ADB Perkirakan Pertumbuhan Hanya 5,5%
A
A
A
JAKARTA - Bank Pembangunan Asia (Asia Development Bank/ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya 5,5%. Proyeksi tersebut di bawah target pemerintah sebesar 5,7%.
ADB memperkirakan, pertumbuhan ekonomi nasional baru akan meningkat lebih tinggi di dua tahun berikutnya. Tahun depan pertumbuhan ekonomi diperkirakan naik menjadi 6%.
Namun, ini dapat terealisasi jika pemerintahan saat ini mampu mempertahankan perbaikan iklim investasi serta reformasi struktural seperti pengurangan subsidi bahan bakar yang sudah dilakukan sejak November lalu.
”Implementasi percepatan infrastruktur, pengurangan biaya logistik, dan memperkuat realisasi anggaran akan mendongkrak pertumbuhan,” tutur Deputy Country Director ADB Indonesia Edimon Ginting dalam acara ”Asia Development Outlook 2015” di Jakarta kemarin. Dia mengatakan, pemerintah perlu melanjutkan upaya reformasi ekonomi dengan mengeluarkan berbagai kebijakan lanjutan.
Edimon mengakui, tidak mudah melakukan reformasi saat terdapat sejumlah risiko internal dan eksternal seperti saat ini, antara lain pendapatan yang lebih rendah dan lemahnya potensi pertumbuhan mitra dagang. Terlebih, saat kondisi suku bunga AS yang terus meningkat, pemerintah perlu melakukan berbagai persiapan untuk mengelola risiko tersebut demi menaikkan 0,5% pertumbuhan dari tahun 2014.
Seperti diketahui, tahun lalu pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5,02%. Dalam paparannya, Edimon menyoroti perlambatan pertumbuhan yang sudah terjadi sejak empat tahun ke belakang. Menurut dia, pengurangan subsidi adalah langkah yang berpengaruh besar dalam melakukan perbaikan sektor fiskal, terlebih jika dananya kemudian dapat dialokasikan ke halhal yang lebih produktif termasuk infrastruktur fisik dan sosial secara efektif. Dia mengatakan, dengan menekan subsidi, pemerintah mampu menambah belanja modal 2015 hingga lebih dari dua kali lipat serta menurunkan target defisit fiskal menjadi 1,9% dari produk domestik bruto (PDB).
”Menaikkan penerimaan pajak, eksekusi anggaran yang lebih baik, terus mendorong investasi, serta penurunan tajam angka inflasi dapat menyokong momentum pergerakan ekonomi,” imbuhnya. Secara keseluruhan, laporan publikasi ekonomi terbaru ADB memperkirakan, kawasan Asia, yang tumbuh sebesar 6,3% pada 2015 dan 2016, masih memberikan kontribusi besar pada kinerja pertumbuhan ekonomi global. Ekonom Senior ADB Indonesia Priasto Aji menambahkan, demi mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 6% yang terakhir kali dicapai pada 2012, pemerintah juga perlu mengembangkan sumber pertumbuhan selain ekspor komoditas yang harganya berfluktuasi.
”Misalnya, manufaktur yang berorientasi ekspor. Itu akan lebih stabil daripada komoditas,” katanya. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dilansir ADB masih sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia (BI), yakni di kisaran 5,4% hingga 5,8% untuk tahun ini.
BI memperkirakan, pertumbuhan ekonomi mulai membaik pada kuartal pertama tahun ini, dibandingkan kuartal sebelumnya, terutama ditopang oleh konsumsi swasta yang meningkat seiring dengan terkendalinya inflasi. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, konsumsi pemerintah juga terus membaik sejalan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah.
Sementara, ekspor diperkirakan masih terkontraksi karena turunnya harga komoditas dan masih lemahnya permintaan dunia, walaupun juga mulai mengalami perbaikan secara gradual. Namun, pandangan berbeda sebelumnya diungkapkan oleh ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eko Listiyanto . Dia menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini lebih rendah akibat besarnya tekanan di awal tahun. Dia memprediksi, pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini hanya sekitar 5,1%.
Menurut Eko, ada beberapa faktor yang membuat pertumbuhan ekonomi tahun ini tidak jauh berbeda dengan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya, antara lain tekanan yang terjadi dari awal tahun 2015 berupa melemahnya nilai tukar rupiah yang menembus Rp13.000 per dolar AS. Kemudian, ekspor yang masih terus mengalami penurunan dari bulan ke bulan, diikuti dengan turunnya impor, menunjukkan bahwa output ekonomi yang dihasilkan juga lebih sedikit. Selain itu, defisit transaksi berjalan juga masih belum teratasi.
”Sehingga, saya rasa pencapaian (pertumbuhan ekonomi) 5,1% itu juga sudah mengoptimalkan ruang fiskal atau belanja modal yang meningkat. Belanja modal yang meningkat itu memang mampu mendorong perekonomian, tapi itu juga butuh waktu,” paparnya kepada KORAN SINDO beberapa waktu lalu.
rabia edra
ADB memperkirakan, pertumbuhan ekonomi nasional baru akan meningkat lebih tinggi di dua tahun berikutnya. Tahun depan pertumbuhan ekonomi diperkirakan naik menjadi 6%.
Namun, ini dapat terealisasi jika pemerintahan saat ini mampu mempertahankan perbaikan iklim investasi serta reformasi struktural seperti pengurangan subsidi bahan bakar yang sudah dilakukan sejak November lalu.
”Implementasi percepatan infrastruktur, pengurangan biaya logistik, dan memperkuat realisasi anggaran akan mendongkrak pertumbuhan,” tutur Deputy Country Director ADB Indonesia Edimon Ginting dalam acara ”Asia Development Outlook 2015” di Jakarta kemarin. Dia mengatakan, pemerintah perlu melanjutkan upaya reformasi ekonomi dengan mengeluarkan berbagai kebijakan lanjutan.
Edimon mengakui, tidak mudah melakukan reformasi saat terdapat sejumlah risiko internal dan eksternal seperti saat ini, antara lain pendapatan yang lebih rendah dan lemahnya potensi pertumbuhan mitra dagang. Terlebih, saat kondisi suku bunga AS yang terus meningkat, pemerintah perlu melakukan berbagai persiapan untuk mengelola risiko tersebut demi menaikkan 0,5% pertumbuhan dari tahun 2014.
Seperti diketahui, tahun lalu pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5,02%. Dalam paparannya, Edimon menyoroti perlambatan pertumbuhan yang sudah terjadi sejak empat tahun ke belakang. Menurut dia, pengurangan subsidi adalah langkah yang berpengaruh besar dalam melakukan perbaikan sektor fiskal, terlebih jika dananya kemudian dapat dialokasikan ke halhal yang lebih produktif termasuk infrastruktur fisik dan sosial secara efektif. Dia mengatakan, dengan menekan subsidi, pemerintah mampu menambah belanja modal 2015 hingga lebih dari dua kali lipat serta menurunkan target defisit fiskal menjadi 1,9% dari produk domestik bruto (PDB).
”Menaikkan penerimaan pajak, eksekusi anggaran yang lebih baik, terus mendorong investasi, serta penurunan tajam angka inflasi dapat menyokong momentum pergerakan ekonomi,” imbuhnya. Secara keseluruhan, laporan publikasi ekonomi terbaru ADB memperkirakan, kawasan Asia, yang tumbuh sebesar 6,3% pada 2015 dan 2016, masih memberikan kontribusi besar pada kinerja pertumbuhan ekonomi global. Ekonom Senior ADB Indonesia Priasto Aji menambahkan, demi mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 6% yang terakhir kali dicapai pada 2012, pemerintah juga perlu mengembangkan sumber pertumbuhan selain ekspor komoditas yang harganya berfluktuasi.
”Misalnya, manufaktur yang berorientasi ekspor. Itu akan lebih stabil daripada komoditas,” katanya. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dilansir ADB masih sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia (BI), yakni di kisaran 5,4% hingga 5,8% untuk tahun ini.
BI memperkirakan, pertumbuhan ekonomi mulai membaik pada kuartal pertama tahun ini, dibandingkan kuartal sebelumnya, terutama ditopang oleh konsumsi swasta yang meningkat seiring dengan terkendalinya inflasi. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, konsumsi pemerintah juga terus membaik sejalan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah.
Sementara, ekspor diperkirakan masih terkontraksi karena turunnya harga komoditas dan masih lemahnya permintaan dunia, walaupun juga mulai mengalami perbaikan secara gradual. Namun, pandangan berbeda sebelumnya diungkapkan oleh ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eko Listiyanto . Dia menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini lebih rendah akibat besarnya tekanan di awal tahun. Dia memprediksi, pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini hanya sekitar 5,1%.
Menurut Eko, ada beberapa faktor yang membuat pertumbuhan ekonomi tahun ini tidak jauh berbeda dengan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya, antara lain tekanan yang terjadi dari awal tahun 2015 berupa melemahnya nilai tukar rupiah yang menembus Rp13.000 per dolar AS. Kemudian, ekspor yang masih terus mengalami penurunan dari bulan ke bulan, diikuti dengan turunnya impor, menunjukkan bahwa output ekonomi yang dihasilkan juga lebih sedikit. Selain itu, defisit transaksi berjalan juga masih belum teratasi.
”Sehingga, saya rasa pencapaian (pertumbuhan ekonomi) 5,1% itu juga sudah mengoptimalkan ruang fiskal atau belanja modal yang meningkat. Belanja modal yang meningkat itu memang mampu mendorong perekonomian, tapi itu juga butuh waktu,” paparnya kepada KORAN SINDO beberapa waktu lalu.
rabia edra
(bhr)