Outlook Harga Batu Bara Positif, IATA Bidik Produksi 7 Juta MT di 2024
Jum'at, 08 September 2023 - 15:48 WIB
JAKARTA - PT MNC Energy Investments Tbk (IATA) membidik produksi batu bara sebesar 7 juta metrik ton (MT) pada tahun 2024. Ekspektasi terhadap pemulihan harga batu bara menjadi katalis positif bagi perseroan menatap rencana kerja tahun depan.
Presiden Direktur IATA, Suryo Eko Hadianto menilai fluktuasi harga batu bara saat ini merupakan hal yang wajar. Pihaknya optimis, harga si emas hitam bakal terdongkrak tahun depan, bahkan lebih awal.
"Kami punya prediksi akhir tahun ini harganya akan membaik, angkanya seperti apa mungkin akan terkoreksi sedikit karena ada isu lingkungan dan sebagainya," kata Suryo dalam Public Expose di Jakarta Pusat, Jumat (8/9/2023).
Namun Ia menambahkan, pihaknya tengah fokus untuk mendorong efisiensi pertambangan demi memangkas sejumlah beban produksi. IATA berencana membangun conveyor untuk memindahkan batu bara ke tongkang agar lebih efisien, murah, dan tepat waktu.
Conveyor didesain memiliki kapasitas 1.000 ton per jam. Dengan adanya sistem ini, waktu pengisian batu bara (loading time) ke tongkang hanya berkisar selama 10 jam, dari 24 jam jika memakai mekanisme pengangkutan dengan truk. Selebihnya, hal ini juga akan memangkas biaya operator.
Akhir tahun 2023, IATA juga berniat untuk membuka 1 tambang berstatus izin usaha pertambangan (IUP), yang diharapkan dapat memacu produksi batu bara. "Conveyor ini akan mengurangi penggunaan truk yang beroperasi di pelabuhan. Kita tahu truk masih berbahan bakar minyak, yang tentu harga BBM juga fluktuatif," paparnya.
Sebagaimana diketahui, untuk mengeksekusi rencana ini, IATA menerbitkan Obligasi Berkelanjutan I dan Sukuk Wakalah Berkelanjutan I tahun 2023. Melalui obligasi, perseroan membidik dana mencapai Rp1 triliun, dan Rp500 miliar untuk Sukuk Wakalah. Sehingga total dana yang ditarget mencapai Rp1,5 triliun.
Selain untuk pengembangan infrastruktur tambang, surat utang korporasi ini juga akan digunakan untuk modal kerja (working capital), refinancing, hingga investasi terhadap PT Bhakti Coal Resources (BCR). Sementara dana dari Sukuk Wakalah bakal dialokasikan sepenuhnya untuk investasi di BCR.
Baca Juga
Presiden Direktur IATA, Suryo Eko Hadianto menilai fluktuasi harga batu bara saat ini merupakan hal yang wajar. Pihaknya optimis, harga si emas hitam bakal terdongkrak tahun depan, bahkan lebih awal.
"Kami punya prediksi akhir tahun ini harganya akan membaik, angkanya seperti apa mungkin akan terkoreksi sedikit karena ada isu lingkungan dan sebagainya," kata Suryo dalam Public Expose di Jakarta Pusat, Jumat (8/9/2023).
Namun Ia menambahkan, pihaknya tengah fokus untuk mendorong efisiensi pertambangan demi memangkas sejumlah beban produksi. IATA berencana membangun conveyor untuk memindahkan batu bara ke tongkang agar lebih efisien, murah, dan tepat waktu.
Conveyor didesain memiliki kapasitas 1.000 ton per jam. Dengan adanya sistem ini, waktu pengisian batu bara (loading time) ke tongkang hanya berkisar selama 10 jam, dari 24 jam jika memakai mekanisme pengangkutan dengan truk. Selebihnya, hal ini juga akan memangkas biaya operator.
Akhir tahun 2023, IATA juga berniat untuk membuka 1 tambang berstatus izin usaha pertambangan (IUP), yang diharapkan dapat memacu produksi batu bara. "Conveyor ini akan mengurangi penggunaan truk yang beroperasi di pelabuhan. Kita tahu truk masih berbahan bakar minyak, yang tentu harga BBM juga fluktuatif," paparnya.
Sebagaimana diketahui, untuk mengeksekusi rencana ini, IATA menerbitkan Obligasi Berkelanjutan I dan Sukuk Wakalah Berkelanjutan I tahun 2023. Melalui obligasi, perseroan membidik dana mencapai Rp1 triliun, dan Rp500 miliar untuk Sukuk Wakalah. Sehingga total dana yang ditarget mencapai Rp1,5 triliun.
Selain untuk pengembangan infrastruktur tambang, surat utang korporasi ini juga akan digunakan untuk modal kerja (working capital), refinancing, hingga investasi terhadap PT Bhakti Coal Resources (BCR). Sementara dana dari Sukuk Wakalah bakal dialokasikan sepenuhnya untuk investasi di BCR.
(akr)
tulis komentar anda