TikTok Pastikan Project S Tidak Berlaku di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - TikTok Indonesia menepis isu akan meluncurkan Project S di Indonesia. Head of Communications TikTok Indonesia Anggini Setiawan menegaskan bahwa sejak pertama kali diluncurkan, TikTok Shop tidak memiliki niatan untuk memberlakukan di Indonesia.
"Kami sampaikan juga kami tidak punya niatan untuk menciptakan produk e-commerce sendiri atau untuk menjadi whole seller (Project S) yang akan berkompetisi dengan para penjual lokal di Indonesia," kata Anggini dalam Konferensi Pers di Gedung Kementerian Koperasi dan UKM, Rabu (26/7/2023).
Dia menegaskan bahwa TikTok tidak membuka bisnis cross border atau bisnis lintas batas di Indonesia demi melindungi porduk UMKM.
"Tidak benar bahwa kami akan meluncurkan inisiatif lintas batas Indonesia dan kami senang sekali akhirnya hari ini hal tersebut bisa kami sampaikan langsung kepada Kementerian Koperasi dan UKM," ujarnya.
Menurutnya, TikTok sejalan dengan visi Pemerintah Indonesia untuk terus memberdayakan UMKM lokal.
"Kami juga di sini dengan tegas menyatakan bahwa 100% penjual di TikTok Shop memiliki entitas bisnis lokal yang sudah terdaftar atau merupakan pengusaha mikro lokal yang juga mendaftarkan melalui verifikasi KTP atau paspor," jelasnya.
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) sebelumnya meminta kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mempercepat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Revisi tersebut diperlukan agar bisnis UMKM tak terganggu oleh Project S TikTok Shop. Kecurigaan tentang Project S TikTok Shop ini pertama kali mencuat di Inggris. Project S TikTok Shop dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di China.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, untuk mengatasi ancaman tersebut sudah seharusnya disiapkan regulasi, salah satunya revisi Permendag Nomor 50/2020. Apalagi, revisi aturan ini sudah diwacanakan sejak tahun lalu, namun hingga kini masih belum terbit. Padahal, ada banyak UMKM yang bisnisnya mulai redup lantaran belum muncul jua kebijakan terbaru tentang PSME.
"Ini sudah sangat urgent. Untuk menghadirkan keadilan bagi UMKM di pasar e-commerce, Kemendag perlu segera merevisinya. Aturan ini nampaknya macet di Kementerian Perdagangan," jelas Teten.
"Kami sampaikan juga kami tidak punya niatan untuk menciptakan produk e-commerce sendiri atau untuk menjadi whole seller (Project S) yang akan berkompetisi dengan para penjual lokal di Indonesia," kata Anggini dalam Konferensi Pers di Gedung Kementerian Koperasi dan UKM, Rabu (26/7/2023).
Dia menegaskan bahwa TikTok tidak membuka bisnis cross border atau bisnis lintas batas di Indonesia demi melindungi porduk UMKM.
"Tidak benar bahwa kami akan meluncurkan inisiatif lintas batas Indonesia dan kami senang sekali akhirnya hari ini hal tersebut bisa kami sampaikan langsung kepada Kementerian Koperasi dan UKM," ujarnya.
Menurutnya, TikTok sejalan dengan visi Pemerintah Indonesia untuk terus memberdayakan UMKM lokal.
"Kami juga di sini dengan tegas menyatakan bahwa 100% penjual di TikTok Shop memiliki entitas bisnis lokal yang sudah terdaftar atau merupakan pengusaha mikro lokal yang juga mendaftarkan melalui verifikasi KTP atau paspor," jelasnya.
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) sebelumnya meminta kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mempercepat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Revisi tersebut diperlukan agar bisnis UMKM tak terganggu oleh Project S TikTok Shop. Kecurigaan tentang Project S TikTok Shop ini pertama kali mencuat di Inggris. Project S TikTok Shop dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di China.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, untuk mengatasi ancaman tersebut sudah seharusnya disiapkan regulasi, salah satunya revisi Permendag Nomor 50/2020. Apalagi, revisi aturan ini sudah diwacanakan sejak tahun lalu, namun hingga kini masih belum terbit. Padahal, ada banyak UMKM yang bisnisnya mulai redup lantaran belum muncul jua kebijakan terbaru tentang PSME.
"Ini sudah sangat urgent. Untuk menghadirkan keadilan bagi UMKM di pasar e-commerce, Kemendag perlu segera merevisinya. Aturan ini nampaknya macet di Kementerian Perdagangan," jelas Teten.
(nng)