APLE Tolak Revisi Permendag soal Aturan Impor di Bawah Rp1,5 Juta
Rabu, 02 Agustus 2023 - 18:47 WIB
JAKARTA - Kalangan pengusaha di Tanah Air menolak revisi Permendag No 50/2020. Regulasi tersebut kini melarang importir menjual barang dengan nilai kurang dari USD100 atau setara Rp1,5 juta per unit di marketplace .
Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE), Sonny Harsono menilai kebijakan baru ini tidak merefleksikan kondisi nyata di lapangan. "Sebagai contoh, jika pemerintah menghentikan impor barang-barang seperti asesoris ponsel dan/atau elektronik yang tidak diproduksi di dalam negeri, justru menimbulkan risiko terjadinya impor ilegal," katanya dalam siaran pers, Rabu (2/8/2023).
Sebab secara prinsip ekonomi, jika permintaan masih ada, penawaran pun akan berlangsung. Kondisi ini sebenarnya sudah tergambar pada e-commerce lokal yang menunjukkan sebagian besar barang impor ditawarkan oleh penjual non-importir.
Sonny menjelaskan platform yang memfasilitasi transaksi cross-border semacam ini tidak hanya ditemukan di Indonesia, melainkan di berbagai negara. Namun demikian, di negara-negara lain berlaku pula kebijakan yang sama, yaitu berupa pengenaan pajak pada harga tertentu, bukan pelarangan di bawah harga tertentu.
APLE juga menyebut ada platform besar yang melakukan transaksi ekspor cross-border UMKM ke enam negara dengan volume melebihi angka impor. Artinya, transaksi ini sesungguhnya meningkatkan current account, atau selisih antara ekspor dan impor di suatu negara.
Oleh karena itu, penutupan keran transaksi impor lintas negara tersebut justru akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM apabila platform belanja menghentikan semua transaksi cross-border ke Indonesia. ”Kami dari APLE mendata proses impor cross-border ke Indonesia dewasa ini sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat,” ujarnya.
Oleh karena itu, APLE berharap pemerintah tetap memberikan dukungan bagi platform belanja untuk menjalankan transaksi cross-border. Sebab platform yang tidak melakukan transaksi cross-border justru akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM. Ini karena masih ada barang eks impor di sana yang memang boleh diperjualbelikan tanpa harus memenuhi kewajiban pemberian keterangan asal barang. Tentu hal semacam ini malah merugikan negara, karena barang-barang eks impor ini tidak dikenai pajak.
APLE pun mengajukan empat solusi terhadap persoalan ini. Pertama, pemerintah diharapkan mewajibkan platform pelaku transaksi impor cross-border untuk memfasilitasi ekspor lintas negara, dengan volume yang lebih tinggi.
Pemberian insentif bagi platform yang sudah menjalankan hal tersebut juga penting. Insentif dapat diberikan melalui dukungan layanan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta instansi lain yang terkait.
Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE), Sonny Harsono menilai kebijakan baru ini tidak merefleksikan kondisi nyata di lapangan. "Sebagai contoh, jika pemerintah menghentikan impor barang-barang seperti asesoris ponsel dan/atau elektronik yang tidak diproduksi di dalam negeri, justru menimbulkan risiko terjadinya impor ilegal," katanya dalam siaran pers, Rabu (2/8/2023).
Sebab secara prinsip ekonomi, jika permintaan masih ada, penawaran pun akan berlangsung. Kondisi ini sebenarnya sudah tergambar pada e-commerce lokal yang menunjukkan sebagian besar barang impor ditawarkan oleh penjual non-importir.
Sonny menjelaskan platform yang memfasilitasi transaksi cross-border semacam ini tidak hanya ditemukan di Indonesia, melainkan di berbagai negara. Namun demikian, di negara-negara lain berlaku pula kebijakan yang sama, yaitu berupa pengenaan pajak pada harga tertentu, bukan pelarangan di bawah harga tertentu.
APLE juga menyebut ada platform besar yang melakukan transaksi ekspor cross-border UMKM ke enam negara dengan volume melebihi angka impor. Artinya, transaksi ini sesungguhnya meningkatkan current account, atau selisih antara ekspor dan impor di suatu negara.
Oleh karena itu, penutupan keran transaksi impor lintas negara tersebut justru akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM apabila platform belanja menghentikan semua transaksi cross-border ke Indonesia. ”Kami dari APLE mendata proses impor cross-border ke Indonesia dewasa ini sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat,” ujarnya.
Oleh karena itu, APLE berharap pemerintah tetap memberikan dukungan bagi platform belanja untuk menjalankan transaksi cross-border. Sebab platform yang tidak melakukan transaksi cross-border justru akan mengancam eksistensi dari pelaku UMKM. Ini karena masih ada barang eks impor di sana yang memang boleh diperjualbelikan tanpa harus memenuhi kewajiban pemberian keterangan asal barang. Tentu hal semacam ini malah merugikan negara, karena barang-barang eks impor ini tidak dikenai pajak.
APLE pun mengajukan empat solusi terhadap persoalan ini. Pertama, pemerintah diharapkan mewajibkan platform pelaku transaksi impor cross-border untuk memfasilitasi ekspor lintas negara, dengan volume yang lebih tinggi.
Pemberian insentif bagi platform yang sudah menjalankan hal tersebut juga penting. Insentif dapat diberikan melalui dukungan layanan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta instansi lain yang terkait.
tulis komentar anda