Bank Dilarang Salurkan Kredit jika Rumah KPR Belum Jadi
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana memperketat penyaluran kredit untuk sektor perumahan. Bank dilarang menyalurkan kredit perumahan jika rumah KPR (kredit pemilikan rumah) belum jadi.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan, aturan yang akan tertuang dalam kebijakan loan to value (LTV) ini dikeluarkan untuk menjaga kesehatan sektor tersebut. "Misal untuk sektor properti. Kita ingin bank-bank melakukan pinjaman untuk properti jangan diberikan pada saat si peminjam belum bisa menikmati rumahnya," terang Agus di Gedung BI, Jakarta, Kamis (7/5/2015).
Dia menjelaskan, biasanya perbankan menyalurkan kredit perumahan jauh sebelum rumah dibangun. Debitur sudah harus mencicil rumah tersebut, namun rumah baru jadi dua tahun berikutnya. "Jadi, kita atur kredit baru bisa keluar kalau rumah sudah jadi," tegasnya.
Menurut Agus, kebijakan pengetatan LTV tersebut dilakukan untuk melindungi rakyat Indonesia yang belum memiliki rumah. Nantinya, kredit perumahan akan diprioritaskan untuk debitur yang membeli rumah pertama.
"Kalau sudah punya rumah banyak kita tidak prioritaskan. Itu kami atur di loan to value. Ini masih perlu dikaji, kami akan kerja sama dengan OJK," ujarnya.
Agus melanjutkan, pengetatan LTV ini juga berlaku untuk penyaluran kredit kendaraan bermotor. Perbankan dilarang memberikan kredit kepada debitur yang tidak memberikan uang muka (down payment/DP) terlebih dahulu. "Kalau debitur enggak bisa bayar DP, maka itu dia termasuk kategori tidak layak," katanya.
Menurut Agus, pengetatan LTV ini guna mencegah terjadinya gebrakan seperti yang terjadi pada 1991 silam. Di mana kala itu perbankan begitu banyak menyalurkan pembiayaan untuk truk dan sepeda motor tanpa DP.
"Itu jadi masalah. Karena ada satu gelembung ekonomi yang terjadi koreksi dan akhirnya buat pelambatan," tandasnya.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan, aturan yang akan tertuang dalam kebijakan loan to value (LTV) ini dikeluarkan untuk menjaga kesehatan sektor tersebut. "Misal untuk sektor properti. Kita ingin bank-bank melakukan pinjaman untuk properti jangan diberikan pada saat si peminjam belum bisa menikmati rumahnya," terang Agus di Gedung BI, Jakarta, Kamis (7/5/2015).
Dia menjelaskan, biasanya perbankan menyalurkan kredit perumahan jauh sebelum rumah dibangun. Debitur sudah harus mencicil rumah tersebut, namun rumah baru jadi dua tahun berikutnya. "Jadi, kita atur kredit baru bisa keluar kalau rumah sudah jadi," tegasnya.
Menurut Agus, kebijakan pengetatan LTV tersebut dilakukan untuk melindungi rakyat Indonesia yang belum memiliki rumah. Nantinya, kredit perumahan akan diprioritaskan untuk debitur yang membeli rumah pertama.
"Kalau sudah punya rumah banyak kita tidak prioritaskan. Itu kami atur di loan to value. Ini masih perlu dikaji, kami akan kerja sama dengan OJK," ujarnya.
Agus melanjutkan, pengetatan LTV ini juga berlaku untuk penyaluran kredit kendaraan bermotor. Perbankan dilarang memberikan kredit kepada debitur yang tidak memberikan uang muka (down payment/DP) terlebih dahulu. "Kalau debitur enggak bisa bayar DP, maka itu dia termasuk kategori tidak layak," katanya.
Menurut Agus, pengetatan LTV ini guna mencegah terjadinya gebrakan seperti yang terjadi pada 1991 silam. Di mana kala itu perbankan begitu banyak menyalurkan pembiayaan untuk truk dan sepeda motor tanpa DP.
"Itu jadi masalah. Karena ada satu gelembung ekonomi yang terjadi koreksi dan akhirnya buat pelambatan," tandasnya.
(dmd)