Pertumbuhan Ekonomi RI Berpotensi Lebih Buruk dari 2014

Minggu, 22 Maret 2015 - 15:07 WIB
Pertumbuhan Ekonomi...
Pertumbuhan Ekonomi RI Berpotensi Lebih Buruk dari 2014
A A A
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini yang dicanangkan oleh pemerintah sebesar 5,7% diprediksi tidak akan mencapai target. Bahkan berpotensi lebih buruk dibandingkan 2014 sebesar 5,02%.

Dewan Pakar Koalisi Anti Utang (KAU) Kusfiardi Sutan Majo Endah mengatakan, hal ini karena telah terjadi pengurangan impor, yang berimplikasi pada kegiatan perekonomian di Tanah Air.

"Nah, ini juga menggangu konteks kegiatan konsumsi. Selama ini, pertumbuhan ekonomi kita banyak didorong oleh konsumsi. Kalau ada penurunan impor dan konsumsi maka sudah double tekanannya, sehingga sulit untuk mencapai target," kata dia ketika dihubungi, Minggu (22/3/2015)

Menurut dia, yang harus diketahui oleh pemerintah adalah masalah yang dihadapi saat ini, di mana adanya tekanan berlapis yang terjadi mengenai kebutuhan impor bahan pangan.

Bukan hanya itu, kebutuhan impor minyak dan gas (migas), bahan baku industri, dan dolar Amerika Serikat (USD) untuk membayar utang luar negeri yang jatuh tempo juga menambah masalah.

Kusfiardi menilai, enam paket kebijakan yang dirilis pemerintah tidak membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membaik.

"Saya kira masih jauh dari target 5,7% yang dicanangkan pemerintah. Justru kalau kita tumbuh dengan kebijakan seperti itu, yang akan menikmati asing lagi dan investor asing lain," pungkasnya.‎

Adapun enam paket kebijakan ekonomi pemerintah Joko Widodo, yakni pengurangan pajak penghasilan (PPh) atau tax allowance untuk perusahaan yang menahan dividennya dan melakukan reinvestasi, bea masuk antidumping sementara dan bea masuk tindak pengamanan sementara untuk mengurangi impor dan melindungi industri lokal.

Selanjutnya, bebas visa kepada 30 negara baru, kewajiban penggunaan biofuel hingga 15% untuk solar, penerapan letter of credit (L/C) untuk produk sumber daya alam serta restrukturisasi perusahaan reasuransi domestik dari dua perusahaan menjadi satu perusahaan nasional.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6764 seconds (0.1#10.140)