Indef Ramal Pertumbuhan Ekonomi RI Hanya 5,1%
A
A
A
JAKARTA - Institute for Development of Economic and Finance (Indef) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya sekitar 5,1%.
Ekonom Indef Eko Listiyanto mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat pertumbuhan ekonomi tahun ini tidak jauh berbeda dengan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya.
Pertama, tekanan yang terjadi dari awal 2015 seperti melemahnya nilai tukar rupiah yang hampir menembus Rp13.000 per USD. Kedua, ekspor yang terus mengalami penurunan dari bulan ke bulan di mana pada Januari nilai ekspor Indonesia sebesar USD13,30 miliar atau menurun 9,03% dibanding ekspor Desember 2014.
Sementara, bila dibanding Januari 2014 mengalami penurunan sebesar 8,09%. Sehingga kalau ekspor dari bulan ke bulan turun, maka impor juga turun. Jadi, itu menunjukan bahwa output ekonomi yang dihasilkan lebih sedikit.
"Tekanan kita semakin dini, awal tahun saja rupiah sudah melemah. Kalau terus berlanjut, daya akan terus turun dan tidak ada insentif," kata Eko kepada Koran Sindo di Jakarta, Rabu (4/3/2015).
Ketiga, neraca dagang yang mengalami defisit. Dia mengungkap, neraca dagang yang defisit diikuti dengan transaksi kecil dapat menekan angka pertumbuhan ekonomi.
"Sehingga saya rasa 5,1% itu sudah mengoptimalkan ruang fiskal atau belanja modal yang meningkat. Karena belanja modal yang meningkat itu mampu mendorong perekonomian tapi itu juga butuh waktu," terangnya.
Ekonom Indef Eko Listiyanto mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat pertumbuhan ekonomi tahun ini tidak jauh berbeda dengan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya.
Pertama, tekanan yang terjadi dari awal 2015 seperti melemahnya nilai tukar rupiah yang hampir menembus Rp13.000 per USD. Kedua, ekspor yang terus mengalami penurunan dari bulan ke bulan di mana pada Januari nilai ekspor Indonesia sebesar USD13,30 miliar atau menurun 9,03% dibanding ekspor Desember 2014.
Sementara, bila dibanding Januari 2014 mengalami penurunan sebesar 8,09%. Sehingga kalau ekspor dari bulan ke bulan turun, maka impor juga turun. Jadi, itu menunjukan bahwa output ekonomi yang dihasilkan lebih sedikit.
"Tekanan kita semakin dini, awal tahun saja rupiah sudah melemah. Kalau terus berlanjut, daya akan terus turun dan tidak ada insentif," kata Eko kepada Koran Sindo di Jakarta, Rabu (4/3/2015).
Ketiga, neraca dagang yang mengalami defisit. Dia mengungkap, neraca dagang yang defisit diikuti dengan transaksi kecil dapat menekan angka pertumbuhan ekonomi.
"Sehingga saya rasa 5,1% itu sudah mengoptimalkan ruang fiskal atau belanja modal yang meningkat. Karena belanja modal yang meningkat itu mampu mendorong perekonomian tapi itu juga butuh waktu," terangnya.
(izz)