Kenaikan Harga Dinilai Wajar
A
A
A
JAKARTA - Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar pada 1 April 2015 dinilai wajar jika mengacu pada variabel harga minyak dan nilai tukar rupiah, sesuai Peraturan Presiden (Perpres) No 191/2014.
”Jika mengacu pada variabelvariabel itu, harga BBM memang sudah perlu ada kenaikan lagi,” kata pengamat energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro di Jakarta, kemarin. Berdasarkan hitungan ReforMiner, harga keekonomian premium sekarang ini berada di kisaran Rp8.200–8.500 per liter.
Perhitungan tersebut dengan mengacu harga pasar premium di pasar internasional (MOPS gasolin) sekitar USD70 per barel. Sesuai Perpres No 191/2014, lanjutnya, pemerintah seharusnya sudah mempunyai acuan bahwa harga premium tidak lagi disubsidi dan solar disubsidi tetap.
Meski demikian, imbuh Komaidi, sesuai konstitusi, kewenangan penetapan harga BBM berada di tangan pemerintah. Jika diputuskan belum perlu dinaikkan, berarti ada variabel penentu lain yang diakomodasi pemerintah. ”Kemungkinan pemerintah masih mengkaji aspek daya beli masyarakat dan risiko politiknya. Bagaimanapun, kebijakan BBM di negeri ini kental dengan nuansa politis,” ujarnya.
Berdasarkan data dari laman www.globalpetrolprices.com, harga BBM di Indonesia terbilang masih rendah. Per 23 Maret 2015, laman tersebut menyajikan data harga premium di Malaysia sebesar Rp6.893 per liter. Harga tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan di Indonesia sebesar Rp6.900 per liter.
Sementara, harga BBM di Vietnam, India, Thailand, China, dan Jepang jauh di atas Indonesia. Bahkan, harga BBM di Singapura mencapai Rp19.423 dan Hong Kong tercatat Rp24.761 per liter.
Senada dengannya, anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto juga menyampaikan bahwa kebijakan harga BBM, kendati menjadi fluktuatif, berdampak positif baik bagi anggaran negara maupun pencegahan penyelundupan dan penyelewengan BBM. ”Karena itu, kami minta pemerintah konsisten saja dengan kebijakan yang sudah diambil,” katanya.
Namun, Dito juga berpesan agar pemerintah mempertimbangkan kenaikan harga dengan melihat sisi sosial dan politik. Pemerintah juga harus teliti melihat harga minyak ke depan, sehingga harga BBM bisa ditetapkan secara lebih jangka panjang dan tidak berubah setiap bulan. Artinya, pemerintah bisa melakukan subsidi silang dari keuntungan saat harga naik dan saat harga turun.
”Kalau harga pasar turun, pemerintah bisa menyimpannya dan sebaliknya saat harga naik, bisa ditahan. Dengan demikian, harga BBM tidak terlalu sering berubah,” katanya.
M faizal/ant
”Jika mengacu pada variabelvariabel itu, harga BBM memang sudah perlu ada kenaikan lagi,” kata pengamat energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro di Jakarta, kemarin. Berdasarkan hitungan ReforMiner, harga keekonomian premium sekarang ini berada di kisaran Rp8.200–8.500 per liter.
Perhitungan tersebut dengan mengacu harga pasar premium di pasar internasional (MOPS gasolin) sekitar USD70 per barel. Sesuai Perpres No 191/2014, lanjutnya, pemerintah seharusnya sudah mempunyai acuan bahwa harga premium tidak lagi disubsidi dan solar disubsidi tetap.
Meski demikian, imbuh Komaidi, sesuai konstitusi, kewenangan penetapan harga BBM berada di tangan pemerintah. Jika diputuskan belum perlu dinaikkan, berarti ada variabel penentu lain yang diakomodasi pemerintah. ”Kemungkinan pemerintah masih mengkaji aspek daya beli masyarakat dan risiko politiknya. Bagaimanapun, kebijakan BBM di negeri ini kental dengan nuansa politis,” ujarnya.
Berdasarkan data dari laman www.globalpetrolprices.com, harga BBM di Indonesia terbilang masih rendah. Per 23 Maret 2015, laman tersebut menyajikan data harga premium di Malaysia sebesar Rp6.893 per liter. Harga tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan di Indonesia sebesar Rp6.900 per liter.
Sementara, harga BBM di Vietnam, India, Thailand, China, dan Jepang jauh di atas Indonesia. Bahkan, harga BBM di Singapura mencapai Rp19.423 dan Hong Kong tercatat Rp24.761 per liter.
Senada dengannya, anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto juga menyampaikan bahwa kebijakan harga BBM, kendati menjadi fluktuatif, berdampak positif baik bagi anggaran negara maupun pencegahan penyelundupan dan penyelewengan BBM. ”Karena itu, kami minta pemerintah konsisten saja dengan kebijakan yang sudah diambil,” katanya.
Namun, Dito juga berpesan agar pemerintah mempertimbangkan kenaikan harga dengan melihat sisi sosial dan politik. Pemerintah juga harus teliti melihat harga minyak ke depan, sehingga harga BBM bisa ditetapkan secara lebih jangka panjang dan tidak berubah setiap bulan. Artinya, pemerintah bisa melakukan subsidi silang dari keuntungan saat harga naik dan saat harga turun.
”Kalau harga pasar turun, pemerintah bisa menyimpannya dan sebaliknya saat harga naik, bisa ditahan. Dengan demikian, harga BBM tidak terlalu sering berubah,” katanya.
M faizal/ant
(ftr)