Deflasi Berlanjut di Bulan Februari

Selasa, 03 Maret 2015 - 11:34 WIB
Deflasi Berlanjut di...
Deflasi Berlanjut di Bulan Februari
A A A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, deflasi kembali terjadi di bulan Februari sebesar 0,36%, terendah kedua dalam 30 tahun terakhir. Pada Februari 1985 terjadi deflasi sebesar 0,5%.

Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, deflasi pada bulan Februari termasuk jarang terjadi dan hanya tercatat selama lima kali dalam 50 tahun. “Dari 1966 hingga 2015, atau selama 50 tahun terakhir, hanya terjadi empat atau lima kali deflasi (pada Februari). Ini sangat jarang terjadi,” ujarnya di Jakarta kemarin.

Sasmito menambahkan, tren sejak lima tahun terakhir adalah selalu terjadi inflasi pada awal tahun, yakni di bulan Januari dan Februari. Namun kini, di dua bulan pertama tahun 2015, deflasi terjadi secara berurutan. Di Januari, BPS mencatat terjadinya deflasi sebesar 0,24%. Dengan terjadinya deflasi di bulan Februari, sepanjang tahun kalender Januari-Februari 2015 tercatat deflasi 0,61%.

BPS mencatat, penurunan harga pada Februari terjadi pada beberapa indeks kelompok pengeluaran, seperti bahan makanan kecuali beras, transportasi dalam kota, komunikasi, dan jasa keuangan. “Faktor utama deflasi disebabkan turunnya harga cabai merah secara rata- rata nasional sebesar 39,66% di 80 kota, akibat pasokan melimpah dan distribusi lancar karena telah masuk masa panen,” ucapnya.

Faktor penting yang mendorong deflasi adalah turunnya harga bahan bakar minyak (BBM) premium dengan andil sebesar 0,28%, rata-rata harga turun 7,13% akibat pengaruh turunnya harga minyak mentah dunia. Sementara, kelompok pengeluaran lainnya seperti makanan jadi, perumahan, gas, listrik, air, dan kesehatan mengalami kenaikan namun dengan persentase yang tidak terlalu signifikan yaitu kurang dari 1% untuk setiap komponen.

Dengan begitu, laju inflasi tahunan adalah 6,29%. BPS menyebutkan, deflasi terjadi di 70 kota, sementara 12 kota lainnya mengalami inflasi. Bukit Tinggi mencatat deflasi tertinggi sebesar 2,35% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 114,99, sedangkan deflasi terendah sebesar 0,04% terjadi di Kota Jayapura. Adapun, inflasi tertinggi terjadi di Tual yaitu mencapai 3,2%.

Menanggapi deflasi Februari, ekonom UI Fithra Faisal mengatakan bahwa sejak awal memang tren inflasi sudah rendah. Menurut dia, selain persiapan produksi sejak akhir tahun naik, di beberapa wilayah juga terjadi panen raya, yang dibarengi pula dengan turunnya ongkos angkut. “Selain itu, harga komoditas di pasar internasional turun, mau tidak mau Indonesia juga terkena dampaknya untuk menyesuaikan harga ini,” ujarnya.

Fithra memperkirakan, pergerakan harga pada bulan Maret masih cenderung ke arah deflasi. Kenaikan harga BBM, beras, dan elpiji tetap tidak sebanding dengan penurunan harga-harga yang lain. “Karena itu, kami menunggu bagaimana sikap Bank Indonesia (BI) atas fenomena ini, apakah akan menurunkan kembali suku bunga untuk membuka ruang penyesuaian,” tuturnya.

Namun, Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo tak sependapat. Menurut dia, pada Maret diperkirakan mulai terjadi inflasi karena pemerintah telah menaikkan harga premium serta harga elpiji kemasan 12 kg. Namun, inflasi diperkirakan rendah karena Maret telah memasuki masa panen.

Harga beras yang sempat mengalami kenaikan pada Februari pun dipastikan akan kembali turun. “Tapi, kita lihat bagaimana yang terjadi, mudah-mudahan sesuai harapan kita, kalaupun terjadi inflasi, tidak terlalu tinggi,” katanya. Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menegaskan bahwa pemerintah akan berupaya optimal guna mengontrol tingkat inflasi ditahun ini agar tetap sesuai dengan jalur yang telah direncanakan sebelumnya.

“Kami akan melakukan apa saja asal inflasi terkontrol sesuai target,” katanya, seusai rapat tentang pendanaan luar negeri di Kantor Wakil Presiden kemarin. Terkait harga beras yang naik belakangan ini, Sofyan mengatakan bahwa pemerintah optimistis bisa mengontrol inflasi, mengingat pada bulan Maret umumnya terjadi panen raya.

Dia juga menambahkan bahwa Bulog akan didorong memainkan peran yang lebih besar untuk menstabilkan harga kebutuhan pokok tersebut. Sementara, BI menyatakan akan tetap terus mencermati risiko inflasi ke depan, baik yang bersumber dari kelompok harga pangan bergejolak (volatile food ) maupun harga yang ditentukan pemerintah (administered prices ) walau dua bulan terakhir terjadi deflasi.

Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs mengatakan, tekanan inflasi semakin menurun seiring dengan deflasi yang kembali terjadi di bulan Februari. “Dalam rangka menjaga inflasi tetap berada pada sasaran yang ditetapkan, Bank Indonesia akan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah,” kata Peter.

Rabia edra/Kunthi fahmar sandy/Ant
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0519 seconds (0.1#10.140)