Proyek Cilamaya Ancam Listrik DKI

Senin, 30 Maret 2015 - 09:46 WIB
Proyek Cilamaya Ancam Listrik DKI
Proyek Cilamaya Ancam Listrik DKI
A A A
JAKARTA - Wilayah Jakarta dan sekitarnya terancam gelap gulita jika pemerintah tetap memaksa membangun Pelabuhan Cilamaya di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Pasalnya, pembangunan akan menghentikan pasokan gas dari Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang menjadi sumber bahan bakar pembangkit listrik DKI Jakarta. “Gas terhenti dan listrik padam di sepertiga wilayah Jakarta,” kata Gusti Nyoman Wiraatmadja, Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dalam diskusi bertajuk Kontroversi Cilamaya di Jakarta, Sabtu (28/3).

Selain aliran listrik di DKI Jakarta terancam padam, pembangunan pelabuhan juga akan menyetop produksi Pupuk Kujang yang per tahunnya mencapai 600.000 ton, serta berbagai industri lainnya yang memanfaatkan gas dan minyak (migas) dari ONWJ. Hal tersebut terjadi karena pihak ONWJ terpaksa harus memotong dan merelokasi atau modifikasi pipa-pipa gas. Langkah itu pun menyebabkan produksi terhenti.

Adapun, pengerjaan modifikasi maupun relokasi itu membutuhkan waktu minimal dua bulan. “Jadi, rekomendasi kami, lokasi pelabuhan di pindah ke tempat lain supaya tidak overlap dengan produksi migas,” katanya. Ketua Komisi VII DPR RI Satya W Yudha juga menegaskan, sulit rasanya produksi migas ONWJ akan berdampingan dengan pelabuhan, mengingat keselamatan merupakan faktor utama di sekor migas.

Ada 250 lebih platform (anjungan minyak lepas pantai) rawan tertabrak kapal yang risikonya sangat berbahaya dan fatal. “Industri strategis (migas ONWJ) yang sudah diinstruksikan presiden merupakan objek vital nasional itu dilindungi. ONWJ sudah produksi dari 1971. Ketika itu belum terpikirkan membuat pelabuhan di Cilamaya. Rencana pelabuhan tinggal kita geser ke Cirebon atau ke area yang bebas dari industri migas.

Kenapa nggak ditujukan ke sana saja,” kata Yudha. Terlebih, Satya menyatakan, sangat sulit dan butuh investasi yang sangat besar untuk mencari ladang migas. Naif jika ladang yang sudah berproduksi dengan cadangan yang masih besar malah terganggu bahkan terhenti akibat pembangunan Pelabuhan Cilamaya.

Senada degan Yudha, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, menegaskan, pembangunan pelabuhan harus dipindah dari Cilamaya, mengingat faktor keselamatan dan produksi migas serta ketahanan energi dan pangan nasional.

Untuk menghentikan polemik, Marwan meminta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) segera mengambil alih rencana proyek tersebut dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Bapennas harus melakukan kajian secara komprehensif dan tidak menggunakan lembaga asing seperti di Kemenhub.

“Apalagi (study feasibility/FS sebelumnya) diserahkan ke asing, saya kira ini keterlaluan. Saya kira ini harus benar-benar kita review, batalkan yang dilakukan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan gunakan lembaga negara Bapennas sebagai leader untuk koordinasi seluruh kepentingan,” tandasnya.

Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Kemenhub Adolf R Tambunan tidak mengakui bahwa rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya merupakan pesanan Jepang, meski ia mengaku FS-nya mendapat bantuan dari JICA. “Faktanya, memang FS-nya ada bantuan dari JICA,” katanya.

Sudarsono
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5572 seconds (0.1#10.140)