Rupiah Lesu, Biaya Produksi Pindad Terkerek 20%
A
A
A
BANDUNG - Direktur Utama PT Pindad (Persero) Silmy Karim mengaku, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) hingga tembus Rp13.200 per USD menyebabkan biaya produksi perseroan terkerek 20%.
Dia mengatakan, depresiasi rupiah tersebut sangat berdampak terhadap biaya yang dikeluarkan perseroan. Hal ini lantaran masih ada komponen produksi yang harus diimpor dari luar negeri.
"Karena, bagaimanapun masih ada komponen yang harus diimpor dari luar negeri. Kurang lebih dampaknya terhadap biaya bisa meningkat 20% dengan kondisi saat ini pelemahan rupiah Rp13.200/USD," katanya di Kantor Pusat Pindad, Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/3/2015).
Menurutnya, kendati peningkatan biaya produksi tidak hanya dipengaruhi depresiasi rupiah semata, namun pada kenyataannya memang berpengaruh cukup besar.
"Harga jual kita kan ke TNI banyak yang menggunakan rupiah, seperti produk-produk amunisi, kendaraan tempur," imbuh Slimy.
Sementara, untuk menekan kerugian yang dialami perseroan akibat depresiasi rupiah, pihaknya memaksimalkan komponen yang berasal dari dalam negeri menjadi salah satu upayanya. Namun, perseroan masih terganjal dengan minimnya komponen yang dapat dipasok dan diproduksi dalam negeri.
"Untuk beberapa part kayak Panser Anoa kan mesinnya masih impor dari Perancis. Beberapa material amunisi itu diimpor dari luar negeri. Makanya kita mendorong propelan diproduksi dalam negeri," tandas dia.
(Baca: Produksi Amunisi Pindad Terganggu Pelemahan Rupiah)
Dia mengatakan, depresiasi rupiah tersebut sangat berdampak terhadap biaya yang dikeluarkan perseroan. Hal ini lantaran masih ada komponen produksi yang harus diimpor dari luar negeri.
"Karena, bagaimanapun masih ada komponen yang harus diimpor dari luar negeri. Kurang lebih dampaknya terhadap biaya bisa meningkat 20% dengan kondisi saat ini pelemahan rupiah Rp13.200/USD," katanya di Kantor Pusat Pindad, Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/3/2015).
Menurutnya, kendati peningkatan biaya produksi tidak hanya dipengaruhi depresiasi rupiah semata, namun pada kenyataannya memang berpengaruh cukup besar.
"Harga jual kita kan ke TNI banyak yang menggunakan rupiah, seperti produk-produk amunisi, kendaraan tempur," imbuh Slimy.
Sementara, untuk menekan kerugian yang dialami perseroan akibat depresiasi rupiah, pihaknya memaksimalkan komponen yang berasal dari dalam negeri menjadi salah satu upayanya. Namun, perseroan masih terganjal dengan minimnya komponen yang dapat dipasok dan diproduksi dalam negeri.
"Untuk beberapa part kayak Panser Anoa kan mesinnya masih impor dari Perancis. Beberapa material amunisi itu diimpor dari luar negeri. Makanya kita mendorong propelan diproduksi dalam negeri," tandas dia.
(Baca: Produksi Amunisi Pindad Terganggu Pelemahan Rupiah)
(izz)