Menkeu Cerita Kondisi Ekonomi Saat Ini Lanjutan 2008-2009
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menceritakan, apa yang terjadi pada perekonomian saat ini adalah rentetan dari peristiwa pada 2008-2009. Saat itu, Amerika Serikat (AS) sistem ekonominya sedang kolaps. AS pun melakukan penyelamatan perekonomiannya.
Menkeu menuturkan, ada dua hal yang bisa dilakukan di bidang moneter dan fiskal. Namun, fiskal tidak berjalan dengan baik karena pemerintah (AS) dan kongres stuck.
"Mereka tidak pernah bisa membahas apapun, termasuk pajak. Akhirnya satu-satunya andalan adalah di moneter. Karena ekonomi kolaps, maka yang dilakukan komandan moneter adalah memompa uang supaya ekonominya bisa berjalan atau tumbuh," ujarnya di Komisi XI DPR RI Jakarta, Rabu (25/3/2015)
Dia melanjutkan, pelonggaran moneter (QE 1) mulai dikucurkan ke sistem keuangan, yang besarnya mencapai USD100 miliar. Angka ini lebih tinggi dari yang dilakukan Bank Central Eropa sebesar USD80 miliar.
"AS itu USD100 miliar. Mereka merasa tidak cukup keluarkan quantitative easing (QE) 2 dan 3. Ketika QE diluncurkan, uang dipompa ke sistem, yang terjadi adalah pergerakan pada surat utang emerging market," terangnya.
QE 1-3 itu begitu besar inflow-nya dari AS atau negara maju ke emerging market (EM). Sehingga, terjadi pada 2011 Indonesia pernah tumbuh sampai 6,5% dan merupakan pertumbuhan tertinggi setelah krisis finansial Asia pada 1998.
"Karena waktu itu inflow ke Indonesia dan EM begitu besar. Tapi ketika Bernanke bicara AS menghentikan QE pada 2013, maka terjadilah outflow dari EM ke AS kebanyakan dan negara maju lainnya," ujar Bambang.
Adanya QE dari AS ternyata mempengaruhi. Ada kucuran, maka terjadi kenaikan permintaan untuk komoditas. Pada periode 2009-2014 terjadi harga komoditas naik tinggi. Di sini neraca perdagangan Indonesia besar sampai bisa nutup CAD.
"Pada periode utamanya 2010-2011 kita CAD surplus. Tapi, kemudian ketika mesin QE berhenti otomatis harga komoditas drop. Ini belum memasukkan unsur perang minyak. Dari situ kami melihat kondisi hari ini adalah keseimbangan baru buat semua utamanya EM," pungkas Bambang.
Menkeu menuturkan, ada dua hal yang bisa dilakukan di bidang moneter dan fiskal. Namun, fiskal tidak berjalan dengan baik karena pemerintah (AS) dan kongres stuck.
"Mereka tidak pernah bisa membahas apapun, termasuk pajak. Akhirnya satu-satunya andalan adalah di moneter. Karena ekonomi kolaps, maka yang dilakukan komandan moneter adalah memompa uang supaya ekonominya bisa berjalan atau tumbuh," ujarnya di Komisi XI DPR RI Jakarta, Rabu (25/3/2015)
Dia melanjutkan, pelonggaran moneter (QE 1) mulai dikucurkan ke sistem keuangan, yang besarnya mencapai USD100 miliar. Angka ini lebih tinggi dari yang dilakukan Bank Central Eropa sebesar USD80 miliar.
"AS itu USD100 miliar. Mereka merasa tidak cukup keluarkan quantitative easing (QE) 2 dan 3. Ketika QE diluncurkan, uang dipompa ke sistem, yang terjadi adalah pergerakan pada surat utang emerging market," terangnya.
QE 1-3 itu begitu besar inflow-nya dari AS atau negara maju ke emerging market (EM). Sehingga, terjadi pada 2011 Indonesia pernah tumbuh sampai 6,5% dan merupakan pertumbuhan tertinggi setelah krisis finansial Asia pada 1998.
"Karena waktu itu inflow ke Indonesia dan EM begitu besar. Tapi ketika Bernanke bicara AS menghentikan QE pada 2013, maka terjadilah outflow dari EM ke AS kebanyakan dan negara maju lainnya," ujar Bambang.
Adanya QE dari AS ternyata mempengaruhi. Ada kucuran, maka terjadi kenaikan permintaan untuk komoditas. Pada periode 2009-2014 terjadi harga komoditas naik tinggi. Di sini neraca perdagangan Indonesia besar sampai bisa nutup CAD.
"Pada periode utamanya 2010-2011 kita CAD surplus. Tapi, kemudian ketika mesin QE berhenti otomatis harga komoditas drop. Ini belum memasukkan unsur perang minyak. Dari situ kami melihat kondisi hari ini adalah keseimbangan baru buat semua utamanya EM," pungkas Bambang.
(dmd)