Pertamina Diminta Kelola Blok Migas
A
A
A
JAKARTA - Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) merekomendasikan PT Pertamina (persero) ikut masuk mengelola Blok Migas yang akan habis masa kontrak minimal dua tahun sebelum kontrak berakhir.
Itu merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 supaya perusahaan energi BUMN plat merah itu mampu mengambil alih wilayah kerja (WK) migas yang habis masa kontraknya. ”Pertamina juga perlu diberikan kewenangan untuk menyertakan kontraktor lama pada masa pengelolaan kontrak baru dalam kondisi yang diperlukan,” kata Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri di Jakarta kemarin.
Menurut dia, permasalahan dalam peralihan pengusahaan WK migas yang akan habis masa kontraknya adalah ketidakpastian peralihan pengusahaan yang akan mengganggu kinerja usaha migas. Hingga saat ini belum ada kebijakan dan aturan pasti mengenai pengalihan pengusahaan migas pada wilayah kerja yang akan habis masa kontraknya.
Ekonom Universitas Indonesia ini juga menyarankan agar peralihan kontrak migas perlu diarahkan agar mendorong Pertamina untuk meningkatkan peran dan mendorong perluasan usaha di luar negeri. Hal tersebut diharapkan akan memperkuat ketahanan energi nasional.
”Siapa pun yang bekerja sama dengan Pertamina adalah memungkinkan Pertamina untuk mempunyai equitydi luar negeri. Ini akan meningkatkan ketahanan energi nasional,” kata dia. Anggota Dewan Energi Nasional Tumiran mengatakan, seharusnya harus ada masa transisi untuk menjaga produksi dan kinerja wilayah kerja migas yang akan berakhir kontraknya.
Selain mendukung usulan masuknya Pertamina ke wilayah kerja migas yang akan berakhir kontraknya, dia mengusulkan kontrak-kontrak lain juga harus mulai dibicarakan ulang agar pemerintah bisa ikut intervensi sebelum kontrak habis. ”Bagus, karena sebelum selesai harus ada transisi untuk menjaga produksi dan kinerja,” ucap dia.
Di sisi lain, Pertamina juga harus bersiap dalam masa transisi agar tidak terjadi produksi wilayah kerja migas yang akan berakhir kontraknya berhenti produksi. Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika mengatakan untuk masuk dalam pengelolaan suatu blok migas harus dilakukan evaluasi terhadap kontrak yang ada.
Dengan demikian, Pertamina tidak bisa masuk dalam pengelolaan suatu blok secara memaksa. ”Biasanya tidak bisa masuk sampai kontraknya habis,” kata dia. Kardaya menambahkan, apabila memaksa untuk masuk, pemerintah bisa dituntut ke arbitrase dan sudah pasti kalah. Kontrak yang ada harus disepakati kedua belah pihak yakni pengelola blok migas dan pemerintah.
Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Agung Wicaksono mengatakan, seyogianya pengalihan kontrak penugasan wilayah kerja migas tidak mengganggu kinerja dan operasional usaha migas yang bersangkutan, termasuk dalam menjaga kesinambungan pemanfaatan sumber daya produksi.
Selain itu, hak daerah dalam pengusahaan sektor hulu migas juga menjadi masalah karena kemampuan teknis dan keuangan badan usaha milik daerah (BUMD) yang tidak mendukung dalam kegiatan pengusahaan tersebut.
Nanang wijayanto
Itu merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 supaya perusahaan energi BUMN plat merah itu mampu mengambil alih wilayah kerja (WK) migas yang habis masa kontraknya. ”Pertamina juga perlu diberikan kewenangan untuk menyertakan kontraktor lama pada masa pengelolaan kontrak baru dalam kondisi yang diperlukan,” kata Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri di Jakarta kemarin.
Menurut dia, permasalahan dalam peralihan pengusahaan WK migas yang akan habis masa kontraknya adalah ketidakpastian peralihan pengusahaan yang akan mengganggu kinerja usaha migas. Hingga saat ini belum ada kebijakan dan aturan pasti mengenai pengalihan pengusahaan migas pada wilayah kerja yang akan habis masa kontraknya.
Ekonom Universitas Indonesia ini juga menyarankan agar peralihan kontrak migas perlu diarahkan agar mendorong Pertamina untuk meningkatkan peran dan mendorong perluasan usaha di luar negeri. Hal tersebut diharapkan akan memperkuat ketahanan energi nasional.
”Siapa pun yang bekerja sama dengan Pertamina adalah memungkinkan Pertamina untuk mempunyai equitydi luar negeri. Ini akan meningkatkan ketahanan energi nasional,” kata dia. Anggota Dewan Energi Nasional Tumiran mengatakan, seharusnya harus ada masa transisi untuk menjaga produksi dan kinerja wilayah kerja migas yang akan berakhir kontraknya.
Selain mendukung usulan masuknya Pertamina ke wilayah kerja migas yang akan berakhir kontraknya, dia mengusulkan kontrak-kontrak lain juga harus mulai dibicarakan ulang agar pemerintah bisa ikut intervensi sebelum kontrak habis. ”Bagus, karena sebelum selesai harus ada transisi untuk menjaga produksi dan kinerja,” ucap dia.
Di sisi lain, Pertamina juga harus bersiap dalam masa transisi agar tidak terjadi produksi wilayah kerja migas yang akan berakhir kontraknya berhenti produksi. Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika mengatakan untuk masuk dalam pengelolaan suatu blok migas harus dilakukan evaluasi terhadap kontrak yang ada.
Dengan demikian, Pertamina tidak bisa masuk dalam pengelolaan suatu blok secara memaksa. ”Biasanya tidak bisa masuk sampai kontraknya habis,” kata dia. Kardaya menambahkan, apabila memaksa untuk masuk, pemerintah bisa dituntut ke arbitrase dan sudah pasti kalah. Kontrak yang ada harus disepakati kedua belah pihak yakni pengelola blok migas dan pemerintah.
Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Agung Wicaksono mengatakan, seyogianya pengalihan kontrak penugasan wilayah kerja migas tidak mengganggu kinerja dan operasional usaha migas yang bersangkutan, termasuk dalam menjaga kesinambungan pemanfaatan sumber daya produksi.
Selain itu, hak daerah dalam pengusahaan sektor hulu migas juga menjadi masalah karena kemampuan teknis dan keuangan badan usaha milik daerah (BUMD) yang tidak mendukung dalam kegiatan pengusahaan tersebut.
Nanang wijayanto
(ftr)