Tren Surplus Berlanjut
A
A
A
JAKARTA - Untuk pertama kali dalam lima tahun neraca perdagangan pada Februari 2015 menunjukkan surplus baik di sektor minyak dan gas (migas) maupun nonmigas.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan pada Februari 2015 surplus sebesar USD738,3 juta (sekitar Rp9,59 triliun pada kurs Rp13.000 per dolar AS) dengan rincian nilai ekspor USD12,29 miliar dan impor USD11,55 miliar. Surplus neraca perdagangan ini dipicu surplus di sektor migas sebesar USD174,1 juta dan surplus nonmigas USD564,2 juta.
“Ini pertama kalinya sejak lima tahun (surplus migas dan nonmigas). Walaupun terjadi penurunan ekspor dan impor, kita mulai surplus dua-duanya. Mudah-mudahan ini awal yang baik,” ungkap Kepala BPS Suryamin dalam jumpa pers di Jakarta kemarin. Menurut Suryamin, surplus migas utamanya disumbang oleh surplus minyak mentah senilai USD257,6 juta.
Adapun hasil minyak masih terjadi defisit USD856 juta, sementara gas mengalami surplus cukup tinggi yaitu USD772,5 juta. “Jadi surplus di migas ini lagi-lagi karena surplus minyak mentah dan gas melebihi defisit hasil minyak,” sebutnya. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, surplus di sektor migas itu di luar kebiasaan. Ia memperkirakan penyebabnya adalah harga migas dunia yang turun tajam dan melimpahnya produksi migas di sejumlah negara sehingga lebih banyak pilihan.
“Sementara ekspor minyak kita walaupun kualitasnya bagus, sudah punya pembeli tertentu sehingga penurunan (ekspornya) mungkin enggak setajam impor kita,” ungkapnya. Sasmito menuturkan, tren surplus neraca perdagangan bulanan yang sudah terjadi selama tiga bulan terakhir (Desember, Januari, Februari) diproyeksikan berlanjut pada Maret.
Sejak 2008 tren neraca perdagangan pada Maret nyaris tidak pernah defisit dan selalu lebih baik dari Februari. “Surplus awal ini sangat bagus untuk mengantisipasi manakala pembangunan infrastruktur mulai berjalan kencang di semester II, kemungkinan akan banyak impor bahan bangunan,” tuturnya.
Sasmito memperkirakan impor pada Maret masih akan tertekan oleh kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ada kemungkinan importir melakukan wait and see hingga nilai dolar AS menurun. Sementara itu, nilai ekspor dan impor pada Februari 2015 sama-sama mengalami penurunan, penurunan impor lebih besar dibanding penurunan ekspor.
Nilai ekspor Februari 2015 mencapai USD12,29 miliar atau turun 7,99% dibanding Januari 2015 dan turun 16,02% dibanding Februari 2014. Secara kumulatif nilai ekspor Januari- Februari 2015 mencapai USD25,64 miliar atau menurun 11,89% dibanding periode yang sama pada 2014. Adapun nilai impor Indonesia Februari 2015 mencapai USD11,55 miliar atau turun 8,42% dibanding Januari 2015 dan turun 16,24% dibanding Februari 2014.
Menurut Suryamin, terjadi penurunan impor dari seluruh negara asal impor kecuali dari China. Surplus neraca perdagangan pada Februari 2015 disambut baik Menko Perekonomian Sofyan Djalil. Menurut dia, surplus yang mencapai USD738,3 juta itu kabar baik saat lemahnya rupiah dan terganggunya elemen ekonomi lainnya yang mengkhawatirkan.
“Masyarakat bisa melihat bahwa prestasi ekspor saat ini mampu menambah rasa optimisme terhadap permasalahan moneter, namun tetap perlu terus perhatikan kondisi terkait transaksi berjalan juga,” ungkapnya setelah rapat koordinasi mengenai rupiah di Kemenko Perekonomian, Jakarta, kemarin. Sofyan mengingatkan, transaksi berjalan saat ini masih mengalami defisit.
Dia berharap ekspor ke depan dapat terus ditingkatkan untuk dapat memperbaiki transaksi berjalan dan mendukung perbaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Di tempat yang sama, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, untuk terus meningkatkan surplus neraca perdagangan, impor akan gencar dikurangi.
“Perlu pengurangan impor bahan bakar minyak (BBM) dan akan ada beberapa kebijakan yang segera dikeluarkan dalam jangka pendek sekitar 1-2 bulan ke depan terkait hal ini,” ucapnya. Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta S e g a r a mengatakan, pihaknya memperkirakan struktur neraca perdagangan Indonesia ke depan akan lebih sehat dan semakin mendukung proses pemulihan keseimbangan eksternal Indonesia.
BI memandang kinerja neraca perdagangan Februari 2015 akan berdampak positif terhadap kinerja transaksi berjalan kuartal I/2015. Berbeda dengannya, Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan, kuartal I tahun ini justru ada indikasi pelemahan kinerja neraca perdagangan. Sebenarnya masih terjadi pelemahan pada impor dan ekspor.
“Secara keseluruhan masih defisit transaksi berjalan karena antara neraca jasa dan pendapatan masih lebih besar di neraca barang,” kata dia.
inda susanti/rabia edra/ kunthi fahmar sandy
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan pada Februari 2015 surplus sebesar USD738,3 juta (sekitar Rp9,59 triliun pada kurs Rp13.000 per dolar AS) dengan rincian nilai ekspor USD12,29 miliar dan impor USD11,55 miliar. Surplus neraca perdagangan ini dipicu surplus di sektor migas sebesar USD174,1 juta dan surplus nonmigas USD564,2 juta.
“Ini pertama kalinya sejak lima tahun (surplus migas dan nonmigas). Walaupun terjadi penurunan ekspor dan impor, kita mulai surplus dua-duanya. Mudah-mudahan ini awal yang baik,” ungkap Kepala BPS Suryamin dalam jumpa pers di Jakarta kemarin. Menurut Suryamin, surplus migas utamanya disumbang oleh surplus minyak mentah senilai USD257,6 juta.
Adapun hasil minyak masih terjadi defisit USD856 juta, sementara gas mengalami surplus cukup tinggi yaitu USD772,5 juta. “Jadi surplus di migas ini lagi-lagi karena surplus minyak mentah dan gas melebihi defisit hasil minyak,” sebutnya. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, surplus di sektor migas itu di luar kebiasaan. Ia memperkirakan penyebabnya adalah harga migas dunia yang turun tajam dan melimpahnya produksi migas di sejumlah negara sehingga lebih banyak pilihan.
“Sementara ekspor minyak kita walaupun kualitasnya bagus, sudah punya pembeli tertentu sehingga penurunan (ekspornya) mungkin enggak setajam impor kita,” ungkapnya. Sasmito menuturkan, tren surplus neraca perdagangan bulanan yang sudah terjadi selama tiga bulan terakhir (Desember, Januari, Februari) diproyeksikan berlanjut pada Maret.
Sejak 2008 tren neraca perdagangan pada Maret nyaris tidak pernah defisit dan selalu lebih baik dari Februari. “Surplus awal ini sangat bagus untuk mengantisipasi manakala pembangunan infrastruktur mulai berjalan kencang di semester II, kemungkinan akan banyak impor bahan bangunan,” tuturnya.
Sasmito memperkirakan impor pada Maret masih akan tertekan oleh kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ada kemungkinan importir melakukan wait and see hingga nilai dolar AS menurun. Sementara itu, nilai ekspor dan impor pada Februari 2015 sama-sama mengalami penurunan, penurunan impor lebih besar dibanding penurunan ekspor.
Nilai ekspor Februari 2015 mencapai USD12,29 miliar atau turun 7,99% dibanding Januari 2015 dan turun 16,02% dibanding Februari 2014. Secara kumulatif nilai ekspor Januari- Februari 2015 mencapai USD25,64 miliar atau menurun 11,89% dibanding periode yang sama pada 2014. Adapun nilai impor Indonesia Februari 2015 mencapai USD11,55 miliar atau turun 8,42% dibanding Januari 2015 dan turun 16,24% dibanding Februari 2014.
Menurut Suryamin, terjadi penurunan impor dari seluruh negara asal impor kecuali dari China. Surplus neraca perdagangan pada Februari 2015 disambut baik Menko Perekonomian Sofyan Djalil. Menurut dia, surplus yang mencapai USD738,3 juta itu kabar baik saat lemahnya rupiah dan terganggunya elemen ekonomi lainnya yang mengkhawatirkan.
“Masyarakat bisa melihat bahwa prestasi ekspor saat ini mampu menambah rasa optimisme terhadap permasalahan moneter, namun tetap perlu terus perhatikan kondisi terkait transaksi berjalan juga,” ungkapnya setelah rapat koordinasi mengenai rupiah di Kemenko Perekonomian, Jakarta, kemarin. Sofyan mengingatkan, transaksi berjalan saat ini masih mengalami defisit.
Dia berharap ekspor ke depan dapat terus ditingkatkan untuk dapat memperbaiki transaksi berjalan dan mendukung perbaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Di tempat yang sama, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, untuk terus meningkatkan surplus neraca perdagangan, impor akan gencar dikurangi.
“Perlu pengurangan impor bahan bakar minyak (BBM) dan akan ada beberapa kebijakan yang segera dikeluarkan dalam jangka pendek sekitar 1-2 bulan ke depan terkait hal ini,” ucapnya. Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta S e g a r a mengatakan, pihaknya memperkirakan struktur neraca perdagangan Indonesia ke depan akan lebih sehat dan semakin mendukung proses pemulihan keseimbangan eksternal Indonesia.
BI memandang kinerja neraca perdagangan Februari 2015 akan berdampak positif terhadap kinerja transaksi berjalan kuartal I/2015. Berbeda dengannya, Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan, kuartal I tahun ini justru ada indikasi pelemahan kinerja neraca perdagangan. Sebenarnya masih terjadi pelemahan pada impor dan ekspor.
“Secara keseluruhan masih defisit transaksi berjalan karena antara neraca jasa dan pendapatan masih lebih besar di neraca barang,” kata dia.
inda susanti/rabia edra/ kunthi fahmar sandy
(ars)