Pengusaha Makanan-Minuman Terpukul Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha makanan dan minuman (mamin) yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) mengaku terpukul dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) hingga tembus Rp13.200 per USD.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan, meskipun saat ini pengusaha mamin kelas menengah-besar masih belum terpengaruh dengan pelemahan rupiah. Namun, jika kondisi ini terus berlangsung lama, maka dampaknya akan sangat besar.
"Kita melihat ini pengaruhnya, kalau buat industri pangan menengah besar punya daya tahan. Kita punya bahan baku satu bulan, stok barang jadi satu bulan, biasanya stok distributor dan retailer itu satu bulan. Tapi kalau ini berlangsung lama, pengaruhnya cukup besar," ucapnya kepada Sindonews di Jakarta, Kamis (12/3/2015).
Dia mengatakan, Gapmmi sebelumnya telah memprediksi nilai tukar rupiah di kisaran Rp12.500/USD hingga Rp13.000/USD. Sebab itu, pihaknya menunggu kebijakan pemerintah untuk kembali menstabilkan rupiah. (Baca: Rupiah Ambruk, Jokowi Pede Ekonomi Tetap Baik).
"Karena kalau tidak harus kalkulasi ulang harga pokok kita. Karena memang kita masih banyak impor bahan baku, juga kemasan-kemasan masih banyak impor. Kayak plastik dan segala macamnya," teran Adhi.
Selain itu, pembelian gas melalui PT Perusahaan Gas Negara (Persero) masih dalam bentuk dolar. Biaya angkut pelabuhan hingga sewa kantor pun masih menggunakan mata uang negari Paman Sam tersebut.
"Ini penambahan biaya yang mustinya pemerintah kalau melihat dasar Undang-Undang (UU) BI, harus transaksi dalam rupiah. Kenyataannya semua masih dalam dolar," tandas dia.
(Baca: Rupiah Siang Ini Berhenti di Rp13.197/USD).
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan, meskipun saat ini pengusaha mamin kelas menengah-besar masih belum terpengaruh dengan pelemahan rupiah. Namun, jika kondisi ini terus berlangsung lama, maka dampaknya akan sangat besar.
"Kita melihat ini pengaruhnya, kalau buat industri pangan menengah besar punya daya tahan. Kita punya bahan baku satu bulan, stok barang jadi satu bulan, biasanya stok distributor dan retailer itu satu bulan. Tapi kalau ini berlangsung lama, pengaruhnya cukup besar," ucapnya kepada Sindonews di Jakarta, Kamis (12/3/2015).
Dia mengatakan, Gapmmi sebelumnya telah memprediksi nilai tukar rupiah di kisaran Rp12.500/USD hingga Rp13.000/USD. Sebab itu, pihaknya menunggu kebijakan pemerintah untuk kembali menstabilkan rupiah. (Baca: Rupiah Ambruk, Jokowi Pede Ekonomi Tetap Baik).
"Karena kalau tidak harus kalkulasi ulang harga pokok kita. Karena memang kita masih banyak impor bahan baku, juga kemasan-kemasan masih banyak impor. Kayak plastik dan segala macamnya," teran Adhi.
Selain itu, pembelian gas melalui PT Perusahaan Gas Negara (Persero) masih dalam bentuk dolar. Biaya angkut pelabuhan hingga sewa kantor pun masih menggunakan mata uang negari Paman Sam tersebut.
"Ini penambahan biaya yang mustinya pemerintah kalau melihat dasar Undang-Undang (UU) BI, harus transaksi dalam rupiah. Kenyataannya semua masih dalam dolar," tandas dia.
(Baca: Rupiah Siang Ini Berhenti di Rp13.197/USD).
(izz)