Pemerintah Diminta Transparan Perpanjangan Kontrak Freeport
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta transparan menentukan nasib perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang akan berakhir pada 2021.
Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Budi Santoso mengatakan, pemerintah harus transparan terhadap hasil kajian permohonan perpanjangan kontrak Freeport.
Pemerintah, menurut dia, jangan sampai tidak berdaya ketika Freeport memawarkan investasi sampai USD17 miliar.
"Bisa jadi uang tersebut bukan uang Freeport. Sementara sumber daya alam yang akan dikelola mampu mendatangkan uang," kata dia di Jakarta, Selasa (24/2/2015).
Budi meminta pemerintah jujur dalam membuka kajian terkait perpanjangan kontrak Freeport, sehingga tidak ada kesan ditutup-tutupi. Ketika dikemudian hari terjadi hal menyesatkan, kemudian Freeport melayangkan arbitrase maka kerugian negara akan lebih besar.
"Maka dari itu, pemerintah harus mengkaji secara terbuka terhadap klaim Freeport yang akan investasi USD2 miliar untuk smelter dan USD15 miliar untuk pengembangan tambang. Kajian harus secara keekonomian cost and benefit terhadap penerimaan negara maupun kepentingan nasional," ungkap dia.
Sementara pemerintah melalui Kementerian ESDM diketahui akan memberikan kepastian perpanjangan kontrak Freeport sebelum 25 Juli 2015. Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, keputusan perpanjangan kontrak Freeport untuk memberi kepastian masa depan investasi setelah berakhirnya kontrak pada 2021.
"Siapa saja yang investasi akan butuh kepastian untuk masa depan. Oleh karena itu, kami akan putuskan sebelum 25 Juli 2015," tuturnya.
Menurut Sudirman, keputusan perpanjangan kontrak Freeport terkendala Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dalam pasal 112 B disebutkan pemegang kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) harus mengajukan permohonan kepada menteri paling cepat dalam jangka waktu dua tahun dan paling lambat dalam jangka waktu enam bulan sebelum kontrak karya atau perjanjian karya berakhir.
Untuk itu, dia mengatakan, pemerintah berencana untuk melakukan revisi terhadap peraturan pemerintah tersebut. Dengan perubahan tersebut diharapkan pemegang kontrak karya dapat mengajukan perpanjangan kontrak jauh hari sebelum kontrak berakhir.
"Untuk PP sebelumnya jujur tidak realistis. Untuk memperpanjang investasi sebesar itu (USD17,3 miliar) hanya dua tahun, migas saja 10 tahun sudah bisa," tandas Sudirman.
Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Budi Santoso mengatakan, pemerintah harus transparan terhadap hasil kajian permohonan perpanjangan kontrak Freeport.
Pemerintah, menurut dia, jangan sampai tidak berdaya ketika Freeport memawarkan investasi sampai USD17 miliar.
"Bisa jadi uang tersebut bukan uang Freeport. Sementara sumber daya alam yang akan dikelola mampu mendatangkan uang," kata dia di Jakarta, Selasa (24/2/2015).
Budi meminta pemerintah jujur dalam membuka kajian terkait perpanjangan kontrak Freeport, sehingga tidak ada kesan ditutup-tutupi. Ketika dikemudian hari terjadi hal menyesatkan, kemudian Freeport melayangkan arbitrase maka kerugian negara akan lebih besar.
"Maka dari itu, pemerintah harus mengkaji secara terbuka terhadap klaim Freeport yang akan investasi USD2 miliar untuk smelter dan USD15 miliar untuk pengembangan tambang. Kajian harus secara keekonomian cost and benefit terhadap penerimaan negara maupun kepentingan nasional," ungkap dia.
Sementara pemerintah melalui Kementerian ESDM diketahui akan memberikan kepastian perpanjangan kontrak Freeport sebelum 25 Juli 2015. Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, keputusan perpanjangan kontrak Freeport untuk memberi kepastian masa depan investasi setelah berakhirnya kontrak pada 2021.
"Siapa saja yang investasi akan butuh kepastian untuk masa depan. Oleh karena itu, kami akan putuskan sebelum 25 Juli 2015," tuturnya.
Menurut Sudirman, keputusan perpanjangan kontrak Freeport terkendala Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dalam pasal 112 B disebutkan pemegang kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) harus mengajukan permohonan kepada menteri paling cepat dalam jangka waktu dua tahun dan paling lambat dalam jangka waktu enam bulan sebelum kontrak karya atau perjanjian karya berakhir.
Untuk itu, dia mengatakan, pemerintah berencana untuk melakukan revisi terhadap peraturan pemerintah tersebut. Dengan perubahan tersebut diharapkan pemegang kontrak karya dapat mengajukan perpanjangan kontrak jauh hari sebelum kontrak berakhir.
"Untuk PP sebelumnya jujur tidak realistis. Untuk memperpanjang investasi sebesar itu (USD17,3 miliar) hanya dua tahun, migas saja 10 tahun sudah bisa," tandas Sudirman.
(rna)