DPR Nilai Koordinasi Kementerian Ekonomi Tak Optimal
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar melihat bahwa koordinasi kementerian ekonomi dan pangan di pemerintahan tidak optimal, baik secara horizontal sesama menteri maupun secara vertikal dengan presiden.
Situasi itu tergambar, dalam rapat kabinet terbatas di Istana Bogor, Minggu (15/3/2015) lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyindir para menteri yang tidak melaporkan perkembangan harga beras kepadanya.
"Kualitas keputusan salah satunya akan sangat ditentukan dari kemampuan membangun koordinasi, komunikasi dan melakukan formulasi data realitas. Namun ironisnya di dalam banyak kesempatan kita sering menyaksikan bahwa kinerja kabinet dalam permasalahan ini sangat buruk," ungkap Rofi dalam rilisnya, Kamis (19/3/2015).
Setelah menyindir para menteri yang tidak melapor, Jokowi lantas menyebutkan harga beras terbaru sesuai data yang diperoleh dari timnya di Pasar Cipinang. Menurut Jokowi saat itu, kenaikan harga beras hanya Rp100/liter setelah dilakukan operasi pasar (OP).
"Lempar tanggung jawab seringkali terjadi satu menteri dengan lainnya dan di saat yang bersamaan kualitas informasi seringkali tidak diperhatikan dengan baik. Tentu saja jika hal ini terus diperhatikan akan menjadi kendala dalam realiasasi berbagai program publik," sindir Rofi.
Legislator dari Jatim VII ini menambahkan, dari kejadian ratas tersebut bisa terlihat bahwa setidaknya ada dua permasalahan utama, yaitu lemahnya koordinasi dan daya dukung struktur kementerian yang belum optimal.
Menurut dia, lemahnya koordinasi seperti ini cukup sering terjadi jika mau ditelusuri. Misalnya, terkait raskin dan target swasembada pangan 2017, yang satu sama lain tidak sesuai. Oleh karenanya, kata dia, fungsi Kementerian Koordinator bidang Perekonomian cukup penting dalam menjaga arus informasi dan kebijakan lintas kementerian.
"Kita melihat bahwa sistem koordinasi dan laporan tidak berjalan maksimal di dalam kabinet, sedangkan di sisi lain ironisnya presiden mengandalkan data dari tim yang dibentuknya sendiri," tutur Rofi.
Menurut dia, ada baiknya memaksimalkan jalur struktural yang ada agar kualitas data yang diterima oleh presiden tidak salah, mengingat hal tersebut akan menentukan kualitas kebijakan yang dibuat.
Situasi itu tergambar, dalam rapat kabinet terbatas di Istana Bogor, Minggu (15/3/2015) lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyindir para menteri yang tidak melaporkan perkembangan harga beras kepadanya.
"Kualitas keputusan salah satunya akan sangat ditentukan dari kemampuan membangun koordinasi, komunikasi dan melakukan formulasi data realitas. Namun ironisnya di dalam banyak kesempatan kita sering menyaksikan bahwa kinerja kabinet dalam permasalahan ini sangat buruk," ungkap Rofi dalam rilisnya, Kamis (19/3/2015).
Setelah menyindir para menteri yang tidak melapor, Jokowi lantas menyebutkan harga beras terbaru sesuai data yang diperoleh dari timnya di Pasar Cipinang. Menurut Jokowi saat itu, kenaikan harga beras hanya Rp100/liter setelah dilakukan operasi pasar (OP).
"Lempar tanggung jawab seringkali terjadi satu menteri dengan lainnya dan di saat yang bersamaan kualitas informasi seringkali tidak diperhatikan dengan baik. Tentu saja jika hal ini terus diperhatikan akan menjadi kendala dalam realiasasi berbagai program publik," sindir Rofi.
Legislator dari Jatim VII ini menambahkan, dari kejadian ratas tersebut bisa terlihat bahwa setidaknya ada dua permasalahan utama, yaitu lemahnya koordinasi dan daya dukung struktur kementerian yang belum optimal.
Menurut dia, lemahnya koordinasi seperti ini cukup sering terjadi jika mau ditelusuri. Misalnya, terkait raskin dan target swasembada pangan 2017, yang satu sama lain tidak sesuai. Oleh karenanya, kata dia, fungsi Kementerian Koordinator bidang Perekonomian cukup penting dalam menjaga arus informasi dan kebijakan lintas kementerian.
"Kita melihat bahwa sistem koordinasi dan laporan tidak berjalan maksimal di dalam kabinet, sedangkan di sisi lain ironisnya presiden mengandalkan data dari tim yang dibentuknya sendiri," tutur Rofi.
Menurut dia, ada baiknya memaksimalkan jalur struktural yang ada agar kualitas data yang diterima oleh presiden tidak salah, mengingat hal tersebut akan menentukan kualitas kebijakan yang dibuat.
(rna)