Heru Subagyo mengharapkan pemerintah untuk terus meningkatkan tenaga kompetensi di sektor ketenagalistrikan Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Ketenagalistrikan, pemerintah punya peran besar, terutama dari sisi regulasi.
“Pemerintah pasti akan mendukung sebab sektor konstruksi itu regulasinya ada di pemerintah melalui Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Nah, tenaga ahli maupun terampil ini ada pada sektor konstruksi kelistrikan,” ujar dia.
Dia menjelaskan, dengan kondisi yang ada saat ini, Indonesia baru memiliki tenaga ahli berkompetensi dan memiliki sertifikasi sekitar 14.000, sementara sisanya merupakan tenaga terampil. Sedikitnya terdapat sekitar 23.000 orang di Indonesia telah memiliki sertifikasi kompetensi di bidang ketenagalistrikan tenaga ahli maupun tenaga terampil.
“Kita terus menggenjot sertifikasi kompetensi terus menerus supaya bisa terserap baik itu di dalam negeri maupun negara ASEAN lainnya. Kompetensi tenaga ahli bisa menjadi penanggung jawab teknik di perusahaan dan tenaga terampil menjadi pekerja lapangan. Semuanya agar bisa terserap ketika pasar ASEAN dibuka,” pungkas dia.
Ketua Sekolah Tinggi Teknik, Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan PT PLN (persero), Supriadi Legino, mengatakan, dari sisi tenaga kerja, kualitas tenaga kelistrikan di Indonesia tidak kalah dengan negara lain di ASEAN. Namun, dengan pasar kelistrikan yang besar, SDM kelistrikan secara kuantitas masih minim.
Dia memisalkan, jika pembangunan energi listrik dalam setahun mencapai 5.000 MW, dibutuhkan sekitar 20.000 tenaga kerja yang terdiri atas 12.000 tenaga terampil, 5.000 tenaga menengah. “Sisanya, 1.000-2.000 orang merupakan tenaga ahli yang berpengalaman. Jadi, sebenarnya masih sangat minim, padahal kalau melihat kebutuhan energi listrik ideal Indonesia dalam lima tahun mendatang sebesar 35.000 MW, tentu kita butuh banyak tenaga yang berkompetensi jangan sampai direbut negara ASEAN lainnya,” ujar dia.
Dia menambahkan, banyak universitas yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ketenagalistrikan di masa datang. Belum lagi ditambah dengan lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang berpotensi menjadi tenaga terampil di lapangan. Tenaga kelistrikan di Indonesia terdiri atas tenaga terampil dan tenaga ahli.
Sertifikasi kompetensi tenaga terampil telah dilakukan sebelumnya melalui lembaga pelatihan milik pemerintah. Sementara, sertifikasi tenaga ahli yang terdiri atas ahli muda, madya, maupun utama saat ini telah dilakukan melalui lembaga profesi APEI.
Umumnya, tenaga terampil merupakan lulusan sekolah menengah kejuruan, sementara tenaga ahli minimal lulusan diploma III.
Ichsan amin
Ketua APEI Provinsi DKI Jakarta Puji Muhardi mengatakan, potensi pasar yang besar tersebut harus diikuti dengan kompetensi tenaga kelistrikan agar bisa bersaing dengan tenaga kelistrikan negara lain di ASEAN.
“Pasar ASEAN itu kan kesepakatan di antara negara-negara ASEAN membuka pasar. Kalau kita di pasar konstruksi bidang ketenagalistrikan, melihat itu merupakan potensi yang besar. Sebab, proyek kelistrikan di Indonesia itu sangat besar. Yang perlu dilakukan yaitu mengantisipasi masuknya tenaga asing. Caranya, dengan melakukan uji kompetensi agar bisa bersaing dengan tenaga konstruksi listrik dari negara lain,” ujar dia, usai Seminar Penilai Ahli Konstruksi Ketenagalistrikan yang digelar APEI DKI Jakarta, di Kantor APEI, kemarin.
Menurut dia, dengan adanya kompetensi yang terertifikasi, baik melalui tenaga terampil maupun tenaga ahli, peluang merebut pasar bagi tenaga kerja kelistrikan di dalam negeri akan semakin besar. Di Provinsi DKI Jakarta sendiri jumlah tenaga kelistrikan yang memiliki sertifikasi kompetensi mencapai kurang lebih 2.400 anggota, dari jumlah anggota APEI DKI yang terdaftar sebanyak 3.500 anggota.
“Jumlah anggota yang memiliki kompetensi macam-macam. Ada tenaga ahli dengan jumlah kurang lebih 1.600 orang dan tenaga terampil kurang lebih 1.800,” ucapnya. Di tempat yang sama Ketua Umum APEI Nasional Heru Subagyo mengharapkan pemerintah untuk terus meningkatkan tenaga kompetensi di sektor ketenagalistrikan Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Ketenagalistrikan, pemerintah punya peran besar, terutama dari sisi regulasi.
“Pemerintah pasti akan mendukung sebab sektor konstruksi itu regulasinya ada di pemerintah melalui Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Nah, tenaga ahli maupun terampil ini ada pada sektor konstruksi kelistrikan,” ujar dia.
Dia menjelaskan, dengan kondisi yang ada saat ini, Indonesia baru memiliki tenaga ahli berkompetensi dan memiliki sertifikasi sekitar 14.000, sementara sisanya merupakan tenaga terampil. Sedikitnya terdapat sekitar 23.000 orang di Indonesia telah memiliki sertifikasi kompetensi di bidang ketenagalistrikan tenaga ahli maupun tenaga terampil.
“Kita terus menggenjot sertifikasi kompetensi terus menerus supaya bisa terserap baik itu di dalam negeri maupun negara ASEAN lainnya. Kompetensi tenaga ahli bisa menjadi penanggung jawab teknik di perusahaan dan tenaga terampil menjadi pekerja lapangan. Semuanya agar bisa terserap ketika pasar ASEAN dibuka,” pungkas dia.
Ketua Sekolah Tinggi Teknik, Yayasan Pendidikan dan Kesejahteraan PT PLN (persero), Supriadi Legino, mengatakan, dari sisi tenaga kerja, kualitas tenaga kelistrikan di Indonesia tidak kalah dengan negara lain di ASEAN. Namun, dengan pasar kelistrikan yang besar, SDM kelistrikan secara kuantitas masih minim.
Dia memisalkan, jika pembangunan energi listrik dalam setahun mencapai 5.000 MW, dibutuhkan sekitar 20.000 tenaga kerja yang terdiri atas 12.000 tenaga terampil, 5.000 tenaga menengah. “Sisanya, 1.000-2.000 orang merupakan tenaga ahli yang berpengalaman. Jadi, sebenarnya masih sangat minim, padahal kalau melihat kebutuhan energi listrik ideal Indonesia dalam lima tahun mendatang sebesar 35.000 MW, tentu kita butuh banyak tenaga yang berkompetensi jangan sampai direbut negara ASEAN lainnya,” ujar dia.
Dia menambahkan, banyak universitas yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ketenagalistrikan di masa datang. Belum lagi ditambah dengan lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang berpotensi menjadi tenaga terampil di lapangan. Tenaga kelistrikan di Indonesia terdiri atas tenaga terampil dan tenaga ahli.
Sertifikasi kompetensi tenaga terampil telah dilakukan sebelumnya melalui lembaga pelatihan milik pemerintah. Sementara, sertifikasi tenaga ahli yang terdiri atas ahli muda, madya, maupun utama saat ini telah dilakukan melalui lembaga profesi APEI.
Umumnya, tenaga terampil merupakan lulusan sekolah menengah kejuruan, sementara tenaga ahli minimal lulusan diploma III.
Ichsan amin
(ars)