DPR Sebut Konsorsium Smelter Tak Efisien
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyebut rencana pemerintah untuk membentuk konsorsium pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral (smelter) tidak efisien.
Alasannya, smelter tersebut nantinya akan dibangun hanya di satu lokasi dan tidak berdekatan dengan lokasi pertambangan.
Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi mengungkapkan, pembangunan smelter seharusnya ditekankan kepada para raksasa tambang, dan bukan justru membuat konsorsium. Para raksasa tambang tersebut dapat membangun smelter, dengan menyesuaikan kapasitas tambangnya.
"Ya menurut saya, jauh lebih bagus dan efisien apabila smelter itu dibangun oleh perusahaan tambangnya. Disesuaikan dengan kapasitas tambang yang bersangkutan," ujar dia kepada Sindonews di Jakarta, Kamis (19/2/2015).
Kurtubi menuturkan, hal tersebut juga merujuk pada Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Pelaksanaan Kegiatan Mineral dan Batu Bara (Minerba), yang mengharuskan para pengusaha tambang memurnikan hasil tambangnya di dalam negeri, dengan membangun pabrik pemurnian.
"Karena mereka dilarang mengekspor dengan tambang mentah atau setengah jadi setelah 2014, maka bentuk larangan itu sama juga diwajibkan membangun smelter di lokasi tambang. Jangan diinterpretasii macam-macam," imbuhnya.
Bahkan, sambung Kurtubi, membangun smelter di lokasi tambang masing-masing akan lebih efisien karena tidak akan ada lagi ongkos angkut bahan baku tambang ke smelter di luar negeri.
"Itu kalau dibangun di lokasi tambang (lebih efisien), bukan di Gresik. Jadi harus di lokasi tambang agar efisien, dan mendorong ekonomi daerah tambang." pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta pengusaha tambang pemegang Kontrak Karya (KK) penghasil tembaga membuat konsorsium pembangunan smelter agar pembangunan smelter dapat dilakukan secara bersama-sama.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM R Sukhyar menuturkan, pemerintah saat ini tidak lagi mendesak perusahaan untuk membangun smelter secara individu, melainkan patungan secara bersama.
Perusahaan pemegang KK penghasil tembaga tersebut adalah PT Freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara (NNT), PT Kalimantan Surya Kencana dan PT Gorontalo Minning.
"Lusa (Jumat, 20/2/2015) kita minta Freeport, Newmont, Gorontalo Mining duduk bersama," ujarnya di Kantor Ditjen Minerba, Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (18/2/2015).
Alasannya, smelter tersebut nantinya akan dibangun hanya di satu lokasi dan tidak berdekatan dengan lokasi pertambangan.
Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi mengungkapkan, pembangunan smelter seharusnya ditekankan kepada para raksasa tambang, dan bukan justru membuat konsorsium. Para raksasa tambang tersebut dapat membangun smelter, dengan menyesuaikan kapasitas tambangnya.
"Ya menurut saya, jauh lebih bagus dan efisien apabila smelter itu dibangun oleh perusahaan tambangnya. Disesuaikan dengan kapasitas tambang yang bersangkutan," ujar dia kepada Sindonews di Jakarta, Kamis (19/2/2015).
Kurtubi menuturkan, hal tersebut juga merujuk pada Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Pelaksanaan Kegiatan Mineral dan Batu Bara (Minerba), yang mengharuskan para pengusaha tambang memurnikan hasil tambangnya di dalam negeri, dengan membangun pabrik pemurnian.
"Karena mereka dilarang mengekspor dengan tambang mentah atau setengah jadi setelah 2014, maka bentuk larangan itu sama juga diwajibkan membangun smelter di lokasi tambang. Jangan diinterpretasii macam-macam," imbuhnya.
Bahkan, sambung Kurtubi, membangun smelter di lokasi tambang masing-masing akan lebih efisien karena tidak akan ada lagi ongkos angkut bahan baku tambang ke smelter di luar negeri.
"Itu kalau dibangun di lokasi tambang (lebih efisien), bukan di Gresik. Jadi harus di lokasi tambang agar efisien, dan mendorong ekonomi daerah tambang." pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta pengusaha tambang pemegang Kontrak Karya (KK) penghasil tembaga membuat konsorsium pembangunan smelter agar pembangunan smelter dapat dilakukan secara bersama-sama.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM R Sukhyar menuturkan, pemerintah saat ini tidak lagi mendesak perusahaan untuk membangun smelter secara individu, melainkan patungan secara bersama.
Perusahaan pemegang KK penghasil tembaga tersebut adalah PT Freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara (NNT), PT Kalimantan Surya Kencana dan PT Gorontalo Minning.
"Lusa (Jumat, 20/2/2015) kita minta Freeport, Newmont, Gorontalo Mining duduk bersama," ujarnya di Kantor Ditjen Minerba, Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (18/2/2015).
(rna)