Tingkat Konsumsi Daging di Indonesia Menurun
A
A
A
JAKARTA - Credit Suisse menilai, konsumsi masyarakat Indonesia terhadap daging ternyata masih terbilang rendah, hanya 5,3% per tahun. Bahkan, konsumsinya paling rendah dibanding negara emerging market lainnya di dunia.
Director Equity Research Credit Suisse Ella Nusantoro menuturkan, dalam survei yang dilakukannya terhadap 1.600 orang di Indonesia, konsumsi daging mengalami penurunan dari sebelumnya 6,1% pada 2013, menjadi 5,3% pada 2014.
"Indonesia ini juga pemakan daging terendah dari semua emerging country. Makan daging itu mengalami penurunan, itu menjadi akses opportunity yang menjadikan Indonesia consumer sector," ujarnya di Sampoerna Strategic Square, Jakarta, Jumat (20/2/2015).
Menurutnya, konsumsi protein sedianya harus mengalami kenaikan. Namun di Indonesia, tendensinya lebih tinggi konsumsi telur dibandingkan daging.
Rendahnya konsumsi daging justru berbanding terbalik dengan konsumsi mie instan di Indonesia. Kendati orang menganggap mengonsumsi mie instan tidak baik untuk kesehatan, namun fakta menunjukkan konsumsinya justru meningkat. "Konsumsi mie instan juga akan naik, meskipun orang bilang itu enggak sehat," imbuh dia.
Ella menuturkan, jika dilihat dari brand, mie instan dengan brand Indomie masih mendominasi pasar. Bahkan, konsumsi mie Indomie meningkat dari sebelumnya 38% pada 2013, menjadi 40% pada 2014.
"Konsumsi mie Indomie ini banyak berasal dari kalangan urban, yang mencapai 42%. Sementara dari kalangan menengah ke bawah sekitar 36%," pungkasnya.
Sekadar informasi, dalam survei tersebut disebutkan bahwa konsumsi daging paling tinggi berasal dari Rusia yang mencapai 20,7% per tahun, Saudi Arabia 17,2% per tahun, Brazil 14,8% per tahun, China 14,7% per tahun, Turki 14,2% per tahun, Meksiko 14% per tahun, Afrika Selatan 13,9% per tahun, India 7,8% per tahun, dan Indonesia 5,3% per tahun.
Director Equity Research Credit Suisse Ella Nusantoro menuturkan, dalam survei yang dilakukannya terhadap 1.600 orang di Indonesia, konsumsi daging mengalami penurunan dari sebelumnya 6,1% pada 2013, menjadi 5,3% pada 2014.
"Indonesia ini juga pemakan daging terendah dari semua emerging country. Makan daging itu mengalami penurunan, itu menjadi akses opportunity yang menjadikan Indonesia consumer sector," ujarnya di Sampoerna Strategic Square, Jakarta, Jumat (20/2/2015).
Menurutnya, konsumsi protein sedianya harus mengalami kenaikan. Namun di Indonesia, tendensinya lebih tinggi konsumsi telur dibandingkan daging.
Rendahnya konsumsi daging justru berbanding terbalik dengan konsumsi mie instan di Indonesia. Kendati orang menganggap mengonsumsi mie instan tidak baik untuk kesehatan, namun fakta menunjukkan konsumsinya justru meningkat. "Konsumsi mie instan juga akan naik, meskipun orang bilang itu enggak sehat," imbuh dia.
Ella menuturkan, jika dilihat dari brand, mie instan dengan brand Indomie masih mendominasi pasar. Bahkan, konsumsi mie Indomie meningkat dari sebelumnya 38% pada 2013, menjadi 40% pada 2014.
"Konsumsi mie Indomie ini banyak berasal dari kalangan urban, yang mencapai 42%. Sementara dari kalangan menengah ke bawah sekitar 36%," pungkasnya.
Sekadar informasi, dalam survei tersebut disebutkan bahwa konsumsi daging paling tinggi berasal dari Rusia yang mencapai 20,7% per tahun, Saudi Arabia 17,2% per tahun, Brazil 14,8% per tahun, China 14,7% per tahun, Turki 14,2% per tahun, Meksiko 14% per tahun, Afrika Selatan 13,9% per tahun, India 7,8% per tahun, dan Indonesia 5,3% per tahun.
(izz)