Impor Baja Dikenakan Bea Masuk 15%

Jum'at, 27 Februari 2015 - 13:16 WIB
Impor Baja Dikenakan Bea Masuk 15%
Impor Baja Dikenakan Bea Masuk 15%
A A A
BEKASI - Pemerintah akan menerapkan bea masuk impor baja sebesar 15% untuk melindungi industri baja nasional yang dibanjiri produk dari China. Bea masuk tersebut dimaksudkan agar daya saing industri baja dalam negeri bisa bertahan dan berkompetisi dengan produk baja dari negara lain.

Menurut Menteri Perindustrian Saleh Husin, dari 170 pos tarif industri hilir baja, 130 tarif di antaranya sudah diusulkan untuk dikenakan bea masuk 15%. Sementara, 40 pos tarif di industri hulu baja sedang dibahas untuk dikenakan bea masuk 15% tersebut. ”Dengan demikian, akan mendorong dan meningkatkan kapasitas dan kinerja industri baja nasional,” ujar Saleh saat kunjungan kerja ke pabrik baja di Cikarang Barat, Bekasi, Jawa Barat, kemarin.

Menurut Saleh, nilai impor baja pada tahun lalu mencapai USD12,58 miliar (Rp161 triliun, kurs Rp12.850 per dolar), turun tipis dibanding 2013 yang mencapai USD12,60 miliar. Nilai impor tersebut jauh di ataseksporbaja nasionalyangtercatat hanya USD2,23 miliar (Rp28,6 triliun), atau naik 16,9% dibanding 2013 yang hanya USD1,9 miliar.

Melonjaknya impor baja seiring dengan naiknya kebutuhan baja nasional sementara produksi dalam negeri belum memadai. ”Peluang bisnis baja terbuka lebar lantaran kebutuhan baja domestik meningkat tajam dari 7,4 juta ton pada 2009 menjadi 12,7 ton pada 2014,” ujar dia. Saleh menambahkan, kebutuhan baja dalam negeri diprediksi akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional.

Industri besi dan baja merupakan industri prioritas yang memegang peranan penting bagi pengembangan industri lainnya, mengingat besi danbaja adalahbahanbakudasar bagi industri lainnya antara lain industri galangan kapal (marine construction), industridisektor oil and gas, industri alat berat, automotif, dan elektronika.

”Industri ini salah satu pendukung utama dalam rangka pembangunan infrastruktur di Indonesia seperti pembangunan jalan, bandara, pelabuhan, rel kereta api, dan beberapa fasilitas lainnya,” papar Saleh. Terkait pengembangan industri baja, Kementerian Perindustrian berkomitmen melindungi industri nasional di tengah gempuran baja impor.

Sejumlah upaya disiapkan mulai dari penerapan SNI wajib, trade remedies, kenaikan tarif bea masuk, serta penurunan harga gas dan komponen kenaikan dasar listrik (TDL). Saat ini jumlah perusahaan industri baja nasional sebanyak 352 unit yang tersebar di beberapa daerah antara lain Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Sebagian besar industri baja masih berpusat di Pulau Jawa, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 200.000 orang dengan kapasitas sebesar 14 juta ton/tahun. Sementara itu, Direktur Marketing PT Garuda Steel Group Chairuddin mengatakan, membanjirnya impor baja dari China mulai terasa sejak perekonomian di China mulai melambat. “Jadi baja di China mengalami oversupply sehingga dibuang ke Indonesia. Sudah ada setengah tahun,” ungkapnya.

Dia menambahkan, banyaknya impor baja dari China tersebut menyebabkan utilisasi PT Garuda Steel Group menurun dari semula 70% menjadi hanya 30%. “Mudah-mudahan bisa sehat lagi di pemerintah yang baru ini,” ucapnya. Terkait rencana perusahaan, Chairuddin melanjutkan, PT Garuda Steel Group melakukan ekspansi ke blast furnace (dapur tinggi) untuk proyek smelter.

“Kalau dari smelter ini, pabriknya harus punya lahan yang besar dan harus ada dukungan dari pemerintah,” ujarnya. Sebelumnya, Ketua Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia atau Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Irvan Kamal Hakim meminta proteksi kepada pemerintah menyusul adanya berbagai tekanan bisnis, mulai dari tingginya biaya produksi (production cost) hingga tergerusnya pasar di dalam negeri oleh baja impor. Tekanan paling berat mulai dirasakan sejak awal 2014 lalu, seiring anjloknya harga komoditas dunia, seperti harga minyak dunia yang mengalami penurunan yang sangat signifikan.

Oktiani endarwati/ant
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7983 seconds (0.1#10.140)