Ini Alasan Indonesia Tak Dapat GSP
A
A
A
JAKARTA - Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Bachrul Chairi menjelaskan, Indonesia saat ini tidak lagi mendapatkan fasilitas generalised system of preferences (GSP) plus. Karena, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah cukup tinggi.
Selain itu, Indonesia masuk ke dalam jejaran negara-negara yang ekonominya 20 besar dunia atau G-20. GSP merupakan fasilitas kuota dan penurunan tarif untuk produk dari beberapa negara termiskin di dunia.
"Untuk fasilitas kemudahan GSP plus itu memang di dalamnya ada beberapa ketentuan, Indonesia sudah tidak bisa masuk. Kalau negara Filipina dapat, itu menunjukkan tingkatan kita jauh lebih tinggi dari Filipina," ungkapnya di Jakarta, Rabu (18/2/2015).
Untuk threshold, Indonesia memang sudah tidak lagi masuk negara kelas ekonomi bawah. "Kalau kita harus terikat konvensi kita sudah lewat. Tetapi threshold itu, kelasnya beda," ucapnya.
Namun, Bachrul bercerita, Filipina juga tida gampang untuk mendapatkan fasilitas GSP plus oleh Uni Eropa. Negara yang juga kepulauan tersebut juga diharuskan menandatangni 20 konvensi atau perjanjian dengan Uni Eropa dan pertumbuhan ekonomi Filipina dinilai masih cukup rendah.
Sementara, untuk Uni Eropa sendiri produk ikan asal Filipina khususnya tuna segar dan tuna kaleng tidak dikenakan pajak, namun untuk Indonesia dengan produk yang sama, dikenakan pajak bea masuk 24,5%. "Kita masuknya GSP. GSP plus bisa sampai 0%, kita di Uni Eropa itu 24,5%," katanya.
Indonesia, lanjut Bachrul, juga bisa mendapatkan peluang pembebasan pajak bea masuk produk ikan di Uni Eropa. Kemendag sendiri saat ini sedang mengkaji kemungkinan bisa atau tidak mendapatkan fasilitas tersebut.
"Untuk soal kelas, kita sudah terlalu jauh dan yang bisa dilakukan adalah melalui Indonesia Comprehensif Agreement dengan Uni Eropa. Kita bisa mendapatkan 0%," kata Bachrul.
Baru-baru ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) beberapa kali mengajukan keberatan soal penetapan tarif tinggi bea masuk impor produk perikanan ke negara-negara maju seperti Uni Eropa.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyoroti selisih tarif bea masuk impor yang cukup tinggi antara tuna Indonesia dengan tuna asal General Santos (Gensan), Filipina sebesar 22% saat akan masuk Uni Eropa.
Selain itu, Indonesia masuk ke dalam jejaran negara-negara yang ekonominya 20 besar dunia atau G-20. GSP merupakan fasilitas kuota dan penurunan tarif untuk produk dari beberapa negara termiskin di dunia.
"Untuk fasilitas kemudahan GSP plus itu memang di dalamnya ada beberapa ketentuan, Indonesia sudah tidak bisa masuk. Kalau negara Filipina dapat, itu menunjukkan tingkatan kita jauh lebih tinggi dari Filipina," ungkapnya di Jakarta, Rabu (18/2/2015).
Untuk threshold, Indonesia memang sudah tidak lagi masuk negara kelas ekonomi bawah. "Kalau kita harus terikat konvensi kita sudah lewat. Tetapi threshold itu, kelasnya beda," ucapnya.
Namun, Bachrul bercerita, Filipina juga tida gampang untuk mendapatkan fasilitas GSP plus oleh Uni Eropa. Negara yang juga kepulauan tersebut juga diharuskan menandatangni 20 konvensi atau perjanjian dengan Uni Eropa dan pertumbuhan ekonomi Filipina dinilai masih cukup rendah.
Sementara, untuk Uni Eropa sendiri produk ikan asal Filipina khususnya tuna segar dan tuna kaleng tidak dikenakan pajak, namun untuk Indonesia dengan produk yang sama, dikenakan pajak bea masuk 24,5%. "Kita masuknya GSP. GSP plus bisa sampai 0%, kita di Uni Eropa itu 24,5%," katanya.
Indonesia, lanjut Bachrul, juga bisa mendapatkan peluang pembebasan pajak bea masuk produk ikan di Uni Eropa. Kemendag sendiri saat ini sedang mengkaji kemungkinan bisa atau tidak mendapatkan fasilitas tersebut.
"Untuk soal kelas, kita sudah terlalu jauh dan yang bisa dilakukan adalah melalui Indonesia Comprehensif Agreement dengan Uni Eropa. Kita bisa mendapatkan 0%," kata Bachrul.
Baru-baru ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) beberapa kali mengajukan keberatan soal penetapan tarif tinggi bea masuk impor produk perikanan ke negara-negara maju seperti Uni Eropa.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyoroti selisih tarif bea masuk impor yang cukup tinggi antara tuna Indonesia dengan tuna asal General Santos (Gensan), Filipina sebesar 22% saat akan masuk Uni Eropa.
(izz)