Bos Shell Sentil Sekjen PBB, Pemangkasan Produksi Minyak Tindakan Berbahaya
Selasa, 11 Juli 2023 - 13:27 WIB
JAKARTA - CEO raksasa energi Inggris Shell , Wael Sawan mengungkapkan pemangkasan produksi minyak dengan dalih transisi energi sebagai tindakan berbahaya dan tidak bertanggung jawab. Hal itu diungkapkan dalam wawancara dengan BBC, baru-baru ini.
Dia berpendapat dunia masih sangat membutuhkan minyak dan gas bumi (migas). Menurutnya transisi ke energi terbarukan tidak bisa menggantikan dengan cepat.
Komisi Eropa tahun lalu mendesak Uni Eropa (UE) untuk mempercepat peralihan ke energi hijau untuk mengakhiri ketergantunga migas Rusia. Dorongan untuk meninggalkan bahan bakar Rusia yang murah membuat harga energi melonjak dan berkontribusi pada krisis biaya hidup yang parah di seluruh wilayah.
Sawan mengklaim bahwa pengurangan produksi bahan bakar fosil akan berisiko memperburuk kemerosotan ekonomi dengan membatasi pasokan energi global dan meningkatkan tagihan menghadapi peningkatan permintaan energi dari China dan cuaca dingin di Eropa.
Pernyataan bos Shell dikritik Emily Shuckburgh, seorang ilmuwan iklim di University of Cambridge. Dia mengatakan perusahaan harus fokus pada percepatan transisi hijau daripada memperpanjang penggunaan migas.
Sementara, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Antonio Guterres, baru-baru ini menggambarkan investasi dalam produksi minyak dan gas sebagai kegilaan ekonomi dan moral.
Mengomentari pernyataan tersebut, Sawan menegaskan yang berbahaya dan tidak bertanggung jawab adalah memotong produksi minyak dan gas sehingga biaya hidup melonjak.
Dia menyatakan UE terburu-buru mengganti energi Rusia sehingga memicu kegaduhan pembelian gas alam cair (LNG) di pasaran serta mencabut LNG dari negara-negara miskin seperti Pakistan dan Bangladesh.
"Mereka mengambil LNG dari negara-negara tersebut dan anak-anak harus bekerja dan belajar dengan cahaya lilin," kata Sawan. "Jika kita akan melakukan transisi, itu harus menjadi transisi yang adil yang tidak hanya bekerja untuk satu bagian dunia," tandasnya.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) baru-baru ini memperkirakan bahwa minyak akan tetap tak tergantikan di masa mendatang, dan selera dunia akan minyak akan meningkat menjadi 110 juta barel per hari pada 2045.
Dia berpendapat dunia masih sangat membutuhkan minyak dan gas bumi (migas). Menurutnya transisi ke energi terbarukan tidak bisa menggantikan dengan cepat.
Komisi Eropa tahun lalu mendesak Uni Eropa (UE) untuk mempercepat peralihan ke energi hijau untuk mengakhiri ketergantunga migas Rusia. Dorongan untuk meninggalkan bahan bakar Rusia yang murah membuat harga energi melonjak dan berkontribusi pada krisis biaya hidup yang parah di seluruh wilayah.
Sawan mengklaim bahwa pengurangan produksi bahan bakar fosil akan berisiko memperburuk kemerosotan ekonomi dengan membatasi pasokan energi global dan meningkatkan tagihan menghadapi peningkatan permintaan energi dari China dan cuaca dingin di Eropa.
Pernyataan bos Shell dikritik Emily Shuckburgh, seorang ilmuwan iklim di University of Cambridge. Dia mengatakan perusahaan harus fokus pada percepatan transisi hijau daripada memperpanjang penggunaan migas.
Sementara, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Antonio Guterres, baru-baru ini menggambarkan investasi dalam produksi minyak dan gas sebagai kegilaan ekonomi dan moral.
Mengomentari pernyataan tersebut, Sawan menegaskan yang berbahaya dan tidak bertanggung jawab adalah memotong produksi minyak dan gas sehingga biaya hidup melonjak.
Dia menyatakan UE terburu-buru mengganti energi Rusia sehingga memicu kegaduhan pembelian gas alam cair (LNG) di pasaran serta mencabut LNG dari negara-negara miskin seperti Pakistan dan Bangladesh.
"Mereka mengambil LNG dari negara-negara tersebut dan anak-anak harus bekerja dan belajar dengan cahaya lilin," kata Sawan. "Jika kita akan melakukan transisi, itu harus menjadi transisi yang adil yang tidak hanya bekerja untuk satu bagian dunia," tandasnya.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) baru-baru ini memperkirakan bahwa minyak akan tetap tak tergantikan di masa mendatang, dan selera dunia akan minyak akan meningkat menjadi 110 juta barel per hari pada 2045.
(nng)
tulis komentar anda