Kesenjangan Ekonomi Masih Tinggi

Jum'at, 20 Maret 2015 - 08:37 WIB
Kesenjangan Ekonomi Masih Tinggi
Kesenjangan Ekonomi Masih Tinggi
A A A
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi nasional yang berdasarkan produk domestik bruto (PDB) dinilai hanya dinikmati golongan menengah atas.

Hal ini menyebabkan ketimpangan sosial yang kian melebar di masyarakat. Menurut Ketua Dewan Pembina Yayasan Institut Bisnis Indonesia (IBI) Kwik Kian Gie, parameter yang menunjukkan ketimpangan antara orang kaya dan miskin di Indonesia tampak pada Rasio Gini (Gini Ratio) yang mencapai 0,43% pada tahun lalu.

Gini Ratio menggunakan skala antara 0-1, di mana 0 menunjukkan tidak adanya kesenjangan sosial di masyarakat dan angka 1 tingkat kesenjangan sosial mencapai titik maksimal.

”Jika mengacu pada Bank Dunia yang menyatakan bahwa ukuran masyarakat miskin atau tidak adalah pengeluaran di bawah USD2 atau setara Rp26.000 (Rp13.000/USD) per hari per orang. Maka 50% masyarakat Indonesia masuk dalam kategori miskin,” ujar Kwik di sela-sela seminar bertema Ironi Pembangunan Ekonomi: Kesenjangan Sosial Melebar di Jakarta, Rabu (18/3). Dia juga mengkritisi perhitungan pertumbuhan ekonomi yang berdasarkan pada produk domestik bruto (PDB).

Konsep tersebut menurutnya tidak memedulikan adanya kesenjangan antara kaya dan miskin karena yang dilihat pertumbuhan secara makro. ”PDB adalah barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia tanpa memerdulikan siapa yang membuatnya dan siapa yang memilikinya,” terang dia. Maka, pertumbuhan ini dinikmati oleh segelintir orang Indonesia saja, tanpa rakyat banyak yang menikmatinya.

Staf ahli Bappenas bidang Ekonomi dan Pembiayaan Pembangunan Bambang Prijambodo mengakui, tidak meratanya pembangunan nasional akibat kurangnya koordinasi antara lembaga dan kementerian di Indonesia. Menurutnya, kondisi politik turut memengaruhi kebijakan ekonomi, termasuk saat pergantian kepemimpinan yang menyebabkan regulasi berubah-ubah.

”Kita kesulitan dengan program jangka panjang, mengatasi kesenjangan ekonomi ini termasuk program jangka panjang,” ujarnya. Pengamat ekonomi Ahmad Erani Yustika menambahkan, pemerintah harus selektif dan hati-hati dalam mem-berlakukan liberalisasi ekonomi di Tanah Air.

Selain itu, pemerintah juga perlu mengevaluasi kompetisi ekonomi. Sebab, daya saing ekonomi cukup rendah dika-renakan inefisiensi birokrasi, korupsi, dan keterbatasan infrastruktur. ”Dulu krisis ekonomi terjadi dalam periode 2-5 tahun, tapi sekarang lebih cepat waktunya sehingga krisis ekonomi menjadi wajar,” ungkapnya.

Heru febrianto
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4241 seconds (0.1#10.140)