Rupiah Makin Tertekan, Ini Penjelasan Sofyan Djalil
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, pelemahan rupiah tidak terlepas dari faktor eksternal, khususnya dinamika politik yang terjadi di Yunani paska kemenangan partai sosialis di negari para dewa tersebut.
Rupiah kembali diperdagangkan melemah pada hari ini. Kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat rupiah melemah 47 poin ke Rp12.804 per USD dari perdagangan pada hari sebelumnya Rp12.757.
"Harga rupiah sangat tergantung dua hal, faktor dalam dan luar negeri," kata Sofjan saat menghadiri Rapat Paripurna DPD di Gedung Nusantara IV, Jakarta, Rabu (18/2/2015).
Menurut dia, faktor dalam negeri tidak mengkhawatirkan lantaran ekonomi dan inflasi terkendali, begitu juga dengan perbaikan birokrasi, dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.
Sementara faktor luar negeri cenderung menekan rupiah, seperti ketidakpastian renegosiasi utang Yunani yang memengaruhi ekonomi Eropa.
Lebih lanjut dia menambahkan, pelemahan rupiah juga merupakan dampak penguatan ekonomi Amerika Serikat (AS), yang mendorong investor untuk reinvestasi USD dalam jumlah besar.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi China tidak setinggi yang diharapkan, sehingga memengaruhi fluktuasi nilai tukar mata uang di hampir seluruh dunia.
Bahkan, kata Sofyan, pelemahan mata uang di negara lain lebih parah dibanding Indonesia.
"Pelemahan rupiah dibanding mata uang di regional seperti yen dan won itu tidak seberapa. Ada mata uang yang depresiasinya lebih dalam dari rupiah," ujarnya.
Menurut dia, eksportir nyaman dengan posisi rupiah di kisaran Rp12.000-an. Sementara jika rupiah kembali ke kisaran Rp10.000-an per USD, justru akan memberi sentimen kurang menguntungkan bagi ekspor Indonesia.
Sofyan menuturkan, pelemahan rupiah hanya memengaruhi impor Indonesia, tetapi selama pemerintah mampu memperbaiki masalah ekonomi domestik maka dampak pelemahan rupiah akan terkontrol.
Rupiah kembali diperdagangkan melemah pada hari ini. Kurs tengah Bank Indonesia (BI) mencatat rupiah melemah 47 poin ke Rp12.804 per USD dari perdagangan pada hari sebelumnya Rp12.757.
"Harga rupiah sangat tergantung dua hal, faktor dalam dan luar negeri," kata Sofjan saat menghadiri Rapat Paripurna DPD di Gedung Nusantara IV, Jakarta, Rabu (18/2/2015).
Menurut dia, faktor dalam negeri tidak mengkhawatirkan lantaran ekonomi dan inflasi terkendali, begitu juga dengan perbaikan birokrasi, dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.
Sementara faktor luar negeri cenderung menekan rupiah, seperti ketidakpastian renegosiasi utang Yunani yang memengaruhi ekonomi Eropa.
Lebih lanjut dia menambahkan, pelemahan rupiah juga merupakan dampak penguatan ekonomi Amerika Serikat (AS), yang mendorong investor untuk reinvestasi USD dalam jumlah besar.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi China tidak setinggi yang diharapkan, sehingga memengaruhi fluktuasi nilai tukar mata uang di hampir seluruh dunia.
Bahkan, kata Sofyan, pelemahan mata uang di negara lain lebih parah dibanding Indonesia.
"Pelemahan rupiah dibanding mata uang di regional seperti yen dan won itu tidak seberapa. Ada mata uang yang depresiasinya lebih dalam dari rupiah," ujarnya.
Menurut dia, eksportir nyaman dengan posisi rupiah di kisaran Rp12.000-an. Sementara jika rupiah kembali ke kisaran Rp10.000-an per USD, justru akan memberi sentimen kurang menguntungkan bagi ekspor Indonesia.
Sofyan menuturkan, pelemahan rupiah hanya memengaruhi impor Indonesia, tetapi selama pemerintah mampu memperbaiki masalah ekonomi domestik maka dampak pelemahan rupiah akan terkontrol.
(rna)