Suku Bunga Kredit Diperkirakan Naik
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memprediksi, rata-rata suku bunga kredit rupiah pada kuartal dua tahun ini masih meningkat meski dengan kenaikan yang cukup rendah.
Rata-rata suku bunga kredit modal kerja rupiah diperkirakan naik 2 bps menjadi 13,66% per tahun. Kemudian suku bunga kredit investasi rupiah naik 2 bps menjadi 13,53% per tahun dan suku bunga kredit konsumsi rupiah naik 5 bps menjadi 15,13% per tahun. Berdasarkan jenis kredit konsumsi, kenaikan suku bunga kredit tertinggi diperkirakan terjadi pada kredit tanpa agunan (KTA) sebesar 9 bps menjadi 19,10% per tahun, sedangkan KKB turun 8 bps menjadi 13,83%.
Berdasarkan data Bank Indonesia yang dirilis kemarin, suku bunga kredit konsumsi rupiah masih mengalami tren kenaikan sampai dengan Februari 2015, sedangkan suku bunga kredit investasi dan modal kerja rupiah cenderung menurun. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, pihaknya mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga.
Pihak otoritas berharap suku bunga Bank Indonesia atau BI Rate tidak mengalami kenaikan dalam waktu dekat yang dapat memicu bank kembali menaikkan suku bunga. Menurut dia, saat ini beberapa bank besar sudah mengoreksi suku bunga deposito dan diikuti penurunan suku bunga kreditnya. Namun, kondisi pertumbuhan ekonomi sektor riil belum banyak bergerak.
Perbankan harus menekan bunga kredit sehingga dapat mendukung perekonomian untuk membayar pinjamannya.”Tren penurunan suku bunga sudah terlihat di beberapa bank besar. Dan, kita berharap agar bank lain bisa mengikuti, tentunya dengan tetap menjaga kesehatan masing-masing bank. Tren penurunan suku bunga memang kelihatan ada,” ujar Nelson saat dihubungi kemarin.
Dia mengatakan, sepanjang kuartal pertama tahun ini cukup positif karena beberapa bank telah konkret melakukan arahan OJK. Tapi, pihaknya masih tetap perlu memonitor apa yang terjadi ke depan. ”Mudahmudahan BI tidak lagi menaikkan suku bunga kebijakannya. Karena kalau BI menaikkan policy rate, maka bank-bank besar kembali punya potensi untuk menaikkan suku bunga dana pihak ketiga,” tambahnya.
Lebih lanjut dia menambahkan, perbankan akan semakin waspada pada kuartal dua tahun ini. Tren pelemahan ekonomi diperkirakan masih akan terjadi. Ini tentu pengaruhnya ke penyaluran kredit dan bisa berpengaruh ke kredit bermasalah (non-performing loan /NPL) perbankan. ”Memang perbankan agak pesimistis di kuartal dua nanti.
Karena, perkiraanpertumbuhan yang terus menerus direvisi ke bawah, baik oleh World Bank maupun IMF,” paparnya. Jadi, lanjut Nelson, kondisi ini tentu membuat bank akan lebih berhati hati dalam operasionalnya. Ditambah lagi Bank Sentral AS (The Fed) yang kemungkinan menaikkan suku bunga pada bulan Juni, yang berpengaruh ke likuiditas perbankan karena ada potensi penarikan modal ke luar negeri.
Sebelumnya bank-bank BUMN telah melakukan komitmen untuk memberikan spesial rate di posisi 7,75% dari kondisi sebelumnya 9,5%. BRI sudah berjanji mengarahkan suku bunga deposito untuk turun sampai dengan 75 basis poin (bps) sehingga range- nya akan berkisar antara 4,5-7,25%. Sedangkan, suku bunga pinjaman akan turun kurang lebih 25 bps.
Sekretaris Perusahaan Bank BRI Budi Satria mengatakan, kuartal kedua nanti akan cukup menantang. Sehingga, ini harus diatasi dengan kerja keras dan simultan secara bersama sama antarsektor.”Misalnya, perbankan tidak dapat menurunkan suku bungajika BI Rate naikterus,” ujar Budi saat dihubungi kemarin.
Dia mengatakan, semua sektor usaha juga harus melakukan efisiensi dalam proses bisnisnya dan tidak membebankan biaya kepada konsumen. Sementara, pemerintah harus menciptakan kondisi yang kondusif bagi semuasektorusaha. Sunsetpolicy di bidang perpajakan adalah contoh bagus bagaimana pemerintah mendorong tumbuhnya penerimaan pajak secara berkelanjutan.
Menurut dia, kondisi saat ini membuat pengusaha terus meminta tingkat bunga harus diturunkan. Mengingat, tingkat bunga selalu tinggi dalam beberapa tahun terakhir mengakibatkan perusahaan tidak ingin mendapatkan pinjaman. Jika bank terus bertahan dengan tingkat bunga saat ini, maka sama halnya pemerintah tidak mendorong profitabilitas usaha.
Kondisi ini memicu perusahaan mencari dana dari luar negeri karena murah. Maka wajar jika utang perusahaan dalam bentuk valuta asing membengkak. Akhirnya, nilai kurs valuta asing juga akan mengalami kenaikan (rupiah melemah) akibat permintaan valuta asing untuk memenuhi kewajiban.
Sementara, rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh bank atas dana nasabah yang ditempatkan atau cost of fund (CoF) dalam rupiah pada kuartal I/2015 diperkirakan sebesar 6,98%, atau turun 3 bps dari triwulan sebelumnya. Adapun, biaya dana yang dioperasionalkan (ditempatkan) oleh perbankan untuk memperoleh pendapatan atau cost of loanable fund (CoLF) diperkirakan naik sebesar 5 bps menjadi 9,95%.
Ini berdasarkan data Bank Indonesia, yang mengatakan bahwa rata-rata suku bunga tabungan dan giro rupiah pada triwulan I/2015 (Januari-Februari) masing-masing sebesar 1,71% dan 1,72% per tahun, keduanya turun 5 bps dari ratarata triwulan sebelumnya. Sedangkan, rata-rata suku bunga deposito rupiah stabil pada level 7,74% per tahun.
Hafid fuad
Rata-rata suku bunga kredit modal kerja rupiah diperkirakan naik 2 bps menjadi 13,66% per tahun. Kemudian suku bunga kredit investasi rupiah naik 2 bps menjadi 13,53% per tahun dan suku bunga kredit konsumsi rupiah naik 5 bps menjadi 15,13% per tahun. Berdasarkan jenis kredit konsumsi, kenaikan suku bunga kredit tertinggi diperkirakan terjadi pada kredit tanpa agunan (KTA) sebesar 9 bps menjadi 19,10% per tahun, sedangkan KKB turun 8 bps menjadi 13,83%.
Berdasarkan data Bank Indonesia yang dirilis kemarin, suku bunga kredit konsumsi rupiah masih mengalami tren kenaikan sampai dengan Februari 2015, sedangkan suku bunga kredit investasi dan modal kerja rupiah cenderung menurun. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, pihaknya mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga.
Pihak otoritas berharap suku bunga Bank Indonesia atau BI Rate tidak mengalami kenaikan dalam waktu dekat yang dapat memicu bank kembali menaikkan suku bunga. Menurut dia, saat ini beberapa bank besar sudah mengoreksi suku bunga deposito dan diikuti penurunan suku bunga kreditnya. Namun, kondisi pertumbuhan ekonomi sektor riil belum banyak bergerak.
Perbankan harus menekan bunga kredit sehingga dapat mendukung perekonomian untuk membayar pinjamannya.”Tren penurunan suku bunga sudah terlihat di beberapa bank besar. Dan, kita berharap agar bank lain bisa mengikuti, tentunya dengan tetap menjaga kesehatan masing-masing bank. Tren penurunan suku bunga memang kelihatan ada,” ujar Nelson saat dihubungi kemarin.
Dia mengatakan, sepanjang kuartal pertama tahun ini cukup positif karena beberapa bank telah konkret melakukan arahan OJK. Tapi, pihaknya masih tetap perlu memonitor apa yang terjadi ke depan. ”Mudahmudahan BI tidak lagi menaikkan suku bunga kebijakannya. Karena kalau BI menaikkan policy rate, maka bank-bank besar kembali punya potensi untuk menaikkan suku bunga dana pihak ketiga,” tambahnya.
Lebih lanjut dia menambahkan, perbankan akan semakin waspada pada kuartal dua tahun ini. Tren pelemahan ekonomi diperkirakan masih akan terjadi. Ini tentu pengaruhnya ke penyaluran kredit dan bisa berpengaruh ke kredit bermasalah (non-performing loan /NPL) perbankan. ”Memang perbankan agak pesimistis di kuartal dua nanti.
Karena, perkiraanpertumbuhan yang terus menerus direvisi ke bawah, baik oleh World Bank maupun IMF,” paparnya. Jadi, lanjut Nelson, kondisi ini tentu membuat bank akan lebih berhati hati dalam operasionalnya. Ditambah lagi Bank Sentral AS (The Fed) yang kemungkinan menaikkan suku bunga pada bulan Juni, yang berpengaruh ke likuiditas perbankan karena ada potensi penarikan modal ke luar negeri.
Sebelumnya bank-bank BUMN telah melakukan komitmen untuk memberikan spesial rate di posisi 7,75% dari kondisi sebelumnya 9,5%. BRI sudah berjanji mengarahkan suku bunga deposito untuk turun sampai dengan 75 basis poin (bps) sehingga range- nya akan berkisar antara 4,5-7,25%. Sedangkan, suku bunga pinjaman akan turun kurang lebih 25 bps.
Sekretaris Perusahaan Bank BRI Budi Satria mengatakan, kuartal kedua nanti akan cukup menantang. Sehingga, ini harus diatasi dengan kerja keras dan simultan secara bersama sama antarsektor.”Misalnya, perbankan tidak dapat menurunkan suku bungajika BI Rate naikterus,” ujar Budi saat dihubungi kemarin.
Dia mengatakan, semua sektor usaha juga harus melakukan efisiensi dalam proses bisnisnya dan tidak membebankan biaya kepada konsumen. Sementara, pemerintah harus menciptakan kondisi yang kondusif bagi semuasektorusaha. Sunsetpolicy di bidang perpajakan adalah contoh bagus bagaimana pemerintah mendorong tumbuhnya penerimaan pajak secara berkelanjutan.
Menurut dia, kondisi saat ini membuat pengusaha terus meminta tingkat bunga harus diturunkan. Mengingat, tingkat bunga selalu tinggi dalam beberapa tahun terakhir mengakibatkan perusahaan tidak ingin mendapatkan pinjaman. Jika bank terus bertahan dengan tingkat bunga saat ini, maka sama halnya pemerintah tidak mendorong profitabilitas usaha.
Kondisi ini memicu perusahaan mencari dana dari luar negeri karena murah. Maka wajar jika utang perusahaan dalam bentuk valuta asing membengkak. Akhirnya, nilai kurs valuta asing juga akan mengalami kenaikan (rupiah melemah) akibat permintaan valuta asing untuk memenuhi kewajiban.
Sementara, rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh bank atas dana nasabah yang ditempatkan atau cost of fund (CoF) dalam rupiah pada kuartal I/2015 diperkirakan sebesar 6,98%, atau turun 3 bps dari triwulan sebelumnya. Adapun, biaya dana yang dioperasionalkan (ditempatkan) oleh perbankan untuk memperoleh pendapatan atau cost of loanable fund (CoLF) diperkirakan naik sebesar 5 bps menjadi 9,95%.
Ini berdasarkan data Bank Indonesia, yang mengatakan bahwa rata-rata suku bunga tabungan dan giro rupiah pada triwulan I/2015 (Januari-Februari) masing-masing sebesar 1,71% dan 1,72% per tahun, keduanya turun 5 bps dari ratarata triwulan sebelumnya. Sedangkan, rata-rata suku bunga deposito rupiah stabil pada level 7,74% per tahun.
Hafid fuad
(bbg)