Industri Dana Pensiun Terancam

Selasa, 21 April 2015 - 10:51 WIB
Industri Dana Pensiun Terancam
Industri Dana Pensiun Terancam
A A A
JAKARTA - Industri dana pensiun menolak rencana iuran Jaminan Pensiun (JP) sebesar 8% dari pemerintah.

Asosiasi Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) mendesak pemerintah merevisi iuran tersebut menjadi kurang dari 2% di awalnya. Plt Ketua Asosiasi DPPK Suheri mengatakan, iuran program JP seharusnya di bawah angka 2% dan meningkat bertahap.

Jumlah iuran yang 8% untukprogram pensiun itu terlalu besar dan tidak wajar. Saat ini iuran Jaminan Hari Tua (JHT) sudah memberatkan pemberi kerja dan pekerja. ”Kalau ditambah 8%, bisa jadi 13,7% totalnya. Harusnya pemerintah memikirkan beban yang harus ditanggung perusahaan,” kata Suheri dalam jumpa pers di Jakarta kemarin.

Menurutnya, industri dana pensiun juga memiliki hak berkembang sesuai UU 11/1992 tentang Dana Pensiun sehingga sudah seharusnya kebijakan pemerintah tidak mematikan industri melalui penetapan iuran wajib dalam BPJS Ketenagakerjaan yang tinggi.

”Peran negara hanya menyediakan manfaat dasar serta edukasi pemberi kerja, pekerja, dan masyarakat agar sadar merencanakan masa pensiun. Bukannya malah menjadi kanibal bagi industri dana pensiun,” ungkapnya.

Diam engatakan, besaranjumlah iuran wajib dalam program pensiun yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan sebesar 8%. Bila sudah diterapkan, ada iuran dana sebesar 8% dari gaji masing-masing tenaga kerja yang dibayar secara patungan. Sebanyak 3% oleh tenaga kerja dan 5% oleh perusahaan pemberi kerja.

Pengurus Asosiasi DPLK Betty Alwi menambahkan, bila pemerintah bersikeras menetapkan iuran sebesar 8% seperti dalam RPP, akan ada banyak pengelola dana pensiun tutup karena pengusaha lebih memilih BPJS Ketenagakerjaan yang diwajibkan. ”Padahal, peserta berhak memilih untuk menyiapkan manfaat pensiun yang sesuai dengan profil risiko masing- masing,” ujarnya.

Betty mengatakan, pengelola dana pensiun khawatir tidak lagi mendapat pekerjaan mengelola dana pensiun. Perusahaan tentu akan lebih mendahulukan iuran wajib ke BPJS Ketenagakerjaan ketimbang lembaga pensiun yang mereka kelola.”BPJS itu kan iurannya wajib. Perusahaan tentu harus mendahulukan yang wajib. Jumlahnya kami minta jangan terlalu signifikan agar bisa berbagi dengan yang volunteer (pengelola dana pensiun swadaya),” ujarnya.

Menurut dia, kekhawatiran ini wajar mengingat saat ini perusahaan sudah dibebani dengan iuran yang cukup besar untuk berbagai program kesejahteraan pekerja ketika pensiun kelak. Atas kekhawatiran tersebut, pihaknya mengklaim sejumlah pengelola dana pensiun bakal menutup lembaga pengelola dana pensiun mereka bila aturan ini tetap diberlakukan.

Pembubaran ini akan memberikan kerugian besar karena ada Rp191 triliun dana pensiun yang dikelola DPLK dan DPPK di Tanah Air.

Hafid fuad
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5250 seconds (0.1#10.140)