HTI Cukupi Kebutuhan Industri Pulp

Selasa, 24 Februari 2015 - 10:45 WIB
HTI Cukupi Kebutuhan Industri Pulp
HTI Cukupi Kebutuhan Industri Pulp
A A A
JAKARTA - Hutan tanaman industri (HTI) yang dibangun secara berkelanjutan mampu memasok seluruh bahan baku untuk kebutuhan industri pulp dan kertas nasional.

“Saat ini pemanfaatan kayu hasil penyiapan lahan dari HTI untuk bahan baku industri pulp semakin menurun. Di sisi lain pemanfaatan kayu HTI untuk memasok bahan baku industri pulp menunjukkan kenaikan,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto di Jakarta kemarin. Purwadi mengungkapkan, produksi HTI secara nasional per tahun rata-rata mencapai 30 juta m3.

Dengan produksi pulp sekitar 6 juta m3, diperlukan bahan baku sekitar 27 juta m3. Artinya, produksi HTI nasional sebenarnya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan industri pulp. “Kalaupun masih ada penggunaan bahan baku dari hasil penyiapan lahan HTI, jumlahnya kecil sekali,” kata Purwadi. Dia juga memastikan, sebagai industri berbasis ekspor, penggunaan bahan baku legal berbasis sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) menjadi sebuah keharusan.

“HTI pemasok bahan baku industri pulp sebagian besar dipastikan telah memperoleh SVLK, sehingga semestinya legalitas produk pulp tidak perlu diragukan lagi,” ujar Purwadi. Pernyataan senada dikemukakan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan.

Rusli menjamin saat ini seluruh anggota APKI telah mengantungi SVLK. Sehingga, tidak mungkin bagi produsen besar untuk memanfaatkan kayu dari pembalakan liar (illegal logging ). Rusli mengungkapkan, bagi industri yang belum memiliki SVLK, pastinya tidak akan berproduksi karena tidak mampu memperoleh bahan baku.

“Pabrik tidak mau menerima kayu dari illegal logging karena dia tidak bisa ekspor. Jadi, tidak mungkin,” ujar Rusli. Rusli memastikan bahwa produk pulp dan kertas yang diekspor berasal dari kayu legal karena SVLK diawasi langsung oleh Kementerian LHK. Jika produk yang diekspor masih menggunakan kayu ilegal, pengawasannya justru perlu dipertanyakan.

Dalam kesempatan itu Rusli meminta lembaga swadaya masyarakat (LSM) membantu semua pihak dengan melapor kepada kepolisian atau Kementerian LHK. Upaya itu harus disikapi dengan santun, seperti melaporkan jika mengetahui ada praktik menyimpang kepada pihak berwenang, bukan justru membuat kampanye yang merugikan dunia usaha. “LSM perlu menunjukkan itikad baiknya terhadap kepentingan dalam negeri,” kata dia.

Sementara itu, Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementerian LHK Bambang Hendroyono mengatakan, ekspor produk industri kehutanan dalam bentuk kayu maupun produk kayu tahun ini ditargetkan naik antara 5-10% atau menjadi USD6,93-7,26 miliar. Sepanjang 2014 ekspor produk kehutanan mencapai USD6,62 miliar atau naik hampir 10% dibanding tahun sebelumnya sebesar USD6,01 miliar. Komitmen Uni Eropa (UE) dan Australia untuk membeli produk kehutanan yang bersifat legal telah memicu kenaikan ekspor tersebut.

Mengacu data kinerja ekspor 2014 yang terdeteksi oleh Kementerian LHK, produk kayu yang menjadi favorit pasar ekspor adalah panel, pulp, woodworking , dan mebel. Untuk ekspor panel mencapai USD2,56 miliar, di antaranya berupa kayu lapis USD2,22 miliar dan produk pertukangan USD318 juta.

Ekspor pulp dan paper mencapai USD2,15 miliar, yakni untuk pulp USD1,57 miliar dan paper USD586 juta. Adapun, ekspor produk woodworking senilai USD739 juta, di antaranya berupa kayu USD585juta. Daneksporproduk mebel mencapai USD54 juta, Jepara berkontribusi USD28 juta. Kemendag pernah menyebutkan, pada 2013 saja ekspor produk industri kehutanan Indonesia mencapai USD10 miliar. ? oktiani endarwati
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5107 seconds (0.1#10.140)