Perbankan Dominasi Aduan di OJK Sulampua

Kamis, 23 April 2015 - 11:24 WIB
Perbankan Dominasi Aduan...
Perbankan Dominasi Aduan di OJK Sulampua
A A A
TERNATE - Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) Regional 6 Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) sepanjangan kuartal pertama 2015 telah menerima 211 aduan konsumen yang didominasi perbankan sebesar 71% atau 150 Kasus.

Sementara sisanya disumbang industri keuangan non bank (IKNB) dengan 56 kasus atau 27%, dan kasus lainnya dengan 5 kasus atau 2%. Dari kasus-kasus ini yang mampu diselesaikan sebanyak 124 kasus atau 58,8% dan pengaduan yang belum selesai 87 kasus atau 41,2%.

"Jumlah pengaduan tertinggi di Makassar dengan 97 aduan, disusul Palu 44 aduan, dan Manado dengan 25 aduan, Gorontalo 18 aduan," ungkap Deputi OJK Regional 6 Sabaruddin dalam acara sosialisasi terkait Kehumasan OJK, Laku Pandai dan LKM bagi jurnalis se-Sulampua di Hotel Bela Internasional Ternate, Kamis (23/4/2015).

Adapun faktor penyebab terjadinya kasus antara konsumen dengan lembaga keuangan baik bank maupun non bank karena beberapa hal seperti ketidaktahuan konsumen terhadap produk atau jasa yang dipergunakan, tidak terinformasinya hak dan kewajiban konsumen, serta berubahnya perjanjian baku.

Selain itu, strategi pemasaran Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang mengedepankan manfaat penggunaan produk. Padahal PUJK wajib menyampaikan informasi produk dan layanan yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan, memberikan syarat dan ketentuan perjanjian produk dan layanan, bahkan menyampaikan setiap perubahan manfaat, risiko, biaya, syarat, ketentuan yang tercantum dalam perjanjian.

Karena itu, OJK berusaha meningkatkan literasi atau pendidikan keuangan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan bagi konsumen dan masyarakat luas sehingga mereka mampu mengelola keuangan pribadi dengan lebih baik.

Apalagi dari survei yang dilakukan OJK, masih banyak masyarakat yang sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang produk dan jasa keuangan (not literate), atau sebatas mengetahui produk dan jasa keuangan tanpa tahu fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban, serta tidak memiliki keterampilan menggunakan produk dan jasa keuangan tersebut (less literate).

Misalnya untuk indeks literasi asuransi, sebanyak 39,80% masuk kategori not literate, indeks literasi pembiayaan 72,10%, literasi dana pensiun 81,03%, literasi pasar modal 93,79%.

"Dengan seseorang yang sebelumnya less atau not literate menjadi well literate maka itu juga akan mendorong peningkatan jumlah pengguna produk dan jasa keuangan," jelasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5395 seconds (0.1#10.140)