4.300 Perusahaan Masuk Daftar Bandel
A
A
A
MAKASSAR - Sebanyak 4.300 perusahaan yang beroperasi di Sulawesi Selatan (Sulsel) masuk dalam daftar kategori bandel. Sampai saat ini, mereka belum mendaftarkan diri dalam program Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Sesuai Undang-Undang (UU) 24/2011 tentang BPJS, seluruh perusahaan diwajibkan dalam kepesertaan tersebut. Jika tidak, mereka akan dikenakan sanksi pidana 8 tahun hingga denda Rp1 miliar yang ditujukan ke pemberi kerja.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulsel, Latunreng mengatakan, sanksi tegas itu tidak main-main dan harus ditaati. Apalagi sudah ada tenggat waktu tambahan yang diberikan BPJS ke pengusaha dari sebelumnya berlaku 1 Januari 2015, kini diberikan dispensasi hingga Juni 2015. Lewat dari itu sanksi tegas diberlakukan.
“Sejak awal sudah dilakukan sosialisasi baik melalui pertemuan maupun mengumumkan di sejumlah media, namun kesadaran pengusaha masih kurang. Padahal, manfaatnya sangat besar ketika masuk dalam kepesertaan BPJS Kesehatan baik terhadap perusahaan, pekerja maupun keluarga,” ujarnya, Selasa (10/3/2015).
Latunreng mengungkapkan, dari total 6.000 perusahaan di Sulsel baru sekitar .,700 yang masuk dalam kepesertaan dengan jumlah tenaga kerja mencapai 124.000 kepesertaan. Seharusnya, peluang dimanfaatkan pengusaha apalagi nilai iuran yang diberikan sangat rendah dengan fasilitas untuk kelas I dan kelas II pada kamar perawatan.
Untuk meningkatkan kesadaran pengusaha, salah satu upaya dilakukan BPJS Kesehatan menggandeng Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar sebagai pengacara pemerintah. Komitmen mengawas kebijakan ditandai dengan penandatangan Memorandum of Understanding (MoU). Ini sebagai pertanda BPJS Kesehatan siap membawa perusahaan yang tidak mengikutsertakan karyawannya menjadi peserta jaminan sosial ke pengadilan.
"Kami siap menjadi kuasa hukum BPJS Kesehatan. Sebab itu, sebagai lembaga yang diberi kuasa akan melakukan pengawasan kepada perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban mengikutkan pegawainya dalam BPJS Kesehatan," terang Kepala Kejari Makassar, Deddy Suwardy Surachman.
Dia memaparkan, dalam menjalankan pengawasan, kejaksaan sebagai kuasa hukum juga dapat bertindak sebagai jaksa penyidik jika persoalan tersebut masuk ke ranah pidana umum. "Semua laporan yang kami terima dari BPJS Kesehatan Makassar akan kami tindaklanjuti. Kalau perusahaan yang dilaporkan BPJS itu bandel maka ada sanksi hukumnya," terang Deddy.
Kepala Cabang BPJS Makassar, Andi Rismaniswati Syaiful mengungkapkan, MoU bertujuan untuk meningkatkan efektifitas penanganan masalah hukum dalam bidang perdata dan tata usaha negara baik di dalam maupun di luar pengadilan.
"Adapun ruang lingkup kesepakatan bersama ini meliputi bidang perdata dan tata usaha negara, bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lainnya," ungkapnya.
Dia menambahkan, data sementara mencatat sekitar 1.590 perusahaan telah melakukan registrasi. Dari jumlah itu yang sudah membayarkan iurannya sebanyak 1.382 perusahaan dengan total kepesertaan sebanyak 136.875 peserta dan kewajiban iuran sebesar Rp25.500 untuk kelas I dan kelas II sebesar Rp42.500 per bulan.
Sesuai Undang-Undang (UU) 24/2011 tentang BPJS, seluruh perusahaan diwajibkan dalam kepesertaan tersebut. Jika tidak, mereka akan dikenakan sanksi pidana 8 tahun hingga denda Rp1 miliar yang ditujukan ke pemberi kerja.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulsel, Latunreng mengatakan, sanksi tegas itu tidak main-main dan harus ditaati. Apalagi sudah ada tenggat waktu tambahan yang diberikan BPJS ke pengusaha dari sebelumnya berlaku 1 Januari 2015, kini diberikan dispensasi hingga Juni 2015. Lewat dari itu sanksi tegas diberlakukan.
“Sejak awal sudah dilakukan sosialisasi baik melalui pertemuan maupun mengumumkan di sejumlah media, namun kesadaran pengusaha masih kurang. Padahal, manfaatnya sangat besar ketika masuk dalam kepesertaan BPJS Kesehatan baik terhadap perusahaan, pekerja maupun keluarga,” ujarnya, Selasa (10/3/2015).
Latunreng mengungkapkan, dari total 6.000 perusahaan di Sulsel baru sekitar .,700 yang masuk dalam kepesertaan dengan jumlah tenaga kerja mencapai 124.000 kepesertaan. Seharusnya, peluang dimanfaatkan pengusaha apalagi nilai iuran yang diberikan sangat rendah dengan fasilitas untuk kelas I dan kelas II pada kamar perawatan.
Untuk meningkatkan kesadaran pengusaha, salah satu upaya dilakukan BPJS Kesehatan menggandeng Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar sebagai pengacara pemerintah. Komitmen mengawas kebijakan ditandai dengan penandatangan Memorandum of Understanding (MoU). Ini sebagai pertanda BPJS Kesehatan siap membawa perusahaan yang tidak mengikutsertakan karyawannya menjadi peserta jaminan sosial ke pengadilan.
"Kami siap menjadi kuasa hukum BPJS Kesehatan. Sebab itu, sebagai lembaga yang diberi kuasa akan melakukan pengawasan kepada perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban mengikutkan pegawainya dalam BPJS Kesehatan," terang Kepala Kejari Makassar, Deddy Suwardy Surachman.
Dia memaparkan, dalam menjalankan pengawasan, kejaksaan sebagai kuasa hukum juga dapat bertindak sebagai jaksa penyidik jika persoalan tersebut masuk ke ranah pidana umum. "Semua laporan yang kami terima dari BPJS Kesehatan Makassar akan kami tindaklanjuti. Kalau perusahaan yang dilaporkan BPJS itu bandel maka ada sanksi hukumnya," terang Deddy.
Kepala Cabang BPJS Makassar, Andi Rismaniswati Syaiful mengungkapkan, MoU bertujuan untuk meningkatkan efektifitas penanganan masalah hukum dalam bidang perdata dan tata usaha negara baik di dalam maupun di luar pengadilan.
"Adapun ruang lingkup kesepakatan bersama ini meliputi bidang perdata dan tata usaha negara, bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lainnya," ungkapnya.
Dia menambahkan, data sementara mencatat sekitar 1.590 perusahaan telah melakukan registrasi. Dari jumlah itu yang sudah membayarkan iurannya sebanyak 1.382 perusahaan dengan total kepesertaan sebanyak 136.875 peserta dan kewajiban iuran sebesar Rp25.500 untuk kelas I dan kelas II sebesar Rp42.500 per bulan.
(dmd)