Fluktuasi Rupiah Sebabkan Permintaan Obligasi Turun
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan mengungkapkan bahwa permintaan masyarakat terhadap surat utang jangka panjang atau obligasi Indonesia dari kalangan investor asing mengalami penurunan.
Menurutnya, hal tersebut karena pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD). Pelemahan ini berdampak langsung terhadap menurunnya kepemilikan pihak asing dalam Surat Berharga Negara (SBN) domestik. Imbasnya, investor asing menjadi menahan diri membeli surat utang Indonesia.
"Asing menahan diri karena kurs kita melemah. Sehingga demand terhadap obligasi menurun. Jika demand turun, maka bunganya akan naik," ujarnya di Jakarta, Senin (9/3/2015).
Robert mengatakan, kepemilikan asing pada SBN domestik lambat laun terus menurun sejak dolar USD mengalami penguatan. Pada 2 Maret 2015, porsi asing tercatat 40,16%, lalu turun menjadi 40,11% pada 3 Maret 2015. Kemudian, pada 4 Maret 2015 menjadi 40,02% dan kembali berkurang menjadi 39,69% di periode 5 Maret 2015.
Dia menjelaskan, pelemahan rupiah memang terjadi karena tren penguatan USD terhadap seluruh mata uang termasuk rupiah. Pemicunya karena perbaikan ekonomi di negara tersebut.
"Kondisi fundamental ekonomi kita baik kok, apalagi ada reformasi fiskal pada APBN. Dolar AS menguat karena ekonomi AS semakin kuat, data pengangguran mereka juga sedang turun. Jadi kenaikan yield juga karena pelemahan rupiah sehingga inflow asing berkurang," terangnya.
Sementara, pada realiasi penerbitan SBN gross hingga 5 Maret 2015, mencapai Rp134,62 triliun atau 29,8% dari total penerbitan gross tahun ini senilai Rp451,81 triliun. Penerbitan SBN tersebut dialokasikan untuk membiayai defisit APBN.
"Pada realisasi tersebut, ini belum termasuk hasil penjualan Sukuk Negara Ritel Seri SR-007 sebesar Rp21,965 triliun. Hari ini kita baru penjatahan siapa-siapa yang dapat, dan uang masuk pada 11 Maret ini," pungkasnya.
(Baca: Total Pembelian Sukuk SR-007 Terbesar Rp600 Juta-Rp2 M)
Menurutnya, hal tersebut karena pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD). Pelemahan ini berdampak langsung terhadap menurunnya kepemilikan pihak asing dalam Surat Berharga Negara (SBN) domestik. Imbasnya, investor asing menjadi menahan diri membeli surat utang Indonesia.
"Asing menahan diri karena kurs kita melemah. Sehingga demand terhadap obligasi menurun. Jika demand turun, maka bunganya akan naik," ujarnya di Jakarta, Senin (9/3/2015).
Robert mengatakan, kepemilikan asing pada SBN domestik lambat laun terus menurun sejak dolar USD mengalami penguatan. Pada 2 Maret 2015, porsi asing tercatat 40,16%, lalu turun menjadi 40,11% pada 3 Maret 2015. Kemudian, pada 4 Maret 2015 menjadi 40,02% dan kembali berkurang menjadi 39,69% di periode 5 Maret 2015.
Dia menjelaskan, pelemahan rupiah memang terjadi karena tren penguatan USD terhadap seluruh mata uang termasuk rupiah. Pemicunya karena perbaikan ekonomi di negara tersebut.
"Kondisi fundamental ekonomi kita baik kok, apalagi ada reformasi fiskal pada APBN. Dolar AS menguat karena ekonomi AS semakin kuat, data pengangguran mereka juga sedang turun. Jadi kenaikan yield juga karena pelemahan rupiah sehingga inflow asing berkurang," terangnya.
Sementara, pada realiasi penerbitan SBN gross hingga 5 Maret 2015, mencapai Rp134,62 triliun atau 29,8% dari total penerbitan gross tahun ini senilai Rp451,81 triliun. Penerbitan SBN tersebut dialokasikan untuk membiayai defisit APBN.
"Pada realisasi tersebut, ini belum termasuk hasil penjualan Sukuk Negara Ritel Seri SR-007 sebesar Rp21,965 triliun. Hari ini kita baru penjatahan siapa-siapa yang dapat, dan uang masuk pada 11 Maret ini," pungkasnya.
(Baca: Total Pembelian Sukuk SR-007 Terbesar Rp600 Juta-Rp2 M)
(izz)