Bali Minta Pengecualian Aturan Miras

Rabu, 15 April 2015 - 09:47 WIB
Bali Minta Pengecualian...
Bali Minta Pengecualian Aturan Miras
A A A
BOGOR - Aturan pelarangan penjualan minuman beralkohol di minimarket dan pengecer yang mulai berlaku besok dikhawatirkan bisa mengurangi minat wisatawan mancanegara (wisman) di Indonesia, terutama di Bali.

Atas dasar itu, Pemerintah Daerah Bali meminta Bali dikecualikan dari aturan tersebut. ”Kalaupun diberlakukan, mohon kiranya karena Bali sebagai daerah wisata bisa diperlakukan khusus dari daerah lain. Ini sudah kami sampaikan ke Mendag (Menteri Perdagangan) waktu berkunjung ke Bali minggu lalu, tapi masih dipertimbangkan,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Bali AA Gede Yuniartha Putra kepada KORAN SINDO kemarin.

Yuniartha menilai kebijakan yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 06/2015 itu bisa kontraproduktif dengan target pemerintah mengejar kunjungan 20 juta wisman pada 2019. Sebagai catatan, hingga saat ini Bali masih menjadi penyumbang terbesar kunjungan wisman ke Indonesia yaitu 40% dari total kunjungan wisman atau lebih dari 3 juta orang.

Berbeda dengan daerah lain di Indonesia, lanjut Yuniartha, Bali dikunjungi wisman dari seluruh dunia. Bagi turis asing ini, minuman beralkohol terutama bir sudah menjadi kebiasaan dan konsumsi harian. ”Yang kita takutkan, kunjungan wisman menurun karena mereka kesulitan mencari minuman yang biasa mereka konsumsi. Bisa saja kan cerita dari mulut ke mulut kalau di Bali itu susah cari bir atau minuman beralkohol.

Dampaknya kunjungan wisman menurun, padahal di sisi lain kita diminta meningkatkan kunjungan wisman,” cetusnya. Yuniartha berharap, minuman beralkohol masih diperbolehkan dijual di minimarketminimarket di Bali. Sementara terhadap kios atau penjaja minuman beralkohol di pinggirpinggir pantai, ia setuju untuk ditata ulang atau ditertibkan.

Berbeda, Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menilai kebijakan pelarangan tersebut tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kunjungan wisman. Pasalnya, turis masih bisa mendapatkannya di hotel, restoran dan kafe (horeka) yang banyak terdapat di tempat-tempat wisata. ”Jadi jalan keluarnya kalau memang tidak boleh dijual di toko, ya buat saja kafe atau bar.

Jadi, hotel juga akan untung karena akan ada banyak orang ke hotel kalau mau menikmati minuman,” ujarnya saat ditemui seusai menjadi pembicara dalam ”Workshop Jurnalis Pariwisata” di Hotel Salak, Bogor, kemarin. Menurut Arief, sejauh ini pihaknya belum menerima keluhan langsung dari pelaku pariwisata dan asosiasi terkait. Namun, ia memahamiprodusenminuman beralkohol memerlukan saluran distribusi terutama di kota-kota yang belum memiliki supermarket atau hipermarket.

”Itu harus dipikirkan, tapi itu wewenang Mendag,” ujarnya. Sebelumnya Mendag Rachmat Gobel menegaskan, aturan pembatasan penjualan minuman dengan kadar alkohol di bawah 5% (golongan A) akan berlaku nasional secara keseluruhan tanpa kecuali. Aturan dimaksud adalah Permendag 06/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.

Dalam aturan baru ini disebutkan bahwa minuman dengan kadaralkoholdibawah5% seperti bir dan sejenisnya dilarang dijual di minimarket dan pengecer. Dengan kata lain, minuman dengan kadar alkohol di bawah 5% hanya dijual di supermarket, hipermarket, bar, dan restoran. Mendag mengaku, mendapatkan keluhan dari para pedagang bir di kawasan wisata pantai seperti Bali.

Untuk itu, pihaknya tengah mencari solusi agar minuman beralkohol di bawah 5% tetap mudah dikonsumsi para wisman. Salah satu opsi adalah pembentukan koperasi yang beranggotakan pedagang- pedagang bir yang berjualan di pantai di kawasan Bali. Koperasi ini akan mempermudah kontrol peredaran bir.

Inda susanti
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3387 seconds (0.1#10.140)