Aprindo Proyeksikan Pertumbuhan 15%
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha ritel modern yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memproyeksikan, industri ritel bisa tumbuh dua digit, pada kisaran 10-15%.
Optimisme ini ditunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ditargetkan sebesar 5,7%. Kepala Departemen Data dan Informasi Pasar Aprindo Roy N Mandey mengatakan, faktor penunjang pertumbuhan industri ritel lainnya adalah pertumbuhan populasi, gaya hidup masyarakat yang cenderung mengikuti tren di media dan tren global, juga meningkatnya indeks kepercayaan konsumen terhadap produk lokal.
Namun di sisi lain Roy berharap, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag), ikut menunjang industri ritel dengan memperkuat komunikasi, khususnya dalam pengambilan kebijakan yang memiliki dampak terhadap sektor ini. “Kemendag dalam mengambil keputusan hendaknya jangan menggeneralisasi,” ujarnya di Jakarta akhir pekan lalu.
Salah satunya, dia mengkritisi salah satu kebijakan Kemendag yakni pelarangan total penjualan minuman beralkohol di semua minimarket dan pengecer mulai 16 April mendatang. Roy berpendapat, aturan penjualan minuman beralkohol bisa saja lebih diperketat, namun tidak dibatasi secara signifikan.
Dia menambahkan, selama ini pun sudah ada aturan terkait keharusan pembeli untuk menunjukkan KTP saat membeli minuman beralkohol. Khusus penjualan minuman beralkohol di minimarket yang lokasinya dekat sekolah, rumah sakit dan rumahibadah, jugabisadilarang. “Untuk wilayah tertentu yang kenakalan remajanya tinggi misalnya, silakan diketatkan lagi. Ayo kita bicarakan lagi.
Di lain pihak, kalau di daerah wisata seperti Bali, hendaknya jangan ditutup karena untuk mereka (wisman) minum bir sudah kebiasaan sehari-hari,” ujarnya. Menurut dia, Aprindo sudah menyampaikan kepada Kemendag terkait kelonggaran bagi daerah wisata seperti Bali dan Lombok agar dikecualikan dari pelarangan itu.
Roy berharap permintaan ini bisa disetujui karena kendati minuman beralkohol masih bisa didapati di hipermarket, turis lebih terbiasa membelinya di minimarket. Secara umum, Roy meminta Kemendag lebih terbuka dan intens berkomunikasi dengan pengusaha dalam menyiapkan kebijakan. Dia mengingatkan lagi, setiap kebijakan perdagangan bisa berdampak pada dunia ritel di Indonesia.
Terkait pelemahan rupiah terhadap dolar AS, Roy menegaskan bahwa pengusaha tidak serta merta akan menaikkan harga produk ritel. Pasalnya, hargaharga di peritel sudah dieskalasi dan sudah masuk di pusat distribusi sejak 5-6 bulan sebelumnya. “Jadi kalaupun dolarnya naik sekarang, kita tidak serta merta menaikkan. Tapi kalau penguatan dolarnya terus berlanjut, ya bisa berimbas,” tuturnya.
Kepala Departemen Komunikasi Perusahaan PT Matahari Putra Prima Tbk Fernando Repi menambahkan, menaikkan harga merupakan alternatif terakhir bagi perseroan. Demi menekan biaya operasi, solusinya melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas. “Rata-rata ritel modern punya strategi cara mengendalikan biaya operasional di dalam, sehingga produktivitasnya naik,” ungkapnya.
Inda susanti
Optimisme ini ditunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ditargetkan sebesar 5,7%. Kepala Departemen Data dan Informasi Pasar Aprindo Roy N Mandey mengatakan, faktor penunjang pertumbuhan industri ritel lainnya adalah pertumbuhan populasi, gaya hidup masyarakat yang cenderung mengikuti tren di media dan tren global, juga meningkatnya indeks kepercayaan konsumen terhadap produk lokal.
Namun di sisi lain Roy berharap, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag), ikut menunjang industri ritel dengan memperkuat komunikasi, khususnya dalam pengambilan kebijakan yang memiliki dampak terhadap sektor ini. “Kemendag dalam mengambil keputusan hendaknya jangan menggeneralisasi,” ujarnya di Jakarta akhir pekan lalu.
Salah satunya, dia mengkritisi salah satu kebijakan Kemendag yakni pelarangan total penjualan minuman beralkohol di semua minimarket dan pengecer mulai 16 April mendatang. Roy berpendapat, aturan penjualan minuman beralkohol bisa saja lebih diperketat, namun tidak dibatasi secara signifikan.
Dia menambahkan, selama ini pun sudah ada aturan terkait keharusan pembeli untuk menunjukkan KTP saat membeli minuman beralkohol. Khusus penjualan minuman beralkohol di minimarket yang lokasinya dekat sekolah, rumah sakit dan rumahibadah, jugabisadilarang. “Untuk wilayah tertentu yang kenakalan remajanya tinggi misalnya, silakan diketatkan lagi. Ayo kita bicarakan lagi.
Di lain pihak, kalau di daerah wisata seperti Bali, hendaknya jangan ditutup karena untuk mereka (wisman) minum bir sudah kebiasaan sehari-hari,” ujarnya. Menurut dia, Aprindo sudah menyampaikan kepada Kemendag terkait kelonggaran bagi daerah wisata seperti Bali dan Lombok agar dikecualikan dari pelarangan itu.
Roy berharap permintaan ini bisa disetujui karena kendati minuman beralkohol masih bisa didapati di hipermarket, turis lebih terbiasa membelinya di minimarket. Secara umum, Roy meminta Kemendag lebih terbuka dan intens berkomunikasi dengan pengusaha dalam menyiapkan kebijakan. Dia mengingatkan lagi, setiap kebijakan perdagangan bisa berdampak pada dunia ritel di Indonesia.
Terkait pelemahan rupiah terhadap dolar AS, Roy menegaskan bahwa pengusaha tidak serta merta akan menaikkan harga produk ritel. Pasalnya, hargaharga di peritel sudah dieskalasi dan sudah masuk di pusat distribusi sejak 5-6 bulan sebelumnya. “Jadi kalaupun dolarnya naik sekarang, kita tidak serta merta menaikkan. Tapi kalau penguatan dolarnya terus berlanjut, ya bisa berimbas,” tuturnya.
Kepala Departemen Komunikasi Perusahaan PT Matahari Putra Prima Tbk Fernando Repi menambahkan, menaikkan harga merupakan alternatif terakhir bagi perseroan. Demi menekan biaya operasi, solusinya melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas. “Rata-rata ritel modern punya strategi cara mengendalikan biaya operasional di dalam, sehingga produktivitasnya naik,” ungkapnya.
Inda susanti
(bbg)