Penyebab Penetrasi Asuransi di Indonesia Rendah
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, tingkat penetrasi asuransi di Indonesia dibandingkan negara tetangga masih rendah. Di mana pada tahun lalu tingkat penetrasi asuransi nasional hanya 2,14%.
Muliaman mengungkapkan hal ini terjadi karena beberapa hal. Salah satunya disebabkan literasi asuransi yang masih minim.
"Untuk melakukan penetrasi asuransi di kalangan masyarakat Indonesia cukup sulit. Apalagi ditawarkan kepada orang yang pernah klaim asuransi, tapi tidak dibayar akan lebih sulit” ujarnya di Kantor OJK, Jakarta, Jumat (20/2/2015).
Muliaman menyebutkan penetrasi 2,4% lebih kecil dibandingkan dengan Thailand yang mencapai 4,7%, Malaysia 4,9%, dan Singapura 6,5%.
"Di samping itu, industri asuransi Indonesia juga menghadapi persoalan neraca pembayaran asuransi ke luar negeri. Dari data terakhir yang dimiliki OJK, yakni neraca pembayaran asuransi Indonesia ke luar negeri defisit Rp8 triliun pada tahun lalu. Angka ini lebih buruk ketimbang tahun 2012 sebesar Rp4,99 triliun," bebernya.
Karena itu, OJK meminta kepada pelaku industri asuransi untuk melakukan edukasi kepada masyarakat. Mereka juga harus meningkatkan sumber daya manusia (SDM). Salah satunya terkait kekurangan tenaga aktuaris.
Muliaman mengungkapkan hal ini terjadi karena beberapa hal. Salah satunya disebabkan literasi asuransi yang masih minim.
"Untuk melakukan penetrasi asuransi di kalangan masyarakat Indonesia cukup sulit. Apalagi ditawarkan kepada orang yang pernah klaim asuransi, tapi tidak dibayar akan lebih sulit” ujarnya di Kantor OJK, Jakarta, Jumat (20/2/2015).
Muliaman menyebutkan penetrasi 2,4% lebih kecil dibandingkan dengan Thailand yang mencapai 4,7%, Malaysia 4,9%, dan Singapura 6,5%.
"Di samping itu, industri asuransi Indonesia juga menghadapi persoalan neraca pembayaran asuransi ke luar negeri. Dari data terakhir yang dimiliki OJK, yakni neraca pembayaran asuransi Indonesia ke luar negeri defisit Rp8 triliun pada tahun lalu. Angka ini lebih buruk ketimbang tahun 2012 sebesar Rp4,99 triliun," bebernya.
Karena itu, OJK meminta kepada pelaku industri asuransi untuk melakukan edukasi kepada masyarakat. Mereka juga harus meningkatkan sumber daya manusia (SDM). Salah satunya terkait kekurangan tenaga aktuaris.
(dmd)