Lebih Nyaman dan Aman dengan Sistem Syariah
A
A
A
Kinerja industri keuangan syariah yang cukup kinclong dalam beberapa tahun terakhir tidak terlepas dari manfaat yang dirasakan masyarakat. Selain lebih nyaman dan aman, sistem keuangan syariah juga lebih tahan terhadap krisis ekonomi.
Tahun ini industri syariah diyakini akan tumbuh lebih baik lagi, sesuai asumsi pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,8%. Ini ditandai dengan peningkatan pendapatan masyarakat dan pertubuhan kelas menengah di Indonesia. ”Dengan pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi, saya optimistis industri syariah juga akan tumbuh dengan proyeksi di atas 10%,” ujar pengamat ekonomi syariah Hendri Tanjung.
Untuk mendukung proyeksi tersebut, Hendri menegaskan, sudah saatnya industri syariah bukan hanya mensyariahkan beberapa akad, melainkan lebih penting lagi adalah mensyariahkan sumber daya manusia (SDM) dan sistemnya. Menurut dia, tantangan terbesar dalam pengembangan industri syariah pada saat ini adalah SDM. Selain itu, meningkatkan peran Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Jika DPS aktif, kesyariahan lembaga keuangan baik bank dan nonbank akan semakin kuat. Dia mengatakan, agar industri keuangan dan perbankan syariah lebih optimal memberikan kontribusi terhadap perekonomian rakyat Indonesia, pasar keuangan dan perbankan syariah juga harus terus diperbesar. Sebagaimana contoh pangsa keuangan syariah Malaysia saat ini lebih dari 20%.
Hendri menuturkan, ada banyak hal yang harus dipersiapkan pelaku industri syariah untuk menghadapi implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pada sektor pasar modal misalnya penerbitan reksa dana yang sesuai kebutuhan masyarakat. Selain itu, daya saing manajer investasi (MI) juga perlu ditingkatkan, terutama dalam penguasaan bahasa asing dan keahlian sumber daya manusia.
Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Edy Setiadi menuturkan, secara umum di antara negara-negara di kawasan ASEAN, perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia relatif lebih memiliki kesiapan menghadapi MEA. Itu karena lebih dulu berkembang dan masing-masing memiliki competitive advantage.
Misalkan saja Malaysia memiliki keunggulan dalam financial market/wholesale banking, sedangkan Indonesia lebih unggul dalam retail banking. Kemudian, lanjut dia, bank syariah di dua negara sudah mempunyai perusahaan anak atau cabang di negara lain. Walau sebenarnya dari sisi visi pengembangan, variasi produk, dan besarnya bank syariah, Malaysia memiliki kelebihan dibanding Indonesia.
”Namun di sisi lain, Indonesia lebih unggul dalam kelengkapan regulasi dan dianggap konsisten dalam menerapkan prinsip kesyariahan,” sebutnya. Berdasarkan data OJK, perbankan syariah masih terus bertumbuh dengan baik. Aset perbankan syariah pada 2010 sampai 2013 rata-rata tumbuh 39,1%. Pada akhir 2014 aset perbankan syariah menjadi Rp260,4 triliun atau tumbuh 12,3%.
Fungsi intermediasi perbankan syariahjugamasihberjalandenganbaik. Dana pihak ketiga (deposito, tabungan, dan giro) pada periode 2010 sampai 2013 ratarata tumbuh 24,4% dan akhir 2014 menjadi sebesar Rp207,1 triliun atau tumbuh 19,3%. Sedangkan penyaluran pembiayaan pada periode 2010 sampai 2013 ratarata tumbuh 42%, akhir 2014 menjadi sebesar Rp196,5 triliun atau tumbuh 24,8%.
Rasio dana pihak ketiga dan penyaluran pembiayaan (FDR) 94,6% lebih rendah dibandingkan 100,3% pada 2013. Sementara di pasar modal syariah, ada dua indeks mencerminkan saham syariah yang tercatat di Bursa Efek Indonesia yakni Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Pada 2010 JII ditutup di level 532,901, namun pada 2014 menjadi 691,04 atau naik 29,67%.
Sementara ISSI yang diluncurkan pada Mei 2011 telah tumbuh 35,53% pada akhir 2014. Saham-saham yang masuk dalam JII dam ISSI tersebut berdasarkan pada hasil penelaahan secara berkala yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Berdasarkan data OJK, per Desember 2014, 330 atau 59,4% dari total keseluruhan saham masuk dalam kategori Daftar Efek Syariah (DES). Sedangkan kapitalisasinya per 21 November 2014 sebesar Rp1.977,12 triliun untuk JII serta Rp2.918,83 triliun untuk ISSI.
Hermansah
Tahun ini industri syariah diyakini akan tumbuh lebih baik lagi, sesuai asumsi pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,8%. Ini ditandai dengan peningkatan pendapatan masyarakat dan pertubuhan kelas menengah di Indonesia. ”Dengan pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi, saya optimistis industri syariah juga akan tumbuh dengan proyeksi di atas 10%,” ujar pengamat ekonomi syariah Hendri Tanjung.
Untuk mendukung proyeksi tersebut, Hendri menegaskan, sudah saatnya industri syariah bukan hanya mensyariahkan beberapa akad, melainkan lebih penting lagi adalah mensyariahkan sumber daya manusia (SDM) dan sistemnya. Menurut dia, tantangan terbesar dalam pengembangan industri syariah pada saat ini adalah SDM. Selain itu, meningkatkan peran Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Jika DPS aktif, kesyariahan lembaga keuangan baik bank dan nonbank akan semakin kuat. Dia mengatakan, agar industri keuangan dan perbankan syariah lebih optimal memberikan kontribusi terhadap perekonomian rakyat Indonesia, pasar keuangan dan perbankan syariah juga harus terus diperbesar. Sebagaimana contoh pangsa keuangan syariah Malaysia saat ini lebih dari 20%.
Hendri menuturkan, ada banyak hal yang harus dipersiapkan pelaku industri syariah untuk menghadapi implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pada sektor pasar modal misalnya penerbitan reksa dana yang sesuai kebutuhan masyarakat. Selain itu, daya saing manajer investasi (MI) juga perlu ditingkatkan, terutama dalam penguasaan bahasa asing dan keahlian sumber daya manusia.
Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Edy Setiadi menuturkan, secara umum di antara negara-negara di kawasan ASEAN, perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia relatif lebih memiliki kesiapan menghadapi MEA. Itu karena lebih dulu berkembang dan masing-masing memiliki competitive advantage.
Misalkan saja Malaysia memiliki keunggulan dalam financial market/wholesale banking, sedangkan Indonesia lebih unggul dalam retail banking. Kemudian, lanjut dia, bank syariah di dua negara sudah mempunyai perusahaan anak atau cabang di negara lain. Walau sebenarnya dari sisi visi pengembangan, variasi produk, dan besarnya bank syariah, Malaysia memiliki kelebihan dibanding Indonesia.
”Namun di sisi lain, Indonesia lebih unggul dalam kelengkapan regulasi dan dianggap konsisten dalam menerapkan prinsip kesyariahan,” sebutnya. Berdasarkan data OJK, perbankan syariah masih terus bertumbuh dengan baik. Aset perbankan syariah pada 2010 sampai 2013 rata-rata tumbuh 39,1%. Pada akhir 2014 aset perbankan syariah menjadi Rp260,4 triliun atau tumbuh 12,3%.
Fungsi intermediasi perbankan syariahjugamasihberjalandenganbaik. Dana pihak ketiga (deposito, tabungan, dan giro) pada periode 2010 sampai 2013 ratarata tumbuh 24,4% dan akhir 2014 menjadi sebesar Rp207,1 triliun atau tumbuh 19,3%. Sedangkan penyaluran pembiayaan pada periode 2010 sampai 2013 ratarata tumbuh 42%, akhir 2014 menjadi sebesar Rp196,5 triliun atau tumbuh 24,8%.
Rasio dana pihak ketiga dan penyaluran pembiayaan (FDR) 94,6% lebih rendah dibandingkan 100,3% pada 2013. Sementara di pasar modal syariah, ada dua indeks mencerminkan saham syariah yang tercatat di Bursa Efek Indonesia yakni Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Pada 2010 JII ditutup di level 532,901, namun pada 2014 menjadi 691,04 atau naik 29,67%.
Sementara ISSI yang diluncurkan pada Mei 2011 telah tumbuh 35,53% pada akhir 2014. Saham-saham yang masuk dalam JII dam ISSI tersebut berdasarkan pada hasil penelaahan secara berkala yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Berdasarkan data OJK, per Desember 2014, 330 atau 59,4% dari total keseluruhan saham masuk dalam kategori Daftar Efek Syariah (DES). Sedangkan kapitalisasinya per 21 November 2014 sebesar Rp1.977,12 triliun untuk JII serta Rp2.918,83 triliun untuk ISSI.
Hermansah
(ftr)