Izin-Infrastruktur Jadi Hambatan Pertambangan

Senin, 20 April 2015 - 08:51 WIB
Izin-Infrastruktur Jadi Hambatan Pertambangan
Izin-Infrastruktur Jadi Hambatan Pertambangan
A A A
JAKARTA - Pengembangan industri pertambangan di Tanah Air masih dihadapkan sejumlah kendala, terutama soal perizinan di daerah. Masih ada izin yang tumpang tindih antardaerah dan pusat serta minimnya ketersediaan infrastruktur.

Demikian dua di antara tujuh hambatan di sektor pertambangan berdasarkan hasil survei Indonesian Mining Institute (IMI) yang disampaikan akhir pekan lalu. Hambatan lain yang dirasakan para pelaku usaha pertambangan adalah ketidakpastian mengenai administrasi dan interpretasi; penegakan hukum; ketidakpastian tentang peraturan lingkungan yang diterbitkan daerah; ketidakpastian peraturan lingkungan dan perpajakan.

”Kami berharap survei dapat menjadi pegangan bagi segenap stakeholderster utama otoritas pertambangan di pusat dan daerah untuk memperbaiki kebijakan investasi, agar potensi sumber daya minerba ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat,” ujar Ketua IMI Irwandy Arif di Jakarta, Sabtu (18/4). IMI yang merupakan lembaga kajian strategis seputar pertambangan mineral dan batu bara melakukan survei tersebut pada periode 2013-2014 secara swadaya.

Survei itu diharapkan dapat mengetahui persepsi pelaku usaha terhadap potensi dan kebijakan pertambangan mineral dan batu bara di beberapa daerah utama penghasil sumber daya minerba. Pada survei tersebut, IMI juga menyatakan terdapat 20 kabupaten dari sekitar 50 kabupaten di Indonesia yang menerima dana bagi hasil lebih dari Rp20 miliar dari perusahaan tambang.

Dana bagi hasil tersebut berasal dari royalti dan iuran tetap kepada pemerintah daerah. Ke-20 kabupaten tersebut tersebar di 11 provinsi penghasil sumber daya minerba. Pada kesempatan yang sama, IMI menempatkan Kabupaten Kutai Timur sebagai daerah dengan potensi sumber daya mineral dan batu bara (minerba) berdasarkan kategori indeks persepsi kebijakan dan potensi sumber daya minerba dengan indeks 62,5.

Di urutan selanjutnya, kabupaten dengan potensi sumber daya mineral dan batu bara adalah Kutai Kartanegara dan Kolaka dengan indeks gabungan masing-masing 55,66 dan 55,2. ”Survei menunjukkan bahwa pada dasarnya persepsi atas potensi sumber daya mineral batu bara masih positif, meski persepsi responden terhadap kebijakan pemerintah kabupaten masih relatif rendah,” ujar dia.

Dia menambahkan, dengan survei ini, investor diharapkan masih akan menempatkan sumber dayanya di daerah-daerah tersebut. Syaratnya, kelayakan ekonomi suatu investasi tentunya akan sangat bergantung pada faktor kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sebelumnya, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat produksi batu bara nasional mengalami penurunan pada periode Januari- Maret akibat harga yang belum membaik.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Tjahjono menyebutkan, produksi batu bara nasional sepanjang periode Januari-Maret 2015 mencapai 97 juta ton atau turun 12% dibandingkan periode yang sama di 2014 yang mencapai 124 juta ton. Pada tiga bulan pertama tahun ini, 79 juta ton ditujukan untuk pasar ekspor dan 18 juta ton lainnya diserap pasar domestik.

”Produksinya turun karena saya kira harga yang belum membaik saat ini. Mudahmudahan target 425 juta ton bisa tercapai,” kata dia di Jakarta beberapa waktu lalu. Dia merinci, harga batu bara acuan (HBA) periode April 2015 untuk kalori 6.322 kkal/kg GAR sebesar USD64,48 per ton FOB Vessel.

Harga tersebut turun dibandingkan HBA Maret 2015 sebesar USD67,76 per ton. Pada tahun lalu, realisasi produksi batu bara pada mencapai 458 juta ton. Sebanyak 382 juta ton batu bara diekspor ke luar negeri, sedangkan untuk pasokan domestik hanya 76 juta ton.

Yanto kusdiantono/ nanang wijayanto
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5537 seconds (0.1#10.140)