Ekonom Prediksi Suku Bunga Acuan Bakal Ditahan 4,5%
Selasa, 14 April 2020 - 13:07 WIB
JAKARTA - Bank Permata Josua Pardede memproyeksi Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga tetap di level 4,5%. Hal ini mempertimbangkan beberapa indikator makroekonomi.
Salah satunya adalah inflasi yang hingga akhir tahun 2020 diperkirakan akan tetap stabil di kisaran 2,9-3,3%, masih dalam target sasaran inflasi BI tahun ini di kisaran 3% plus-minus 1%.
"Terkendalinya inflasi tahun 2020 ini dipengaruhi oleh dampak negatif dari Covid-19 terhadap perekonomian dimana potensi perlambatan ekonomi domestik termasuk penurunan laju konsumsi rumah tangga sehingga akan membatasi tekanan demand pull inflation," ujar Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (14/4/2020).
Dia melanjutkan, perkembangan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek ini masih dipengaruhi oleh sentiment risk averse di tengah Covid-19 mempertimbangkan eskalasi Covid-19 secara global yang terus meningkat sehingga mendorong ekspektasi perlambatan ekonomi global.
Pasalnya, volatilitas nilai tukar rupiah secara rata-rata menurun yang terindikasi dari one-month implied volatility yang meningkat menjadi 26% dalam 3 minggu terakhir. Di tengah volatilitas rupiah yang meningkat tersebut, nilai tukar rupiah tercatat terdepresiasi sekitar 13% (year to date/ytd), dan merupakan nilai tukar yang mengalami depresiasi terbesar di kawasan Asia secara tahun kalender.
"Sehingga, suku bunga acuan BI saat ini di level 4,5% diperkirakan akan dapat membatasi capital flight dari pasar keuangan domestik dalam jangka pendek ini," bebernya.
Dia menambahkan, di tengah masa pandemi Covid-19 yang diperkirakan masih berlangsung dalam beberapa bulan ke depan, maka respons kebijakan yang perlu diprioritaskan adalah kebijakan dalam rangka mengatasi krisis kesehatan yakni dengan menangani gangguan kesehatan dan menjaga keselamaan jiwa. Selanjutnya, menjaga konsumsi masyarakat terutama miskin dan rentan dengan segera menyalurkan social safety net yang akan menjaga daya beli masyarakat khususnya pekerja di sektor informal yang terkena dampak sangat signfikan dari penurunan aktivitas ekonomi.
"Kebijakan-kebijakan seperti itulah yang cenderung akan efektif dan produktif di tengah masa pandemi Covid-19 ini," tandasnya.
Salah satunya adalah inflasi yang hingga akhir tahun 2020 diperkirakan akan tetap stabil di kisaran 2,9-3,3%, masih dalam target sasaran inflasi BI tahun ini di kisaran 3% plus-minus 1%.
"Terkendalinya inflasi tahun 2020 ini dipengaruhi oleh dampak negatif dari Covid-19 terhadap perekonomian dimana potensi perlambatan ekonomi domestik termasuk penurunan laju konsumsi rumah tangga sehingga akan membatasi tekanan demand pull inflation," ujar Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (14/4/2020).
Dia melanjutkan, perkembangan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek ini masih dipengaruhi oleh sentiment risk averse di tengah Covid-19 mempertimbangkan eskalasi Covid-19 secara global yang terus meningkat sehingga mendorong ekspektasi perlambatan ekonomi global.
Pasalnya, volatilitas nilai tukar rupiah secara rata-rata menurun yang terindikasi dari one-month implied volatility yang meningkat menjadi 26% dalam 3 minggu terakhir. Di tengah volatilitas rupiah yang meningkat tersebut, nilai tukar rupiah tercatat terdepresiasi sekitar 13% (year to date/ytd), dan merupakan nilai tukar yang mengalami depresiasi terbesar di kawasan Asia secara tahun kalender.
"Sehingga, suku bunga acuan BI saat ini di level 4,5% diperkirakan akan dapat membatasi capital flight dari pasar keuangan domestik dalam jangka pendek ini," bebernya.
Dia menambahkan, di tengah masa pandemi Covid-19 yang diperkirakan masih berlangsung dalam beberapa bulan ke depan, maka respons kebijakan yang perlu diprioritaskan adalah kebijakan dalam rangka mengatasi krisis kesehatan yakni dengan menangani gangguan kesehatan dan menjaga keselamaan jiwa. Selanjutnya, menjaga konsumsi masyarakat terutama miskin dan rentan dengan segera menyalurkan social safety net yang akan menjaga daya beli masyarakat khususnya pekerja di sektor informal yang terkena dampak sangat signfikan dari penurunan aktivitas ekonomi.
"Kebijakan-kebijakan seperti itulah yang cenderung akan efektif dan produktif di tengah masa pandemi Covid-19 ini," tandasnya.
(fai)
tulis komentar anda