Ekonomi Melambat Jadi Alarm Pemerintah

Kamis, 07 Mei 2015 - 11:44 WIB
Ekonomi Melambat Jadi...
Ekonomi Melambat Jadi Alarm Pemerintah
A A A
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun iniyang melambat menjadi 4,7% dibandingkan kuartal I tahun sebelumnya sebesar 5,14% menjadi alarm untuk pemerintah.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini mengatakan, perlambatan ini sepantasnya disikapi sebagai peringatan bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan dan memperkuat konsolidasi secara internal demi mencegah berlanjutnya perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal-kuartal berikutnya.

"Salah satu agenda mendesak yang perlu dilakukan adalah mendongkrak kinerja dan mempercepat peningkatan daya saing industri," ujar dia dalam rilisnya, Kamis (7/5/2015).

Pemerintah saat ini telah menyusun Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035. Di samping itu, fasilitas peringanan pajak atau tax allowance yang baru juga akan mulai diberlakukan pada 6 Mei 2015 sejalan dengan telah ditandatanganinya PP Nomor 18/2015.

Fasilitas ini diharapkan dapat mendorong penanaman modal asing dan domestik, khususnya dalam sektor industri pengolahan. Pada saat yang sama, pemerintah juga tengah merancang peraturan baru yang mengatur penentuan standar kebutuhan hidup layak (KHL) setiap lima tahunan, yang akan menjadi rujukan dalam penentuan upah minimum.

Menurut dia, insentif pajak terkait dengan pemberlakuan PP Nomor 18 Tahun 2015, ada beberapa hal yang berbeda dibandingkan dengan PP sebelumnya, antara lain jumlah bidang usaha atau daerah yang berhak menerima fasilitas keringanan pajak lebih banyak.

Jika PP Nomor 62 Tahun 2008 dan PP Nomor 52 Tahun 2011 yang hanya mencakup 52 bidang usaha, maka PP Nomor 18 Tahun 2015 mencakup 66 bidang usaha dan 77 bidang usaha dan daerah. Dari sisi persyaratan untuk permohonan fasilitas keringanan pajak, PP Nomor 18 Tahun 2015 tak menyebutkan batas investasi minimal secara eksplisit.

Sementara itu, PP Nomor 52 Tahun 2011 batas investasi minimal Rp1 triliun. Bahkan pada PP yang baru ada aturan tambahan waktu dua tahun apabila perusahaan yang mengajukan melakukan ekspor paling sedikit 30% dari nilai total penjualan.

"Sebenarnya pemberian insentif serupa telah diberlakukan setidaknya empat kali sejak 2000," tukasnya.

Meskipun demikian, kata dia, pada kenyataannya pemanfaatan insentif-insentif tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh para investor.

"Kalaupun ada yang mengajukan permohonan, jumlah penerimanya sangat minim, dan itu pun didominasi oleh penanaman modal asing," tutur dia.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9024 seconds (0.1#10.140)